Xiri'x

Selasa, 10 Juli 2007

Muslihat

Tan Malaka (1945)


Ditulis oleh Tan Malaka di Surabaya, 2 Desember 1945

Sumber: Tulisan ini diambil dari buku Merdeka 100%, cetakan pertama, Oktober 2005, dengan ijin dari penerbit Marjin Kiri. Buku ini mengandung tiga tulisan Tan Malaka: Politik, Rencana Ekonomi Berjuang, dan Muslihat.

Transcribed to HTML by Ted Sprague.


PENGANTAR

TIGA MINGGU yang lampau Inggris-Nica dengan alasan yang dicari-cari dan berputar-putar dari tempo ke tempo, memajukan tuntutan pada kota Surabaya: supaya rakyat dan tentara dilucuti senjatanya. Maksudnya ialah supaya sesudah rakyat dan tentara dilucuti senjatanya, barulah Nica mau berunding dengan para pemimpin rakyat.

Tuntutan itu cuma satu artinya: Rakyat Indonesia lebih dahulu mesti dilucuti senjatanya. Kemudian akan dijajah kembali oleh Belanda, dengan Inggris sebagai pembantunya.

Rakyat Surabaya tak mau dilucuti senjatanya dan tak mau dijajah kembali. Tak mau pula ia berunding dengan senjata musuh di depan dadanya. Ini cocok dengan kemauan Rakyat Indonesia seluruhnya. Cocok pula dengan anjuran para pemimpin terkemuka di zaman Jepang. Cocok pula dengan semangat kemerdekaan yang sudah didengungkan selama 40 tahun. Cocok dengan hak dan kehormatan suatu Negara Merdeka.

Inggris-Nica dalam hakikatnya mau menjajah. Tuntutannya di atas tadi yang ditolak oleh rakyat Surabaya, dilaksanakannya dengan serangan gabungan dari laut, darat, dan udara.

Serangan yang sedahsyat-dahsyatnya selama ini.

Tiga minggu lamanya rakyat Surabaya sudah menahan serangan ini.

Hampir berbarengan dengan serangan Suarabaya, dengan maksud begitu juga dan alasan sejenis itu juga —yakni alasan “macan mau memakan anak kambing” menurut cerita terkenal— dengan alasan pura-pura itu sedang terjadi pertarungan hebat di Semarang, Ambarawa, Magelang, Jakarta, Bandung, dan Sumatera. Di mana-mana rakyat menang kalau cuma menjumpai perlawanan pasukan melawan pasukan. Tak ada pasukan Inggris-Nica yang bersenjata lengkap yang bisa menahan serangan pasukan Indonesia bersenjata serba kurang. Inggris bisa menang cuma dengan senjata luar biasa, yang membuat “orangnya” Inggris-Nica tak kelihatan lagi. Makin dekat ke pantai makin besar keuntungan dan kekuatan Inggris. Makin jauh dari pantai makin besar pula keuntungan dan kekuatan Indonesia. Dari Magelang Inggris-Nica sudah terusir sama sekali! Selalu saja Inggris, Belanda, Gurkha ... ataupun Jepang lari tunggang langgang kalau berhadapan pasukan melawan pasukan, orang melawan orang!

Rakyat Indonesia sudah menyambut “PERANG” yang tiada dinyatakan dengan “PERANG”. Rakyat kita sudah benar sikapnya! Rakyat sedang berjuang mati-matian membela sikapnya yang benar itu. Rakyat Indonesia sedang membikin sejarah buat Negara Indonesia dan dunia lain. Rakyat Indonesia ada di bawah pengobaran dunia. Kalah atau menangnya kelak Rakyat Indonesia tiadalah terletak pada kalah atau menangnya berjuang dalam peperangan yang tak sama persenjataan itu!

Kalah atau menangnya itu terletak pada “salah atau benarnya”. Ia mengambil “sikap” terhadap kecerobohan. Dan juga pada lemah atau kuat imannya memegang sikap yang sudah diambilnya. Seandainya pada tanggal 10-11 November itu rakyat Surabaya bertekuk lutut terhadap tuntutan yang melanggar hak dan kehormatannya sebagai bangsa merdeka, maka dunia luar dan anak cucu Rakyat Indonesia sekarang akan mengutuki sikap bertekuk lutut itu.

Seandainya kelak Rakyat Indonesia karena kalah sementara pada satu tempat saja sudah patah hatinya dan kemudian mengubah sikapnya, berkhianat kepada sikapnya bermula, maka dunia luar dan anak cucu Rakyat Indonesia tiada akan memandang Rakyat Indonesia masak buat merdeka. Tetapi jika sikap yang benar itu tiada bisa menang dalam perjuangan ini, maka di hari depan sikap itu akan diteruskan dipakai pada perjuangan yang akan datang sampai maksud itu tercapai.

Rakyat Indonesia pendeknya sedang berjuang buat kebenaran dan keadilan! Apakah muslihat yang mesti dijalankan dalam peperangan yang tidak sama persenjataan ini?

Di tengah-tengah dentuman mortir dan bom, sambil memperhatikan sikap tegak-tenang di pihak rakyat dan prajurit Surabaya, saya di masa ini lebih yakin lagi akan kebenaran MUSLIHAT yang mesti dijalankan, MUSLIHAT mana sudah lama terkandung dalam pikiran.

MUSLIHAT dalam arti seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya itulah yang saya coba bentangkan di sini!

Mudah-mudahan brosur ini akan memberi faedah pada para pemimpin perjuangan Indonesia yang maha dahsyat dan paling modern ini. MERDEKA !!!

****

I. Suasana

A. IKLIM PERJUANGAN

Republik Indonesia yang didirikan pada tanggal 17 Agustus 1945 berada dalam perjuangan yang hebat dahsyat. Percakapan yang berhubungan dengan Indonesia Merdeka diteruskan oleh MR. APAL, TOKE, DENMAS, PACUL, dan GODAM. Dalam hal merundingkan muslihat yang patut dijalankan ini pun nyata bahwa masing-masing pembicara terkungkung oleh sifat golongan sendiri-sendiri.

SI PACUL : Merdeka!

BERSAMA : Merdeka, Cul! Perubahan besar, Cul, buat engkau dari ucapan selamat pagi, apa kabar sampai merdeka! Kami kira engkau akan menyerbu dengan Kyai Kebal ke Surabaya! Sudahkah engkau terima jimat dan berkahnya Kyai Kebal. Mukamu berseri seperti baja saja, penuh kepercayaan.

SI PACUL : Betul saya percaya tetapi tidak atas kekebalan diriku sendiri. Saya percaya atas kekebalan 70 juta rakyat Indonesia. Asal saja semua syarat perjuangan dipahamkan dan MUSLIHAT dijalankan 70.000.000 manusia takkan dapat dijajah kembali.

SI TOKE : Apa kabar yang paling akhir? Bagaimana keadaan kita sekarang?

SI PACUL : Saya juga bukan ahli, Kek! Saya juga mendapat pertanyaan dari surat kabar dan radio. Tetapi semalam kebetulan berjumpa beberapa teman yang baru kembali dari semua medan pertempuran kecuali dari seberang.

SI TOKE : Kabarkan, Cul, bagaimana keadaan pertempuran kita?

SI PACUL : Bermula marilah kita sebentar mengheningkan cipta buat ribuan rakyat dan prajurit perwira Indonesia yang tewas dalam medan pertempuran. Kedua, marilah kita peringatkan pula bahwa kini tiga setengah bulan Republik Indonesia berdiri. Bandingkanlah perubahan jiwa Rakyat Indonesia, di masa 3½ abad di bawah telapak imperialisme Belanda dan 3½ tahun di bawah telapak imperialisme Jepang dengan 3½ bulan di bawah iklim kemerdekaan.

SI TOKE : Berbeda Cul, seperti siang dan malam. Jiwa berserah sekarang menjadi jiwa dinamis berontak. Semangat takluk dan percaya pada pimpinan asing, sekarang bertukar menjadi semangat melawan dan percaya pada pimpinan negara sendiri, sama diri sendiri, bahkan sama tombak bambu dan golok sendiri. Siapa sangka Cul, penjelmaan yang begitu besar bisa terjadi dalam tempo sependek itu.

MR. APAL : Baru saja saya kembali dari perjalanan dari Anyar ke Surabaya. Terlampau melebihi kalau saya katakan bahwa sepanjang jalan tiap-tiap km diperhentikan. Oleh siapa? Bukan oleh musuh polisi Belanda atau kempei Jepang. Melainkan oleh rakyat jelata Indonesia atas dorongan kalbunya sendiri. Siang malam mereka berjaga-jaga mengawasi mata-mata musuh yang memang berkeliaran mencari-cari kelemahan.

DENMAS : Di masa Diponogoro cuma rakyat Jawa Tengah saja yang berjuang, tak pula seluruhnya. Di masa Imam Bonjol cuma sebagian kecil rakyat Minangkabau yang bertempur dengan Belanda. Di masa Teuku Umar, cuma rakyat Aceh saja yang berperang. Tetapi sekarang seluruh Jawa sudah bertempur. Seluruh Sulawesi, seluruh Kalimantan, dan seluruh Sumatera sedang bangun serentak mengikuti jejaknya Jawa.

MR. APAL : Perjuangan sekarang ialah perjuangan nasional yang sebenarnya! Inilah yang diimpikan oleh kaum nasionalis semenjak 40 tahun ini.

SI TOKE : Perjuangan Indonesia sudah betul-betul menjadi perjuangan internasional. Dewan Selong menyatakan simpatinya terus terang berpihak Indonesia. Buruh Australia memergoki kapal Belanda yang mengirimkan senjatanya ke Indonesia buat memukul Republik Indonesia. Tentara Australia membantu pemberontak Indonesia di Kalimantan. Rusia dan Tiongkok mengakui Republik Indonesia. Dari Amerika pun terdengar suara simpati dari sebagian penduduk di sana. Begitu pula dari sebagian kaum buruh Inggris. Tetapi Cul, apa jawabnya pertanyaan saya yang bermula? Apa kabar yang paling akhir? Bagaimana keadaan pertempuran kita?

SI PACUL : Semuanya yang direntangkan di atas memang berhubungan rapat dengan keadaan kita sekarang. Tentang keadaan pertempuran lebih kurang amat menyenangkan. Kabar radio dan kabar temanku yang baru kembali dari Surabaya mengatakan bahwa Surabaya yang hampir rusak binasa itu sudah digenangi air. Inggris dan Gurkha-nya boleh terus menduduki Surabaya tetapi tank, truk, dan meriam besarnya baiklah mereka angkut saja ke tempat yang kering. Sebagian besar dari rakyat yang tak ikut bertempur sudah menyingkirkan diri. Biarlah Inggris-Nica dan seluruhnya insyaf bahwa rakyat Indonesia selain jiwa raganya juga siap sedia mengorbankan semua. Katanya buat membela kemerdekaan negaranya. Rakyat Indonesia juga insyaf bahwa di luar kota “mesinnya” tentara Inggris yang modern itu sudah kalah, mustahil berjalan terus!

SI TOKE : Bagaimana keadaan di lain tempat?

SI PACUL : Magelang, bekas benteng Belanda yang dahulu amat kuat itu sudah kita rebut kembali. Tentara Inggris sekarang terkepung dalam rawa, juga benteng Belanda, yang dahulu dianggap kuat. Di Jakarta dan sekitarnya pertempuran hebat terus menerus berlaku. Di Bandung dan sekitarnya, rakyat mendesak ke dalam kota. Di mana-mana gedung besar-besar dipertahankan oleh pemuda dengan gagah berani, di luar dugaan bermula. Di Bandung pemuda-pemuda pun tak ketinggalan. Seringkali Jepang dipakai oleh Inggris melawan Indonesia. Begitu keadaan di Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera. Umumnya tentara Indonesia lebih ulung dan lebih berani dari tentara Inggris-Belanda. Tetapi kekuatan senjata tak berbanding. Tank Inggris bermaharajalela di jalan raya, meriam besar mereka tak ada lawannya. Kapal terbang dan kapal perang amat leluasa. Walaupun begitu tak sedikit tank yang ditangkap, kapal perang ditenggelamkan, dan kapal terbang ditembak jatuh oleh prajurit kita. Bermacam-macam senjata, seperti pistol, senapan mitraliur, meriam dll dirampas oleh rakyat jelata dengan bambu runcing, golok dan tinju saja.

SI TOKE : Jadi rupanya rakyat Indonesia dengan tombak bambu, golok dan tinju melawan Inggris-Nica-Jepang yang bersenjata modern buat tentara darat, laut dan udaranya!

SI PACUL : Tetapi ada senjata yang tak ada pada mereka dan ada di pihak kita.

SI TOKE : Apa Cul?

SI PACUL : Kebenaran! Keadilan! Akhirnya, Rakyat Murba!

B. DIPLOMASI dan DIPLOMASI

SI PACUL : Aku yakin bahwa kita dalam kebenaran dan keadilan. Aku juga percaya bahwa rasa kebenaran dan keadilan yang ada bersarang dalam hati sanubari rakyat di negara luar, akhirnya kan menyambut teriak kebenaran dan keadilan dari pihak kita. Lagipula kita sudah yakin bahwa Rakyat Murba kita tak menghitung laba rugi lagi dalam melaksanakan perasaan kebenaran dan keadilan itu. Tetapi diplomasi apa yang mesti kita jalankan supaya perjuangan rakyat sekarang ini berhasil, inilah yang saya ingin dengar dari Tuan sekalian yang hadir di sini.

SI TOKE : Memang diplomasi itu penting sekali. Denmas memang beradik berkakak dengan diplomasi. Cobalah bentangkan paham Denmas perkara diplomasi itu lebih dahulu.

DENMAS : Yang menjadi dasar diplomasi itu buat saya ialah kekuatan kita sendiri. Diplomasi itu mesti kita jalankan menurut kekuasaan kita sendiri, berbanding dengan kekuatan musuh. Kekuatan kita seperti sudah dijelaskan tadi, di udara, di laut, di darat adalah kurang sekali daripada musuh.

SI TOKE : Jadinya kita mesti bertekuk lutut lebih dahulu? Kemudian tunggu saja apa yang dihadiahkan oleh Sekutu kepada kita?

DENMAS : Oh, tidak.... tidak persis begitu!

SI PACUL : Jadi bagaimana persisnya Denmas?

DENMAS : Sebab dengan kekerasan kita agak susah mendapatkan pengakuan dari negara luar, maka diplomasi kita juga mesti disandarkan atas simpati luar negeri.

SI GODAM : Pengakuan luar negeri itu bukanlah syarat hidupnya Republik Indonesia.

SI PACUL : Diam dulu, Dam! Aku sudah maklum mau ke mana engkau pergi.

SI TOKE : Memang kita mau mendapatkan simpati dari semua negara lain di dunia. Kalau kita tidak bisa mendapatkan simpati dari semua negara lain, cukuplah sudah dari Sekutu saja. Tetapi bagaimana jalan mendapatkan simpati Sekutu itu?

DENMAS : Tuhan membentuk manusia serupa dengan bentuknya sendiri. Sekutu juga akan lebih menyetujui bentuk negaranya sendiri. Sekutu sudah berperang menghancurkan fasisme. Sekarang bentuklah negara yang tiada bercorak fasisme! Tentu akhirnya Sekutu akan akui.

MR. APAL : Memang bentuk Republik dan isi demokrasilah yang cocok dengan perasaan Sekutu. Maka dari itu marilah kita adakan tata negara yang demokratis, pemerintah yang dipilih menurut kehendak rakyat. Akhirnya perlakukanlah rakyat asing di negara kita ini menurut Undang-Undang Internasional dan akuilah kehendaknya Sekutu! Dengan begitu kita akan mendapat simpati, persetujuan, dan pengakuan dari Sekutu.

SI TOKE : Tetapi bagaimana kalau Inggris mau memakai Belanda- Nica sebagai perisai? Bagaimana kalau Inggris seperti imperialismenya di Afrika, Asia, dan Indonesia, membikin perjanjian buat diinjak-injak dan menipu saja? Di mana imperialisme Inggris pernah berlaku jujur terhadap bangsa berwarna? Apakah kita sendiri tidak akan dianggap berkhianat terhadap Negara Indonesia, jika kita sandarkan sikap kita atas kepercayaan pada kejujuran satu imperialisme yang belum pernah berlaku jujur, dalam sejarahnya yang sudah kita kenal?

SI PACUL : Inggris katanya diserahi oleh Sekutu pekerjaan buat melucuti senjata Jepang. Tetapi di mana-mana Inggris mengadu Jepang dengan Indonesia. Di Magelang dan Semarang Jepang dibohongi oleh Inggris. Katanya orang Indonesia sudah membunuh para pembesar Jepang. Di Bandung Jepang tiba-tiba menyerang rakyat atas persetujuan Inggris. Di Pesing, dekat Jakarta, serdadu Jepang diperintah oleh Inggris menembak orang Indonesia. Begitu pula di Palembang dan semua tempat lain. Berapa ribu rakyat Indonesia mati karena politik Inggris mengadudomba Jepang dengan rakyat Indonesia.

SI TOKE : Sebenarnya Republik Indonesia bisa, wajib, dan berhak melucuti senjata Jepang. Itu mulanya dilakukan oleh rakyat Indonesia di Surabaya, Yogyakarta, Magelang, Bandung, dan Malang. Semuanya bisa berjalan baik, kalau di belakangnya Inggris tidak memerintahkan Jepang menggempur rakyat Indonesia.

SI PACUL : Lagipula Inggris katanya cuma mau melayani orang tawanan Eropa! Tetapi apa yang dikerjakannya? Inggris memasukkan Nica bersenjata lengkap dari luar negeri buat menghancurkan Republik Indonesia. Dia memakai organisasi damai seperti Palang Merah dan RAPWI buat mempersenjatai dan mengerahkan tawanan Belanda buat menyerang rakyat Indonesia di mana-mana.

SI TOKE : Satu kali Inggris duduk di satu tempat, di sana Nica keluar, memperkosa merampas harta dan menembaki rakyat Indonesia. Apalagi tempat itu kacau, karena rakyat Indonesia melawan, maka Inggris adakan pemerintah militer. Ini artinya membatalkan pemerintah Republik.

SI PACUL : Jadi teranglah sudah maksud Inggris yang sebenarnya ialah: Duduki satu kota Indonesia, keluarkan Nica buat mengacau dan adakan pemerintah militer. Kalau semua tempat penting sudah diduduki tentara Inggris, ketentraman tercapai, maka dari kantongnya imperialisme Inggris akan dikeluarkan bonekanya, yakni Nica. Sesudah beres maka kapitalis kebun, minyak, dan pabrik Inggris akan kembali ke Indonesia menguasai arah-arahnya hasil Indonesia dan menguasai hasil itu sendiri, lebih dari sebelum masa perang. Bersama dengan jagoannya Belanda maka rakyat Indonesia akan diperas, ditelanjangi, dan ditendangtendang buat membangunkan negeri Belanda dan Inggris yang jatuh ke lembah kemiskinan dan kemelaratan itu.

SI GODAM : Bajing itu bisa hilang bulunya, tetapi tak akan hilang nafsunya buat mencuri kelapa. Selama giginya ada, tak ada kelapa yang boleh dipercayakan kepadanya. Muslihat yang benar ialah mencabut giginya atau memotong lehernya sama sekali.

SI PACUL : Perumpamaan lagi. Pastikan saja!

SI GODAM : Selama peraturan ekonomi, politik, dan sosial Inggris masih seperti sekarang, yaitu kapitalis, selama itulah pula nafsunya buat menjajah negara lain bergelora. Imperialisme Inggris bisa pura-pura jujur kalau ada “pelor” di depan dadanya. Persis seperti kucing patuh jinak selama ada tongkat di depannya. Begitu juga Belanda.

SI PACUL : Betul sekali ususnya prajurit Inggris dan Belanda tak kuat menghadapi pelor Jepang pada peperangan di Malaka dan Indonesia. Sekarang pun ususnya kendor kalau bertemu muka dengan prajurit Indonesia. Golok atau bambu runcing saja sudah membikin serdadu Inggris atau Nica gementar seperti tikus melihat kucing. Belum pernah tentara Inggris atau Nica dalam perjuangan seorang lawan seorang. Tetapi dalam tank baja dan kapal udara yang terbang tinggi mereka amat berani.

SI GODAM : Tetapi muslihat kita tak bersandarkan senjata lahir semata-mata.

SI PACUL : Apa senjata muslihat kita?

SI GODAM : Pertama keyakinan dan konsekuensi. Syarat adanya Republik Indonesia terletak semata-mata atas kemauan rakyat Indonesia saja. Pengakuan negara lain tiadalah menjadi syarat adanya republik kita. Melainkan syarat buat berhubungan baik dengan negara lain. Berhubung dengan sahnya Republik Indonesia menurut keyakinan kita, maka diplomasi kita mesti dipusatkan pada daya-upaya lahir dan batin memberi keyakinan pada dunia lain, bahwa kita mau dan bisa berlaku sebagai satu Negara Merdeka yang mempunyai “kehormatan atas diri sendiri”.

SI PACUL : Jadi dengan berpikir, berkata, dan berlaku seperti orang merdeka, kita bisa merebut hati, simpati, persetujuan, dan pengakuan Rakyat Merdeka atau Rakyat yang mau Merdeka di dunia luar.

SI GODAM : Tepat Cul! Bukan dengan sikap masa bodoh dengan tipuan dan kecerobohan negeri asing “Kalau sudah ditipu terus percaya. Sudah ditendang terus minta terima kasih”. Sikap budak semacam itu tidak akan mendapatkan pengakuan sebagai negara merdeka, melainkan sebagai budak, lagipula persetan sama putusan Sekutu, yang tidak diketahui apalagi disetujui oleh rakyat Indonesia, nyata pula negara besar seperti Rusia, Tiongkok, dan Amerika tiada menyetujui tindakan Inggris, perfide Albion itu. Diplomasi Indonesia Merdeka bukanlah diplomasi mengemis dan menerima! Diplomasi berjuang dan merebut, itulah diplomasi kita.

II. Kemungkinan

SI GODAM : Laba rugi dalam suatu perjuangan itu memang mesti diakui lebih dulu sebelum perjuangan itu dilakukan.

SI PACUL : Bagaimana kemungkinan itu buat kita, Dam?

SI GODAM : Kemungkinan itu mesti dihubungkan dengan beberapa perkara yaitu: 1. perkara bumi iklim (geografi) 2. keadaan internasional 3. cacah jiwa (man power) 4. kebatinan (moral) 5. kemiliteran 6. kecerdasan 7. disiplin 8. persatuan 9. organisasi

SI TOKE : Jadi semuanya ada 9 (sembilan) perkara yang mesti kita periksa.

SI GODAM : Sebenarnya lebih! Tetapi buat sementara cukuplah yang 9 itu. Maksud kita dalam brosur ini juga bukan mengadakan penyelidikan yang sempurna. Melainkan buat memberi petunjuk sekadarnya saja. Penyelidikan yang lebih dalam dan lebih luas boleh diadakan di lain tempat dan di lain tempo.

SI PACUL : Cobalah periksa perkara itu satu persatunya.

SI GODAM : Dalam garis besarnya boleh dikatakan bahwa empat perkara yang bermula menguntungkan kita. Tetapi dalam 5 perkara di belakang kita banyak mempunyai kelemahan. Untunglah pula kelemahan itu bisa dilenyapkan sama sekali, asal saja kita mengerti dan mau.

SI TOKE : Mulailah memeriksa!

SI GODAM : Tidak perlu diperpanjang lagi bahwa bumi iklim membantu kita dalam perjuangan. Bumi iklim kita membiarkan padi, ubi, sayur tumbuh 12 bulan dalam setahun. Jadi terus-menerus. Sedangkan di hawa dingin, gandum, sayur itu dibiarkan tumbuh dalam enam bulan saja. Jadinya tak perlu mengadakan persiapan selama enam bulan bumi beristirahat. Sambil berjuang, pertanian bisa diteruskan. Pakaian boleh disusutkan kepada sarung dan celana pendek saja. Tak ada musim dingin yang akan mengirim kita ke liang kubur kalau tak berpakaian tebal dari bulu domba. Dalam hal menyesuaikan badan ke hawa kita, sudahlah tentu kita di pihak yang beruntung pula. Sebaliknya musuh yang dari iklim dingin mesti mengadakan persediaan-persediaan makanan, pakaian dll lebih dari kita. Lebih susah pula mereka menyesuaikan dirinya dengan bumi iklim kita yang umumnya panas itu.

SI TOKE : Pendeknya bumi iklim itu, apalagi jendral hujan di bulan duabelas dan satu berada di pihak kita!

SI GODAM : Keadaan Internasional! Walaupun belum begitu terang, karena kabar amat sedikit yang kita terima, tetapi keadaan internasional makin lama makin menguntungkan kita. Dalam garis besarnya dunia sekarang boleh dibelah dua. Pada satu pihak, ialah imperialisme Inggris-Amerika dengan punakawan yang diangkatnya kembali yakni Perancis dan Belanda yang sudah kapok tadi. Pada pihak lain ialah Soviet-Rusia di samping beberapa negara kecil di Eropa yang merasa tertindas dan seluruh bangsa berwarna yang dijajah di Asia dan Afrika. Tetapi imperialisme Anglo- Amerika itu bukanlah kekuatan bulat dan tetap. Dalam badannya sendiri kapitalisme Inggris-Amerika itu terbagi atas dua golongan bertentangan, yakni kaum proletar dan kaum hartawan (borjuis).

SI PACUL : Jadi salahlah pengiraan orang yang membulatkan saja kekuatan kapitalisme Inggris dan Amerika itu.

SI GODAM : Memang salah! Orang yang berpikir secara mesin memang tidak atau kurang sekali memperhatikan pertentangan. Pertentangan itu sehari demi sehari bertambah tajam. Perjuangan Republik Indonesia bukan “tiada” mempengaruhi pertentangan di dunia luar itu. Percayalah bahwa kelanjutan perjuangan Indonesia Merdeka akan memperdalam dan memperluas pertentangan itu. Pertentangan itu mungkin menguntungkan Indonesia.

SI PACUL : Perkara ketiga, cacah jiwa, bagaimana?

SI GODAM : Praktis 70 juta rakyat Indonesia bisa menggerakkan 14 juta orang. Yang paling kuat buat penyerbuan saja ada 7 juta orang. Andaikan musuh bisa memasukkan 200.000 serdadunya ke Indonesia, jadi satu musuh mesti menghadapi 35 orang Indonesia, bulatkan 36 orang. Apa artinya kelebihan bilangan itu?

SI TOKE : Ya, apa artinya man power, kekuatan orang itu?

SI GODAM : Andaikan (buat memudahkan berpikir saja) satu orang Gurkha bersenjata tommy-gun dikepung oleh 35 orang bergolok dan bambu runcing (andaikan orang Indonesia tak mempunyai granat tangan, bom pembakar mitraliur, ataupun bedil atau meriam). Yang punya 35 bambu runcing, yang mengepung satu Gurkha itu bergiliran menurut tiga rombongan. Tiap-tiap hari selama 24 jam perkelahian terus menerus. Apa akibatnya? Prajurit Indonesia bisa tidur dan beristirahat, si Gurkha mesti terus menerus berjaga- jaga. Tiap-tiap rombongan Indonesia yang terdiri dari 12 orang itu bisa bergiliran tiga kali sehari untuk menjaga satu orang Gurkha. Satu giliran 12 orang cuma selama 6 jam. Jadi tiap-tiap giliran, maka 12 orang Indonesia cuma perlu bertempur 8 jam saja dan kelak bisa 16 jam sehari mengaso atau tidur. Sedangkan satu Gurkha satu Inggris atau satu Nica mesti terus menerus 24 jam sehari menjaga 12 golok! Satu hari bisa berjalan dengan beres. Tetapi jika sampai dua atau tiga hari si Gurkha, Ingggris atau Nica terus menerus menjaga 12 tombak atau golok, maka mereka bisa mati, karena momok golok saja.

SI PACUL : Memang begitu dalam teori! Dan teori itu penting!

SI GODAM : Kalau teori itu dijalankan dengan kecerdasan mesti ada akibatnya yang baik. Perkara keempat, kebatinan tak perlu dituturkan panjang lebar. Laki perempuan, tua muda, orang Indonesia sekarang tak kalah lagi dengan rakyat yang serevolusinya di dunia ini di zaman manapun juga. Jadi empat perkara di atas yang amat penting sekali berada di pihak kita! Memang empat perkara itu lebih susah merombaknya, seandainya empat perkara itu tidak berada di pihak kita. Karena keempat perkara itu, terlebih tiga perkara pertama, adalah di luar kekuasaan kita (lebih obyektif).

SI PACUL : Apa artinya di luar kekuasaan kita?

MR. APAL : Memang tak bisa kita mengubah bumi iklim, keadaan internasional, dan cacah jiwa itu, yaitu secara lekas dan langsung.

DENMAS : Memang syukurlah semuanya itu ada di pihak kita. Perkara keempat itu, kebatinan, kalau buat seorang saja memang bisa diubah. Tetapi kalau untuk 70 juta manusia tentulah mustahil bisa diubah dalam sehari, sebulan, ataupun setahun. Kini kebatinan itu pun ada di pihak kita.

SI PACUL : Sekarang cobalah selidiki 5 perkara yang tiada di pihak kita itu!

SI GODAM : Bukan sama sekali di pihak kita. Jangan kau salah mengerti, Cul. Sebagian ada di pihak kita. Tetapi memang kurang! Jadi perkara kelima, kemiliteran: kurang menyenangkan. Pertama, opsir yang sungguh menerima ilmu kemiliteran amat kurang sekali. Tetapi nyata di mana ada, opsir itu bisa dipakai. Walaupun “dai-dancho” cap Jepang cuma mendapat latihan beberapa bulan saja, tetapi sudah terbukti bisa dipakai dengan hasil memuaskan. Opsir rendahan latihan Jepang juga amat memuaskan. Apalagi prajurit biasa! Beberapa prajurit biasa yang sudah pecah sebagai ratna! Sungguh menggembirakan dan memberi harapan besar buat tentara Republik Indonesia di hari depan.

SI TOKE : Aku pikir begitu juga. Sudah 22 hari sampai sekarang kita bisa tahan serangan serentak dari darat, laut dan udara Inggris. Dengan pompa air saja dulu Belanda bisa mengacau- balaukan rakyat berkumpul. Teruskan Dam!

SI GODAM : Latihan juga amat pendek. Tetapi juga memuaskan. Yang tidak memuaskan tentulah persenjataan. Di laut kita tak berdaya. Di udara kita tak bisa bikin apa-apa. Terhadap mortir, tank, dan kereta baja kita dengan keberanian luar biasa saja bisa mendapat satu dua kemenangan. Pabrik senjata kita tak punya. Kita belum bisa bikin tank, meriam, kapal perang, dan kapal terbang.Walaupun ada barang kita buat dijual kita tak punya hubungan dengan dunia luar buat jual beli.

DENMAS : Memang semua itu masih terlampau kurang! Tetapi senjata penting buat rakyat, yang sudah mulai kita bikin sendiri.

SI TOKE : Perkara keenam, kecerdikan, bagaimana?

SI GODAM : Bukti saja! Ketika Nica bersarang dan menyerang di Kebayoran, maka berduyun-duyun rakyat Banten datang menyerbu. Mereka datang dalam rombongan, biasanya dikepalai oleh seorang Kyai. Tetapi satu rombongan sampai di Kebayoran menyerbu menang dan usir musuh dari bentengnya. Rombongan menang tadi kembali ke desanya dan tinggalkan benteng begitu saja. Kemudian Nica itu masuk kembali. Pasukan lain dari Banten datang pula menyerbu, menang...... kembali ke desa. Nica kembali! Demikianlah seterusnya, tak ada pergabungan (koordinasi) di antara pasukan dan pasukan kita. Tak pula ada “rencana” yang mesti pasti dijalankan dengan tanggung jawab yang pasti dan serempak.

MR. APAL : Sungguh banyak contoh yang membuktikan kekurangan kita dalam hal “kecerdikan” menyusun dan mengerahkan tenaga dan senjata peperangan itu. Di sini kita bisa mengadakan perubahan besar.

SI GODAM : Disiplin! Tentulah ini jiwanya suatu organisasi dan perjuangan. Tak perlu kita panjangkan uraian ini. Disiplin itu mesti berupa hubungan bapak dan anak, kakak dan adik. Tetapi bagaimana juga sifat disiplin itu mesti ada! Perintah dari pimpinan itu mesti dijalankan dengan baik. Kalau tidak mesti timbul kekacauan. Tiap orang akan bertindak sendiri-sendiri menurut tempo, tempat, dan cara yang ditentukan masing-masing. Perkara tata tanggung jawab, perkara memberi dan menerima perintah, perkara menjatuhkan dan menerima hukuman (disiplin) masih banyak sekali yang mesti diperhatikan. Tetapi dengan kelemahan disiplin kita itu, heran juga kita melihat hasil perjuangan yang begitu mengagumkan. Apalagi pula kalau disiplin itu dipererat. Perlukah sekarang saya rundingkan perkara kedelapan, persatuan?

SI TOKE : Dalam garis besarnya perlu juga! Persatuan yang rapi antara pulau dan pulau amat terganggu. Itu tak mengherankan. Kita tak mempunyai armada yang kuat menjaga persatuan itu. Alangkah kuatnya Indonesia kalau armada buat memelihara persatuan itu ada! Sekarang persatuan Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku cuma dalam batin saja. Seberang yang sana jiwa hasratnya dengan Jawa dengar dari jauh bagaimana Jawa bertindak dan ambil pula tindakan semacam itu. Rencana bersama dibikin bersama dan dijalankan bersama serentak tak bisa dilakukan sekarang! Jangankan persatuan antara seberang dan Jawa! Antara provinsi dan provinsi saja di Jawa ini, malah antar daerah dan daerah (keresidenan) masih banyak kekurangan. Yang tak kurang menyedihkan pula ialah persatuan berembuk dan bertindak antara jabatan Negara. Kurang adanya persatuan Pemerintah Pusat dan Rakyat. Kurang persatuan Pemerintah Pusat dan Provinsi atau Daerah. Kurang persatuan antara Jabatan Politik. Jabatan Pertahanan Perekonomian di pusat, di provinsi ataupun kota.

SI PACUL : Sesudah kau sebut semuanya itu menjadi kusut hatiku, Dam. Akupun bisa tambah dengan beberapa contoh. Betapa tipisnya semangat kerja sama di antara awak sama awak. Belakangan ini ada penyakit baru: curiga mencurigai, tuduh menuduh, dan tangkap menangkap, culik menculik.

SI TOKE : Memang itu kemenangan musuh sampai sekarang! Daerah yang diduduki hampir tak ada artinya selama kita bersatu. Tetapi kalau racun perpecahan itu terus bermaharajalela di dalam barisan kita, maka akan berlaku kebenaran pepatah: “Bersatu kita kokoh berpecah kita roboh.”

MR. APAL : Mata-mata musuh itu memang satu bahaya yang mesti dibasmi. Tetapi janganlah “kecurigaan semata-mata” (kecurigaan melulu) yang menjadi dasar penyelidikan. Dasar kecurigaan melulu itu dari seseorang ke orang lain, tentulah menimbulkan kecurigaan si lain itu terhadap seseorang tadi pula, begitulah tak akan ada lagi orang yang percaya pada yang lain malah pada dirinya sendiri. Dalam hal itu kecurigaan menjadi penyakit yang tak terbasmi lagi dan memudahkan pekerjaan musuh yang selalu mengintai-intai saja, buat mengadudomba awak sama awak. Akhirnya kita sama kita akan bertempur seperti di zaman lampau.

SI TOKE : Bagaimana membasmi penyakit curiga mencurigai itu?

MR. APAL : Beranikanlah hati melihat tiap-tiap warga itu sebagai teman seperjuangan. Tenangkan pikiran menghadapi “bukti” yang dituduhkan terhadap seseorang Indonesia, apalagi kalau ia seorang yang pernah atau sedang bertempur di garis depan atau seorang pemimpin. Pisahkanlah tuduhan seseorang yang maksudnya cuma menaikkan diri sendiri dengan jalan menurunkan orang lain! Periksalah semua tuduhan dengan teliti. Baru kalau sah buktinya, jatuhkan hukuman yang sepadan dengan kesalahannya. Cuma kalau seorang Indonesia dalam suatu pertarungan mengerjakan pekerjaan penghianat maka dia dilayani secara kita melayani pengkhianat dengan tangkas dan hebat. Jika masih ada tempo mesti diadakan pemeriksaan yang seksama, sekali-kali kehormatan si tertuduh tak boleh diganggu.

DENMAS : Memang kita bertarung buat kehormatan Indonesia sebagai bangsa dan negara. Marilah lebih dahulu kita menghormati tiap-tiap warga negara republik, malah tiaptiap manusia!

SI PACUL : Delapan perkara sudah kau ajukan Dam! Kurasa betul bahwa empat perkara yang amat menguntungkan kita ialah: perkara bumi iklim, keadaan internasional, cacah jiwa, dan kebatinan. Benarlah pula bahwa lima perkara di belakangan, yakni perkara “kemiliteran, kecerdasan, dan organisasi” masih belum memuaskan sama sekali.

SI TOKE : Tetapi Godam, belum lagi engkau menguraikan organisasi.

SI GODAM : Sebenarnya perkara organisasi berseluk beluk juga dengan kemiliteran kita, kecerdasan, disiplin, dan persatuan. Berhubung dengan itu, maka kelemahan yang masuk dalam empat perkara tersebut masuk juga ke dalam kelemahan organisasi. Lagipula organisasi itu mengandung banyak perkara lain-lain yang amat penting artinya buat perjuangan. Sebab itu baiklah berikan pemandangan teristimewa tentang organisasi itu.

III. Organisasi

SI PACUL : Organisasi juga kita sebut susunan, bukan? Apa bentuknya organisasi kita itu dan apa isinya, Dam?

SI GODAM : Kita sekarang dalam masa perperangan yang tidak dipermaklumkan! Tetapi tetap peperangan tulen, peperangan modern. Jadi bentuk yang cocok dengan keadaan ialah “Organisasi Rakyat Berjuang”. Isi susunan kita ialah “tuntutan perjuangan” kita pertama: MERDEKA 100%. Terus sesudah merdeka 100% mendirikan masyarakat sosialistis berdasarkan industri berat nasional.

SI TOKE : Jadi dua tingkat itu mesti dipisahkan? Dalam tingkat pertama, seperti sekarang berada dalam perjuangan merebut MERDEKA 100 % begitukah?

SI GODAM : Benar, mesti dipisahkan, tetapi tak bisa diceraikan. Apa yang dimaksudkan pada tingkat kedua itu, sebagiannya sudah boleh malah mesti dijalankan pada tingkat pertama.

SI PACUL : Apakah Organisasi Rakyat Berjuang menghadapi tiga negara itu, sesudah maksud kita tercapai akan terus berdiri, atau akan ditukar dengan susunan lain?

SI GODAM : Cul, jauh benar perginya pertanyaanmu itu. Boleh kujawab bahwa dalam tingkat berjuang buat MERDEKA 100% itu “seluruh” Rakyat Pemberontak patut disusun dalam satu “KALANGAN” (platform). Dalam masa MERDEKA 100% boleh jadi tak semua anggota patut mau atau bisa dalam Organisasi Rakyat Berjuang tadi. Barangkali, bahkan mestinya ada anggota yang tak cocok sama sosialisme, atau tak cukup kuat iman buat mendirikan Industri Berat Nasional. Dalam hal itu, kalau perlu dan tak merugikan Indonesia Merdeka, biarlah sebagian itu keluar dari Organisasi Rakyat Berjuang dan mendirikan partai baru. Tetapi begitu perkara nanti. Saya pikir dalam pancaroba sekarang dan sepuluh tahun atau lebih sesudah Indonesia Merdeka 100%, maka paling baik kalau di Indonesia cuma ada satu “Partai Murba” saja. Putusan bisa lekas diambil dan kesalahan bisa lekas diperbaiki, percekcokan satu partai dengan partai lain seperti dalam negara berparlemen bisa dihindarkan. Semakin kurang percekcokan, semakin lekas mengambil keputusan dan semakin cepat menjalankan suatu putusan dan memperbaiki sesuatu kesalahan, semakin lekas sampainya Indonesia Merdeka ke zaman KEAMANAN. Seperti sudah saya bilang di tempat lain, “Keamanan” itu baru mungkin ada sesudah Indonesia Merdeka memiliki dan menyelenggarakan sendiri Industri Berat Nasional.

SI PACUL : Terlampau panjang kau bicara ini kali, Dam. Tunggu dulu! Kuulang sekali lagi.

SI TOKE : Ya, ulang lagi, Cul. Aku juga bingung!

SI PACUL : Pertama sekali rupanya Dam, masa (periode) perjuangan kita kau bagi dalam dua tingkat besar! Pertama menuju ke arah MERDEKA 100%. Kedua menuju ke arah keamanan, ialah ber-Industri Berat Nasional.

SI GODAM : Benar, Cul itu sudah kusebut lebih dahulu! Mendirikan Industri Berat Nasioal itu masih kuhitung sama berjuang.

SI PACUL : Memang sudah kau sebut Dam. Tetapi perlu diulangi lagi buat titik melompat. Jadi Dam, kedua engkau bedakan pula arti “Kalangan” dan Partai. Rupanya “Kalangan” itu ialah medan perjuangan beberapa golongan masyarakat yang dalam arti khusus mempunyai berlain-lain hasrat, tetapi dalam arti umum mempunyai satu hasrat saja, ialah Indonesia Merdeka 100%.

SI GODAM : Seperti biasa engkau jitu Cul! Boleh juga dibilang engkau itu ahli mamah! Gampang sekali engkau mengartikan dan melaksanakan sesuatu paham.

SI PACUL : Lu, Dam! Aku bukannya lembu atau kambing Dam! Buat meneruskan golongan tadi, bukanlah Denmas masuk golongan Ningrat? Sekarang Denmas ingin Merdeka 100%, tetapi sesudah Merdeka 100% itu bukanlah Denmas mengidamkan suatu “Kerajaan”?

DENMAS : Jangan begitu Cul! Aku juga akan menyokong pemerintah proletar! Malah aku akan ikhlas memulangkan semua tanahku kepada proletar tanah.

SI PACUL : Kupegang perkataan itu Denmas! Aku tahu engkau jujur. Tetapi bagaimana golonganmu, golongan ningrat umumnya? Kuteruskan pula! Mr.Apal tentu keberatan atas konfiskasi (penyitaan) Perusahaan Bangsa Asing yang sudah memerangi kita yang membunuh perempuan dan anak-anak kita yang tak berdosa itu?

MR. APAL : Asal jangan membahayakan kedudukan kita sebagai negara merdeka, akupun tak keberatan menyita perusahaan asing yang ceroboh memerangi rakyat Indonesia!

SI PACUL : Kupegang pula perkataan itu, Mr. Apal. Kuharap semua golongan tuan akan menyetujui politik sitaan itu. Walaupun begitu, bukanlah mungkin banyak di antara kaum cerdas (intelek) dan borjuis umumnya yang ngeri menghadapi politik “sitaan” itu?

MR. APAL : M u n g k i n !

SI PACUL : Toke, sekarang buat engkau! Bukankah ada di antara golongan tengah yang tak akan cocok dengan diktator proletar? Artinya itu kalau perlu kaum proletar mesin dan tanah sementara tempo mengadakan pemerintahan berdasarkan “kediktatoran” dari kelas proletar mesin dan tanah. Saya bilang kalau perlu.

SI TOKE : Kalau buat saya Cul, apa saja pemerintahan kuterima. Asal cocok dengan keamauan golongan rakyat yang bertambah dalam negeri dan bisa membawa kita ke arah Merdeka 100% dan Indonesia Merdeka ber-Industri Berat Nasional.

SI PACUL : Percaya aku akan perkataanmu, Kek! Tetapi tak semua golongan kaum tengah berpaham seperti kau. Mungkin banyak yang tak setuju dengan pahammu itu.

SI TOKE : M u n g k i n !

SI PACUL : Mungkin juga setelahnya Indonesia Merdeka 100%, engkau Kek, malah bersama Mr. Apal dan Denmas, tak mengucapkan merdeka lagi kepadaku dan kepada Godam... dan terus jalan perpisahan atau..... (Denmas, Mr. Apal, Toke serentak memprotes!).

SI GODAM : Cul, gara-garamu itu baik jangan diteruskan. Bisa mendatangkan salah paham. Kembalilah kau pada pembicaraan bermula.

SI PACUL : Aku tahu Toke, Denmas, dan Mr. Apal orang jujur. Sebab itu pula kuberani bergara-gara. Pendeknya dengan mereka seperti yang hadir sekaranglah kita membikin satu Kalangan. Jadi Kalangan itu mengikat golongan ningrat, borjuis proletar mesin dan tanah yang berhasrat Indonesia Merdeka 100%. Bukanlah begitu maksudmu, Dam? Hasrat “Kalangan” ini ialah HASRAT PERSAMAAN di antara beberapa golongan rakyat. Berbeda dengan hasratnya satu partai yang biasanya mengenai hasratnya satu golongan saja. Saya bilang biasanya, umpamanya kelas proletar saja atau kelas borjuis saja. Bukan begitu, Dam?

SI GODAM : Tepat, Cul, benar pak!

SI TOKE : Jadi kita perlu satu “Kalangan” di masa berperang ini dan “mungkin” memakai satu partai saja di zaman pembangunan Industri Berat Nasional.

SI PACUL : Sekarang bagi kita yang berada dalam peperangan melawan tiga negara ini (2 Desember 1945), seandainya “sudah mempunyai satu Kalangan Rakyat Berjuang”, apalagi yang penting, Dam?

SI GODAM : Yang paling penting tentulah kontak, yakni ikatan erat di antara kalangan tadi dengan Rakyat Murba. Kalau ikatan itu tak ada atau kalau ada tetapi tidak erat, maka pada suatu perjuangan mungkin kalangan tadi berada jauh di depan rakyat. Atau jauh di belakang rakyat. Itu berbahaya sekali. Hal ini mesti disingkiri.

SI PACUL : Tentu begitu! Kalau Rakyat Murba terlampau ke muka, karena kalangan berada terlalu di belakang, atau sebaliknya kalau Rakyat Murba terlampau di belakang karena kalangan terlampau di depan, maka itu berarti Rakyat Murba tak mempunyai pimpinan yang dibutuhkan. Rakyat Murba dalam hal itu gampang terjerumus!

SI TOKE : Bagaimana mengadakan ikatan yang erat itu?

SI GODAM : Carikan besi berani yang menarik dan mengikat dirinya dengan besi lain!

SI PACUL : Perumpamaan lagi, Dam. Bilangkan yang pasti nyata saja!

SI GODAM : Carilah sesuatu tuntutan yang bisa mengikat pikiran perasaan dan kemauan, pendeknya yang oengikat juga Rakyat Murba.

SI PACUL : Di desaku, Pak Kyai memajukan perang sabil!

SI TOKE : Kaum pedagang ingin berparlemen!

MR. APAL : Memang Badan Perwakilan Rakyat itu dirasakan betul oleh Rakyat.

SI GODAM : Ada tuntutan lahir yang tarikannya kuat seperti besi berani. Buat proletar tani, apa tuntutan yang lebih menarik daripada “tanah”?

SI PACUL : Tanah buat yang tak punya tanah, tentulah nasi buat yang lapar.

SI GODAM : Kita percaya kepada idealisme. Tetapi idealisme itu mesti berdasarkan materi, yakni benda dan kenyataan. Nasi itu adalah benda yang nyata. Bisakah orang berpikir kalau perut lapar? Apakah tuntutan berupa hak lahir yang nyata?

SI PACUL : Benar pikiranmu, Dam. Tetapi apa tuntutan yang nyata buat golongan proletar mesin yang mengambil bagian besar dalam perjuangan kita ini?

SI GODAM : Di masa damai tuntutan proletar pada masyarakat kapitalistis tentulah: naik gaji, kurang lama kerja, perbaikan rumah dll, berkumpul bersidang, dan sebagainya. Tetapi sekarang semua perusahaan besar di daerah Republik sudah dimiliki oleh Republik, oleh kaum proletar sendiri. Tuntutan proletar cuma campur mengurus produksi dan distribusi. Kalau kelak Negara Republik Indoensia itu berdasarkan proletaris sudahlah tentu kaum proletar yang akan menguasai produksi dan distribusi. Negara Republik Indonesia niscaya akan berdasarkan proletaris, kalau kaum proletarlah yang menjadi pelopor pergerakan kemerdekaan ini. Di Surabaya memang proletar mesinlah yang paling terkemuka dan paling tahan dalam semua perjuangan yang seru sengit.

SI PACUL : Jadi apakah tuntutan proletar di masa perang ini?

SI GODAM : Tuntutannya yang langsung tentulah terutama politik. Yaitu menuntut dicabutnya kembali tentara asing manapun juga. Baru tuntutan yang lain-lain bisa dijalankan. Baru kota dan pabrik yang sekarang di tangan musuh itu bisa dimiliki dan diselenggarakan oleh kaum proletar.

SI TOKE : Tuntutan “menyuruh mencabut kembali Tentara asing manapun juga” tentulah dirasa oleh semua golongan rakyat Indonesia. Jadi tuntutan ini boleh jadi tuntutan “kalangan”. Artinya dirasakan oleh semua golongan dalam kalangan.

SI GODAM : Ada beberapa tuntutan lain dan akan dirasa, yang bisa mengikat kemauan pikiran dan jiwa semua golongan rakyat yang memberontak.

MR. APAL : Baik susun saja nanti semua tuntutan itu sebagai Program Kalangan Rakyat Berjuang, dalam bagian teristimewa.

SI PACUL : Betul begitu. Cuma terangkanlah Dam, apa lagi yang kau rasa penting buat organisasi.

SI GODAM : Banyak lagi Cul! Cuma saya takut, kalau pembicaraan ini akan terlampau panjang dan membosankan.

SI PACUL : Kalau perlu diperpanjangkan, apa boleh buat, kita mesti cukup mengerti semua perkara yang berhubungan dengan organisasi itu.

SI GODAM : Sekarang “kalangan” sudah ada, tuntutan nyata sebagai “tali pengikat” sudah diketahui juga. Bagaimana pula sekarang mengikat rakyat Murba dan di mana ditaruh “tampuk murba”, yang memperhubungkan kalangan dan Rakyat Murba itu?

SI PACUL : Yang kau maksudkan dengan tampuk itu tentulah “sel” bukan?

SI GODAM : Betul Cul! Saya sebut tampuk buat menggambarkan bahwa Murba itu seolah-olah buah dan tampuk itu adalah sangkutan. Di situlah tali ikatan yang dibentangkan dari kalangan tadi disangkutkan.

SI PACUL : Bagus perumpamaanmu Dam, tetapi kurang nyata bagi saya.

SI GODAM : Begini Cul! Kalangan tak perlu dan tak mungkin bisa berhubungan langsung dengan rakyat Murba seluruhnya. Dia bisa cari beberapa orang jujur aktif pada tiap-tiap golongan Murba. Umpamanya di golongan pekerja beberapa orang itu bisa didapat dalam pabrik besi atau bengkel, di tambang arang atau minyak. Dua tiga orang jujur aktif itulah yang sel, yang tampuk. Dengan perantaraan dua tiga orang sebagai tampuk di kota Surabaya itu umpamanya bisa dimajukan tuntutan nyata. Dengan begitu seluruh perusahaan besi bisa bergerak, maju menyerang. Dengan dua tiga orang pada tampuk bisa perusahaan besi di Surabaya dikerahkan. Boleh jadi perusahaan besi mempelopori seluruh buruh Surabaya, pekerja minyak, listrik, kereta, dll. Baiklah pula tampuk itu dibikin di perusahaan lain di kota Surabaya itu, seperti di perusahaan minyak dan lain-lain tadi.

SI PACUL : Kalau begitu di golongan kaum tani perlu pula diadakan tampuk menurut tingkatan milik proletar tani (proletar tulen, setengah proletar, tani kecil [melarat] tani tengah dan besar).

SI TOKE : Di antara golongan kecil dan menengah majikan kecil dan tengah (besar tak ada atau tak berarti di Indonesia) mestinya ada pula tampuk!

SI GODAM : Jadi kalau sudah ada tampuk dalam golongan proletar mesin, proletar tanah, dan perusahaan kecil dan menengah maka dengan tuntutan nyata sewaktu-waktu Kalangan Rakyat Berjuang itu bisa memanggil dan mengerahkan rakyat Murba.

SI PACUL : Jadinya ikatan itu cuma dalam tempo menyerang musuh saja.

SI GODAM : Tepat pertanyaanmu, Cul! Tentulah tidak dalam waktu berjuang saja mesti ikatan itu ada. Dalam masa persiapan pun itu mesti ada.

SI PACUL : Apa ikatan itu di masa persiapan, di masa damai?

SI GODAM : Di waktu persiapan mesti ada selalu hubungan langsung antara Pusat Kalangan dengan Cabang dan tampuk di pabrik, bengkel, kebun, atau desa. Yang menghubungkan ialah “putusan” yang diambil oleh pusat yang mesti dilakukan oleh Cabang dan Tampuk. Sebaliknya pula mesti ada kritik dan usul dari pihak Tampuk dan Cabang ke Pusat. Kritik dan usul pun adalah perkara yang memperhubungkan Cabang atau Tampuk dengan Pusat. Putusan di atas mesti diambil sesudah mendengarkan kritik dan usul dari bawah dan dari para teman pengurus pusat. Apabila suatu putusan yang diambil secara demokratis, dalam hal berunding dan mengkritik, dimajukan ke Bagian Dalam Pusat ataupun ke Cabang dan Tampuk, maka wajiblah putusan itu dilakukan dengan jujur, teliti, dan rajin.Walaupun putusan yang sah demokratis itu tidak disetujui oleh suara terkecil (minority), maka wajiblah suara terkecil itu menjalankan putusan yang sendirinya tiada disetujui itu.

MR. APAL : Memang putusan dari suara terbanyak atas perundingan yang demokratis itu wajib dijalankan oleh seluruh anggotanya. Atas yang tiada menjalankan atau menyabot putusan itu mesti dijalankan disiplin. Kalau seorang dalam suatu perkumpulan cuma menjalankan suatu putusan yang dicocokinya sendiri saja maka kumpulan semacam itu tak mempunyai kekuasaan apa-apa.

SI PACUL : Mengertilah saya maksudnya disiplin dalam Kalangan Rakyat Berjuang itu. Apakah sudah habis perkara penting yang mesti dikemukakan?

SI GODAM : Mesti nyata, dirasa oleh pendengar. Dengan begitu siaran itu bisa membangunkan pikiran dan seluruh jiwa pendengar. Buat tani, kehidupan tani yang berhubungan dengan tanah, ternak, pekerjaan, dan kewajibannya terhadap negaralah siaran (propaganda) yang nyata bisa dirasa. Buat proletar mesin kehidupannya sebagai pekerja di samping mesinlah yang mengikat hati dan pekerjaannya. Begitu pula siaran di golongan kaum tengah, kehidupan yang mengikat perhatian dan pikiran sehari-harinyalah pula yang mesti dijadikan syarat-syarat siaran itu.

SI PACUL : Pendeknya terhadap Murba siaran yang nyata terasalah yang mesti kita lakukan. Tetapi apa isinya program buat Kalangan Rakyat Berjuang yang kau majukan tadi Dam?

SI GODAM : Baiklah diperundingkan program itu di waktu lain bersama-sama dengan susunan yang cocok dengan Kalangan Rakyat Berjuang itu.

IV. Program dan Susunan Kalangan Rakyat Berjuang

A. PROGRAM

SI PACUL : Bolehkah kita pastikan, bahwa program itu ialah sarinya hasrat kita?

MR. APAL : Tak salah begitu, Cul.

SI TOKE : Cobalah susun sarinya program kita itu Dam!

SI GODAM : PROGRAM KALANGAN RAKYAT BERJUANG itu lebih kurang:

  1. Mendirikan Pemerintah Berjuang oleh rakyat berjuang
  2. Mendirikan Laskar Rakyat
  3. Membagikan tanah pada tani melarat
  4. Melaksanakan hak pekerja mengatur produksi
  5. Melaksanakan Ekonomi Berjuang
  6. Membersihkan Indonesia dari tentara asing
  7. Melucuti senjata Jepang.

SI PACUL : Sedikit penerangan Dam! Baik juga kau batasi Pemerintah itu. Sungguh benar kalau kau sebut Pemerintah Berjuang. Pemerintah yang tiada berjuang bersama-sama dengan rakyat yang sedang berjuang itu adalah pemerintah yang mengharapkan hadiah dari atau kompromis dengan imperialisme ceroboh! Pemerintah berjuang itu mesti dipilih oleh rakyat berjuang pula. Mereka yang menunggu-nunggu kemenangan Inggris-Nica tiada berhak memilih Pemerintah Berjuang itu.

SI GODAM : Sebetulnya begitu Cul!

SI TOKE : Jadi Laskar Rakyat itu maksudnya ialah Laskar Rakyat Berjuang yang dipimpin oleh Pemerintah Rakyat Berjuang tadi. Laskar Rakyat itu mestinya lepas sama sekali dari pimpinan atau pengaruh semangat yang ingin “kompromis” atau takluk bertekuk lutut.

SI GODAM : Begitulah, Kek.

SI PACUL : Pembagian tanah itu ada sedikit sulit, Dam. Kepada siapa terutama dibagikan tanah itu? Apakah tanahnya ningrat juga sekarang mesti dibagi-bagikan?

SI GODAM : Dasar pembagian itu dalam garis besarnya yang berpunya kelebihan dikurangkan sampai cukup buat dirinya sendiri, buat dikerjakan sendiri. Yang kekurangan ditambah sampai cukup buat dikerjakan sendiri. Di mana ada satu golongan yang mau memiliki tanah itu bersama dan menyelenggarakan bersama, kemauan golongan itu harus dibantu.

SI PACUL : Jadi yang pertama mesti dikasih tanah ialah proletar tani, ialah tani yang tak punya tanah sama sekali. Kedua yang punya setengah cukup. Ketiga yang cukup, tetapi sederhana saja. Tapi tanah siapa yang mesti dibagibagikan itu?

SI TOKE : Sekarang engkau dapat bagian, Denmas.

DENMAS : Aku? Aku tidak keberatan!!

SI GODAM : Tanah Ningrat biasanya tak luas!

SI PACUL : Seandainya ada yang luas?

SI GODAM : Kalau Ningrat yang bertanah luas itu menentang Republik dan seorang kaki tanganya Nica, baiklah tanahnya dibagi-bagi.

SI TOKE : Semuanya tanah kapitalis asing dibagi-bagi pulakah?

MR. APAL : Memang patut kebunnya Inggris-Belanda yang sudah memerangi rakyat Indonesia itu disita saja. Mereka sudah memerangi kita dan mengambil puluh ribuan jiwa rakyat kita.

SI PACUL : Jadi kalau kita mengambil harta bendanya kapitalis ceroboh itu, yang sebenarnya tanah kita sendiri dan diusahakan oleh tenaga kita sendiri, pekerjaan kita itu tidak berlawanan dengan aturan internasional. Bukankah satu negara yang memerangi negara lain hartanya disita oleh negara lain itu?

SI GODAM : Siasat pembagian tanah itu mengandung dua maksud. Pertama, sebagai siasat kemakmuran. Ialah satu siasat yang dijalankan dengan maksud menambah kemakmuran. Dalam masa berjuang inipun hasil itu tak boleh dikurangkan. Kedua sebagai siasat memberontak. Apabila tanah itu diterima dan dikerjakan oleh seorang penentang imperialisme ceroboh maka pada ketika itulah pula dia menjadi seorang prajurit perjuangan yang taat setia pada kemerdekaan. Buat dia kemerdekaan itu berarti harta benda yang diperolehnya itu, yang mesti dipertahankan mati-matian. Kehilangan Kemerdekaan Indonesia buat dia berarti kehilangan mata pencaharian, yang sudah dipegangnya dan diselenggarakannya buat dia dan anak istrinya.

SI PACUL : Ringkasnya siasat pembagian tanah itu berwujud kemakmuran dan semangat perjuangan.

MR. APAL : Pabrik, bengkel, tambang, kereta dan lain-lain perindustrian sudah dimiliki oleh Republik. Apakah lagi tindakan yang sekarang mesti diambil?

SI GODAM : Selekas mungkin mereka mesti diberi hak mengatur produksi dan distribusi. Lagipula mereka mesti ditarik ke dalam badan politik, di kota daerah dan negara. Dengan begitu mereka betul-betul menjalankan hak mereka mengatur produksi, distribusi, dan politik. Dengan begitu mereka betul-betul merasakan hak mereka lahir-batin.

SI PACUL : Cuma dalam masa perjuangan ini mesti dipelajari lebih dahulu apa industri yang mesti diteruskan atau ditambah. Perdagangan dengan luar negeri sudah putus. Sebagian besar perindustrian Indonesia sekarang terhenti dengan terhentinya perdagangan dengan luar negeri itu. Perindustrian Indonesia di bawah Belanda didasarkan barang bahan dan barang yang diperniagakan ke luar negeri.

SI TOKE : Jadi perindustrian sekarang mesti dicocokkan dengan keperluan perjuangan saja.

SI GODAM : Tepat Kek. Ini menuntut pemeriksaan yang pertama, serta perundingan dan tindakan yang cepat tepat. Ini berhubungan dengan “Rencana Ekonomi” yang akan dibrosurkan pula. Dengan begitu maka Titik 6, yakni perkara melaksanakan Rencana Ekonomi Berjuang kita tunda ke lain waktu dan lain perundingan.

SI PACUL : Perkara 6, dan 7, yakni membersihkan Indonesia dari tentara asing dan melucuti senjata Jepang adalah akibat yang terdasar pertama oleh timbulnya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus dan kedua, oleh perebutan “agresif ” (ceroboh) dari pihak Inggris dan bonekanya Nica sendiri.

SI GODAM : Hak membalas “perang” dengan “perang” itu adalah cocok dengan hak mutlak dan kehormatan Negara Merdeka. Manusia Merdeka dan Berkehormatan itu juga berhak dan terus balas “jotos” dengan “jotos”. Di dunia hewan cuma anjing yang merangkak kembali kepada tuannya sesudah dipukul. Dalam masyarakat manusia cuma budak yang menerima pukulan dengan tidak melawan. Republik Indonesia Merdeka akan sendirinya terlempar ke jenis “anjing atau budak”, kalau “perang” tidak dibalas dengan “perang” pula. Tak ada pengakuan yang kita, Indonesia Muda, akan rebut dari hati sanubari Negara Merdeka dan Rakyat Merdeka di luar Indonesia.

SI PACUL : Benar! Negara dan Rakyat Merdeka di dunia ini akan jijik melihat sikap kita. Dalam hatinya mereka akan berkata: “Republik” Budak di Indonesia itu sudah sepantasnya “diakui”, tetapi bukan sebagai Negara Merdeka, melainkan sebagai Dominion, Gemennebest atau corak jajahan lain-lain buat diinjak-injak oleh Inggris atau Belanda selama dunia berkembang.

MR. APAL : Memang akibatnya pengakuan kita atas kemerdekaan kita sendiri itu mengandung pengakuan dan kewajiban: “kita sendiri melucuti Jepang”.

SI PACUL : Itu sudah logis dan semestinya.

B. SUSUNAN

SI GODAM : Yang dimaksudkan di sini bukanlah susunan pemerintah, tetapi susunan “Kalangan Rakyat Berjuang”. Maksudnya terutama memang berjuang. Perkara yang lain-lain seperti pendidikan, kesehatan, dll dalam arti yang dalam dan luas sepatutnyalah kalau diserahkan kepada pemerintah saja.

SI PACUL : Tepat Dam! Maksud “kalangan” itu yang pertama dan terakhir ialah “MEMANG BERJUANG”. Pada “kalah menangnya” rakyat kita dalam perjuangan inilah tergantung “tumbang atau tumbuhnya” Republik kita dan hidup matinya Rakyat Indonesia.

SI GODAM : Buat susunan perjuangan itu, saya pikir ada tiga bagian yang penting sekali, pertama Bagian Politik, kedua Bagian Pertahanan, ketiga Bagian Ekonomi.

DENMAS : Manakah bagian yang terpenting?

MR. APAL : Dalam Negara Republik berdasarkan Kedaulatan Rakyat dan Sosialisme, sudahlah tentu Bagian Politik itu yang terpenting. Bagian Politik itulah yang menentukan arah jalannya Negara, seperti seorang nahkoda menentukan arah kapalnya berlayar. Jadi dalam hal putus memutus Bagian Politik-lah yang menjatuhkan kata terakhir.

SI PACUL : Memang kalau putusan terakhir itu jatuh di tangan Bagian Pertahanan, maka mungkin negara kita akan bersifat militeristis. Keadaan sifat begitu mesti kita singkirkan dari sekarang.

MR. APAL : Akibat pemerintahan militeristis yang terdiri dari ratusan pulau ini akan memberi jalan kepada perpecahan. Satu diktator militer di Jawa umpamanya akan mengundang adanya diktator militer di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, mungkin pula di Ambon atau Maluku. Republik kita dan kemerdekaan kita jatuh atau berdiri dengan “kata mufakat”. Kalau kepulauan Indonesia tak bisa mengadakan pemerintahan yang didirikan atas “kata mufakat” maka besarlah bahaya kita atas perpecahan.

SI GODAM : Pendeknya putusan penghabisan dalam pimpinan politik negara mesti terletak di tangan Bagian Politik. Apabila arah politik sudah ditentukan dan diputuskan oleh kalangan buat berjuang maka kepada Bagian Pertahananlah diserahkan menetukan siasat dan pimpinan perjuangan.

SI PACUL : Sudahlah tentu Bagian Politik tidak akan berdiam diri saja.

SI GODAM : Tentu tidak! Siasat berjuang dan pimpinan berjuang itu senantiasa mesti diketahui dan diawasi oleh Bagian Politik. Pun Bagian Ekonomi bukanlah satu bagian yang terpisah dan menonton saja. Pada Bagian Ekonomilah terletak kewajiban menjaga keekonomian. Makan minum, pemondokan, perawatan, pengangkutan dll dari tentara yang sedang berjuang mati-matian itu membutuhkan perhatian pikiran dan kemauan para pengurus sepenuh-penuhnya.

MR. APAL : Ringkasnya mesti ada kerja tolong-menolong antara Bagian Ekonomi, Bagian Pertahanan, dan Bagian Politik. Tetapi putusan tertinggi dan bertangngung jawab terhadap Rayat Berjuang mestinya berada di tangan Bagian Politik.

SI PACUL : Memang kekuasaan dan tanggung jawab itu mesti ditentukan lebih dahulu. Kalau tidak akan timbul kekacauan kiri-kanan seperti sekarang. Apalagi kalau tentara kita di medan perang sedikit mendapat kemunduran, maka kekacauan dalam Badan Pimpinan itu bisa memasukkan biji “devide et empera”, pecah dan kalahkan dari pihak musuh yang mengintai-intai itu.

SI GODAM : Tiap-tiap tiga bagian itu mempunyai cabang (pembagian) pula. Bagian Politik saya pikir terutama dibagi empat cabang besar pula, ialah : 1. Urusan garisan politik Kalangan 2. Usaha menyelidik semua hal yang mengenai politik 3. Urusan penerangan 4. Urusan susunan.

SI TOKE : Memang pembagian pekerjaan dan tanggung jawab itu perlu sekali. Semua cabang di atas saya anggap penting. Garis politik mesti dipegang betul supaya kita jangan menyimpang dari garis yang sudah ditetapkan oleh Sidang Kalangan. Barangsiapa yang menyimpang dari garis itu mesti dikenai disiplin, ialah sesudah diperoleh bukti yang sah. Urusan penyelidik mestilah selalu siap sedia menjaga supaya jangan masuk orang atau paham yang merugikan perjuangan kita. Sudahlah terang bahwa penerangan dan siaran itu penting sekali. Keyakinan dan siaran itu penting sekali. Keyakinan dan semangat rakyat bisa dipegang dan diperhebat dengan jalan penerangan dan siaran. Bahaya mata-mata musuh itu tak ada selamanya bisa didapat dengan jalan penerangan dan penyiaran. Rakyat yang serba gelap gampang dimasuki setan pemecah belah. Akhirnya susunan di pusat, cabang, dan tampuk mesti dicocokkan buat seluruh negara, pulau, provinsi, daerah, kota, dan desa. Itulah perlunya cabang urusan susunan di atas.

SI GODAM : Kupikir baiklah Bagian Pertahanan itu kita bagi pula atas empat urusan : 1. Urusan Tentara Rakyat 2. Urusan Kepolisian 3. Urusan pemuda berjuang 4. Urusan porewa (milisi)

SI PACUL : Urusan tentara itu sudah tentu berhubungan dengan latihan kemiliteran pimpinan tentara berupa opsir dan persenjataan. Begitu juga urusan kepolisian. Urusan pemuda yang berkenan dengan pertahanan itu sesungguhnya pula perlu mendapat perhatian teristimewa. Boleh dikatakan bahwa di bahu pemudalah sebagian besar terletaknya pertahanan Negara Republik. Yang mestinya tak kurang mendapat perhatian ialah urusan perang. Dalam masa Imperialisme Belanda ada satu golongan orang Indonesia yang berdarah merdeka dan bersifat pemimpin, mereka tak mau terikat oleh aturan yang ditimbulkan oleh Imperialisme Belanda, baikpun aturan yang berhubungan dengan ekonomi ataupun politik. Mereka mempunyai para pengikut, tiap-tiap pemimpin sampai 500-1.000 orang, yang ikut pemerintah pemimpinnya dengan tak menghitung laba rugi, hidup mati. Di masa imperialisme Belanda mereka dianggap musuh ketentraman masyarakat yang memang bobrok itu. Sekarang mereka sendiri tak menginginkan masyarakat jajahan itu dikembalikan. Di mana-mana mereka mengadakan tindakan sendiri menghadapi musuh yang ceroboh bersenjata lengkap. Di mana mereka menerima kepercayaan Murba dan tanggung jawab, di sana mereka mengadakan perubahan yang baik. Mereka yang dibentuk oleh masyarakat jajahan dahulu itu, kaum porewa, yang semangat berontak dan senantiasa serempak serentak berontak dan mesti ditaruh di bawah perhatian dan pimpinan yang sehat. Kalau tidak, mereka akan bertindak sendiri dan mungkin merugikan perjuangan.

SI GODAM : Memang kita mesti urus dan perhatikan semua golongan manusia yang kita warisi dari masyarakat jajahan yang busuk itu. Memang gampang melamunkan “prajurit suci” yang beridaman “suci”. Tetapi dalam dunia perjuangan ini, kita tiada mengelamun. Kita mesti praktis! Kita mesti berjuang dengan alat berupa barang, dan manusia yang ada pada kita. Akhirnya Bagian Ekonomi mesti mempunyai cabang pula buat: 1. Urusan pekerja, 2. Pertanian, 3. Perusahaan, dan 4. Pasar. Prajurit pekerja dan proletar tani tentulah mesti mendapat perhatian luar biasa. Buat proletar muda mesti diadakan latihan dan kursus, supaya mereka disiapkan buat memimpin perusahaan, pertanian, politik, dan pertahanan negara. Perhatian kita mesti memusatkan kepada ini, karena merekalah yang paling aktif dan sudi berkorban dalam perjuangan yang paling hebat dahsyat ini. Seboleh- bolehnya kaum pedagang dan perusahaan kecil dan tenaga itu disusun pula dalam satu organisasi seperti koperasi. Semangat perorangan yang mengendali perhatian dan aksi mereka mesti dibelokkan pada semangat kolektif, gotong-royong buat membantu republik yang dalam marabahaya ini. Kaum dagang di pasar pun termasuk pada golongan ini juga. Begitulah susunan “Kalangan” itu dalam garis besarnya.

SI PACUL : Memang kalau susunan semacam itu bisa dilaksanakan di pusat, di pulau, di provinsi, di daerah kota, 70 juta rakyat Indonesia ini tak akan bisa lagi digertak atau ditipu pembujuk ataupun bajak perampok dari arah manapun juga datangnya. Siaran si perampok ataupun siaran pelor-bom akan melayang tersia-sia saja!

V. SYARAT SERTA TAKTIK BERJUANG

SI PACUL : Sekarang (2 Desember 1945), “seandainya” kita sudah mempunyai Kalangan Rakyat Berjuang seperti sudah kita uraikan di atas. “Kalangan” itu seandainya pula sudah berdisiplin yang kuat kokoh. Semuanya rakyat yang berontak sudah terikat di bawah pimpinan atau pengaruhnya. Janganlah pula dilupakan beberapa perkara di bawah ini: Musuh kita Inggris-Belanda hakikatnya amat bertentangan. Dalam tentara Inggris dan Nica tak kurang adanya pertentangan. Sekutupun terbagi atas pro dan anti Indonesia Merdeka. Seluruh Asia dan Afrika yang dijajah memihak pada Republik Indonesia. Dunia proletar Internasioal tak menyukai Perang Dunia Ketiga. Akhirnya Soviet Rusia dan Tiongkok memperamati dan 100% menyetujui Republik Indonesia. Apakah syarat dan taktik strategi atau TIPU MUSLIHAT berjuang?

SI GODAM : Seperti dalam perjuangan, maka di atas segala-gala yang terpenting tentulah “keyakinan” dan kekuasaan menang.

DENMAS : Memang keyakinan dan kehendak itu adalah uap kereta dan listrik buat mesin, ialah satu kodrat pendorong. Tetapi di luar Rakyat Murba apalagi di antara kaum intelek masih banyak yang sangsi atas kemenangan. Alasan mereka tentulah sebab kekurangan senjata. Kekurangan ini, kekurangan itu!

SI PACUL : Yang sangsi itu mestinya ada di dalam semua perjuangan. Tetapi Rakyat Murba tidak main hitung semacam itu. Ada atau tak ada pimpinan, mereka terus gempur Inggris-Nica yang ceroboh dan yang mulai bertindak melucuti senjata prajurit Indonesia.

SI TOKE : Memang maksud Inggris-Belanda sekarang sudah lebih terang! Keterangan dari Perdana Menteri Inggris bahwa Pemerintah Inggris cuma mengakui Hindia-Belanda sudah cukup terang.

SI PACUL : Semua tindakan Inggris-Nica sendiri sudah lebih terang buat mereka yang “mau” mengerti. Tetapi buat mereka yang tak mau mengerti karena dalam hati sanubarinya sudah terpendam “kemauan buat kompromi”, apapun juga bukti tentang maksud Inggris-Belanda yang sebenarnya tak akan dimengerti oleh mereka. Mereka mau kompromi dengan Inggris-Belanda, bermusyawarah dengan Inggris-Belanda, sedangkan “musuh” masih dalam negara kita. Barangkali nanti debat mendebat dalam permusyawaratan, pilih memilih wakil buat Dewan ini dan itu, pendeknya rebut merebut kursi, pangkat, dan gaji. Sedangkan musuh masih “dalam” Negara!

SI GODAM : Asal kalangan berjuang selalu berdiri di tengah-tengah Rakyat Murba dan memimpin Rakyat Murba dengan keyakinan dan kemauan menang dan perhatikan semua syarat dan taktik berjuang, kita bisa dengan tenang menyerahkan hari depan Republik Indonesia kepada Sang Waktu.

SI TOKE : Apakah pula syarat itu, Dam?

SI GODAM : Banyak juga. Tetapi terutama yang mesti dilakukan: 1. Pegang ini tiap-tiap menyerang. Artinya siasat menyeranglah yang kita utamakan. 2. Cari gelang rantai pertahanan musuh yang lemah. Putuskan rantai itu. Kepunglah masing-masing putusan itu dan hancurleburkan. 3. Selalu hitung lebih dahulu: kekuatan pertahanan musuh dan kekuatan kita menyerbu. 4. Selalu bisa memilih mana yang baik: menjalankan muslihat menyerang dari depan atau dari samping atau mengepung. Gempurlah rombongan kecil-kecil! Seranglah sekonyong-konyong. 5. Selalu ada persiapan menggempur mata-mata musuh (tetapi jangan berlaku tidak adil atau kejam karena terburu nafsu). Periksalah dengan seksama.

SI TOKE : Apa yang “jangan” dilakukan? Engkau sudah bilang apa yang “mesti” dilakukan?

SI GODAM :

1. Jangan lupa bahwa kita bukan melawan tentara. Senjata kita terutama politik, ekonomi dan gerilya.

2. Jangan lupa mendengungkan ke dalam dan ke luar negeri bahwa Republik Merdeka adalah 100% hak kita dan Inggris-Belanda tak berhak mencampuri urusan rakyat Indonesia. Satu persen pun tidak!

3. Jangan lupa bahwa walaupun dunia internasional membiarkan kota Indonesia dibom atom, desa dan gunung Indonesia cukup banyak buat perlindungan kita. Bumi cukup kaya buat hidup tak dengan kota. Tetapi Inggris-Belanda dengan tentara modern tergantung sebagian besar pada kota modern di Indonesia.

4. Jangan lupa bahwa Inggris, Nica, Gurkha, dan Jepang selalu kalah kalau berada jauh dari armada yang membantu dengan meriam dan kapal terbangnya. Jangan lupa contoh Magelang. Jangan putus asa kalau kalah di pantai. Di gunung pasti menang, kalau mau menang. Jadi jangan hilang akal kalau sebentar terpaksa meninggalkan kota. Jangan lupa menggempur kembali ke kota, apalagi dalam gelap dan hujan. Sekarang Jendral hujan sudah memanggil.

5. Jangan lupa bahwa Inggris-Nica dan pengkhianat di sampingnya tak bisa hidup tak dengan air, makanan, sayur, daging, dan pertolongan rakyat Indonesia. Jangan lupa bahwa setiap jam setiap hari tentara Inggris- Amerika terhalang maksudnya, jutaan rupiah ongkos yang mesti dipakainya dan dipikulkannya ke bahu rakyat yang sudah miskin melarat itu.

6. Jangan lupa bahwa kesabaran rakyat Inggris, Belanda, dan rakyat dunia lain yang ingin damai, ingin barang bahan Indonesia itu, ingin karet, minyak tanah, timah, gula, kina itu ada batasnya. Rakyat dunia itu tidak bisa selamanya membiarkan Inggris dan Belanda mengacau di Indonesia, bagian bumi yang penting buat perdagangan dan lalu lintas itu.

7. Dalam menjalankan taktik greliya dan kalau perlu taktik bumi hangus dan terendam, janganlah menyerang dari depan kalau musuh terkumpul dan bersenjata lengkap. Singkirkanlah peperangan tentara menghadapi tentara. Janganlah lupa bahwa Rakyat Murba mendapat senjata baru yang cocok buat taktik gerilya, ialah GRANAT TANGAN yang sekarang ada bertimbuntimbun. Jangan lupa bahwa granat tangan dan bambu runcing berkali-kali mengacau-balaukan dan mempontang- pantingkan gabungan Inggris, Nica, Gurkha, dan Jepang. Jangan lupa bahwa Bukit Barisan Indonesia dari Aceh ke Lampung, dari Banten ke Banyuwangi terus ke Timor, di Malaka, Kalimantan dan Sulawesi selama ini menunggu-nunggu putera Indonesia yang pahlawan-perwira buat bersembunyi sebagai pahlawan hutan Indonesia. Sang macan.... menghancurleburkan penjahat manapun juga di abad ke 20 ini.

SI PACUL : Tepat Dam...... Bukit Barisan yang sebagai macan, dengan taktik macan menunggu-nunggu penjajah buat diterkam dirobek-robek. Naik semangatnya Dam!

SI TOKE : Aku pun begitu Dam! Tadi sesudah mendengar kabar kekalahan kita di Surabaya terharu betul hatiku. Hampir percaya kepada kaum pengeluh. Ah, kita kekurangan ini, kekurangan itu, kita akan kalah! “Kasihan sama Rakyat”. Tetapi sekarang aku yakin Bukit Barisan kitalah benteng kita yang terakhir.

MR. APAL : Ingat sama Fabius, ahli mundur! Dia adalah seorang pahlawan Romawi melawan tentara Punisia yang kuat, di bawah pimpinan Jendral Punisia yang gagah perwira yang cerdik sekali. Tetapi akhirnya dengan taktik teratur Romawi menang juga.

DENMAS : Memang mesti dicamkan juga pada rakyat, bahwa tentara yang berperang itu tidak semestinya maju saja. Ingatkan pula bahwa senjata kita bukanlah senjata api semata- mata. Senjata kita juga berada dalam ekonomi dan politik. Malah Jendral Hujanpun satu senjata kita.

SI PACUL : Ya! Sebenarnya kita sedikit salah di Surabaya terhadap rakyat kita.

SI TOKE : Apa salahnya Cul ?

SI PACUL : Sebenarnya kita mesti bagikan kain kepada rakyat ketika kita sudah sita kain bertimbun-timbun. Rakyat kita butuh kain! Kain itu adalah hasil kemenangan rakyat Surabaya yang berjuang merebut kembali hak miliknya. Pada saat itu juga mestinya rakyat yang ditelanjangi Jepang itu ditutupi badannya. Satu muslihat buat melaksanakan siasat kemakmuran dan mempertinggi semangat pemberontak!

SI TOKE : Baiklah hal itu menjadi pelajaran di hari depan. Lekas PENUHI KEBUTUHAN RAKYAT di mana saja. Jangan ditunggu-tunggu lagi! Rakyat sudah kebosanan JANJI!!

MR. APAL : Sekarang rasanya sudah cukup kita rundingkan apa siasat dan taktik yang perlunya dijalankan berjuang. Tentu masih ada ketinggalan di sana-sini. Tetapi saya pikir baiklah Godam membikin satu pidato di depan kami, satu pidato sebagai contoh buat seorang propagandis di depan umum. Kami mau pakai sendiri.

SI GODAM : Saudara sekalian tahu, bahwa sesungguhnya aku bukan ahli pidato.

SI TOKE : Tak perlu kita caranya melaksanakan pidato itu, cara itu tidak penting buat Rakyat Murba yang sedang berjuang mati-matian. Yang penting ialah “ISI” pidato itu.

SI PACUL : Silakan Godam!

DENMAS : Aku seorang ningrat, Dam. Engkau berasal dari kelas benggolan, bekas stoker, bekas masinis. Tetapi dalam semua perundingan kita engkau perlihatkan kecerdasan, keberanian, dan kejujuran. Kuangkat pecisku di depan kecakapanmu, Dam. Aku mengaku muridmu, Dam.

MR. APAL : Aku seorang bertitel meester, Dam. Dunia intelek di zaman Belanda mengakui tingginya pengetahuanku, Dam. Mr. ialah pengakuan yang tertinggi tentang pengetahuan dalam hal undang-undang. Engkau seorang keluaran sekolah rendah saja. Tetapi engkau seorang “self-made-man” yang jaya. Contoh di segenap sejarah manusia cukup banyak kau ketahui! Contoh yang membuktikan bahwa “genie” itu tak selamanya keluaran sekolah tinggi. Aku tak malu, Dam, mengakui ketangkasanmu dalam berpikir dan bersoal jawab. Aku sudah mendapat pengakuan atas pengetahuanku. Tetapi sekarang aku insaf bahwa dalam masa pancaroba ini aku tak sanggup menyelami jiwa Rakyat Murba, menyusun menggerakkan tenaga Murba, yang diserahkannya pada pimpinan perjuangan itu. Berdirilah Dam, buat kami, buat contoh, buat MURBA, yang bergelora semangatnya, sesudahnya kami sendiri bertahun-tahun sudah membangunkannya ialah semangat MERDEKA. Apabila sekarang mereka melaksanakan apa yang kami kaum intelek sendiri, bangunkan dan muliakan itu, kami kaum intelek terutama saya sendiri sebagai intelek tidak berdiri di tengah rakyat, memimpin atau membantu, maka saya sendiri rasa bahwa kaum intelek tidak jujur terhadap rakyat dan dirinya sendiri. Dan kalau rakyat Murba sekarang sebagai akibatnya propaganda puluhan tahun di mana-mana tiada “dipimpin” dan dibiarkan dirobek-robek oleh pelornya Inggris- Nica-Gurkha-Jepang, maka hal itu, aku Mr. Apal, anggap sebagai satu pengkhianatan si sejarah Indonesia yang terpenting.

SI PACUL : Silakan Dam!

SI GODAM : Saudara dan saudara! Tiga minggu yang lampau Inggris menuduh kita rakyat Surabaya membunuh seorang opsirnya. Dia tidak mau mengadakan pemeriksaan atas benar tidaknya pembunuhan itu. Dia tidak mau tahu apakah matinya opsir itu disebabkan tembakan dalam pertempuran kacau balau atau oleh pelor serdadunya sendiri yang menembak rakyat Indonesia. Bahkan dia tiada mau tahu apakah opsir itu benar mati apa tidak. Pihak Indonesia tiada mendapatkan opsir itu hidup, luka, atau mati di tempat pertempuran itu dilakukan. Pihak Indonesia siap sedia mau mengadakan pemeriksaan yang seksama. Tetapi tidak sekali ini saja Inggris pintar mencari alasan. Sudah kita ketahui bahwa pada hari itu Inggris sudah mempunyai rencana yang pasti dan beres. Rencana itu ialah menduduki Surabaya bersama serdadu Nica yang sudah tiba dari luar negeri. Ada atau tidaknya kesalahan Indonesia tuduhan mesti dikemukakan. Benar tidaknya tuduhan itu tuntutan mesti dilakukan. Inggris, Saudara, menuntut supaya rakyat dan tentara Republik Indonesia dilucuti senjatanya. Rakyat dan tentara Republik Merdeka mesti bertekuk lutut menyerahkan semua senjata. Cuma rakyat satu negara yang mau melepaskan hak kemerdekaannya, yang mau dihina dan diperlakukan sebagai budak belian, yang sanggup memenuhi tuntutan Inggris itu. Inggris bukannya diserahi oleh Sekutu melucuti senjata rakyat Indonesia, melainkan melucuti tentara Jepang. Seandainya diserahi perlucutan itu, Indonesia tak perlu dan hina sekali kalau ia membenarkan tuntutan Inggris itu. Tuntutan itu berlawanan dengan kedaulatan Rakyat Merdeka. Rakyat Indonesia sejak tanggal 17 Agustus ialah suatu negara merdeka. 70 juta rakyat Indonesia menyetujui dan ternyata menyokong kemerdekaan itu dengan harta benda serta jiwa raganya. Patutkah rakyat suatu negara merdeka dilucuti senjatanya? Satu syarat pertama negara merdeka ialah kemerdekaan kemauan dan kesanggupan negara itu mempertahankan kemerdekaannya. Hilanglah kemerdekaannya kalau rakyat itu tiada bersenjata lagi. Maksud Inggris bukanlah melucuti senjata Jepang, melainkan melucuti senjata rakyat Indonesia. Rakyat yang tiada bersenjata itu akan mudah digertak, diinjak-injak, atau disembelih oleh Nica yang disiapkan oleh imperialisme Inggris sebagai penjajah Indonesia. Apabila pemerintah Nica sudah teguh tegap kembali menjajah Indonesia ini, maka Inggris berharap akan mendapat kembali kebun, tambang, pabrik, dan tokonya. Inilah maksud Inggris yang sebenarnya. Betapapun Inggris menyangkal tuduhan kita dan dunia lain bahwa bermaksud mengembalikan Indonesia ke derajat suatu jajahan, semua bukti menyaksikan hasrat Inggris itu. Lagipula semua Inggris di Asia dan Afrika menyaksikan kebohongan, kelicikan, dan kebuasan Inggris dalam hal jajah menjajah. Suara imperialisme Inggris adalah suara perempuan lacur. Perkataannya tak boleh dipercaya. Musnahlah kemerdekaan Indonesia kalau alasannya atau anjurannya didengarkan. Selama tentara Inggris berada di Indonesia janjinya mesti dianggap sebagai tipu muslihat belaka. Tetapi rakyat Surabaya tiada mendengarkan tujuan dan alasan wakil imperialisme Inggris itu. Rakyat Surabaya yang bukan juris itu mengerti sungguh akan haknya satu Rakyat Merdeka. Rakyat Surabaya pegang senjata di tangannya. Dengan senjata di tangannya dia akan pertahankan kemerdekaannya. Itulah sifat jantan! Itulah sifat yang cerdik berdasarkan keinsyafan akan hak sendiri, kewajiban sendiri, dan kehormatan akan diri sendiri. Barangsiapa yang tak menjalankan sifat itu dia tidak mau merdeka, dia tidak mempunyai kehormatan atas dirinya sendiri. Dia itu adalah orang budak, atau agen Nica yang bersembunyi. Dalam hakikatnya dia adalah seorang pengkhianat. Ada yang mengeluh, kita tiada bisa melawan tank raksasa, melawan kapal perang dan kapal terbang Inggris. Saya jawab, bukankah sudah tiga minggu kita menahan hujan pelor? Berapakah kerugian yang diperoleh musuh dalam tiga minggu itu? Apakah kemenangan yang diperolehnya dalam tiga minggu itu? Bisakah Inggris-Belanda mengurusi pabrik, toko, atau kebun di tempat yang didudukinya? Selama dia tidak bisa mencari untung dengan menghisap keringat dan darah rakyat Indonesia, selama itulah perampasan sejengkal atau dua jengkal tanah itu satu kesulitan bagi dirinya sendiri. Tanah yang dirampas itu mesti dipertahankan siang dan malam terhadap serangan rakyat dan tentara Indonesia. Ongkos mempertahankan sehari demi sehari bertimbun-timbun. Sehari demi sehari Inggris-Nica akan merasai tajamnya senjata rakyat Indonesia yang tak kurang tajam dari senjata biasa. Senjata ekonomi, di samping penyerbuan secara gerilya yang tak putus-putusnya, bukanlah senjata yang bisa diabaikan begitu saja, walaupun Inggris lengkap bersenjata. Seandainya Inggris-Nica bisa merebut semua kota-kota di pesisir ini belum berarti mereka menang! Masih jauh jalan yang mesti mereka tempuh. Selama rakyat Indonesia bersatu, berdisiplin, dan insyaf akan muslihat yang harus dijalankan serta yakin akan kebenaran sendiri serta kesalahan musuh, selamanya Inggris-Nica masih dalam tingkat permulaan. Di Magelang di mana kekuatan armada tak berlaku, di sana Inggris dikalahkan. Dikalahkan, Saudara! Apakah artinya kalau tentara yang paling modern di dunia, tentara yang sudah mendapat ujian di medan perang modern, dikalahkan, diusir, atau dimusnahkan oleh rakyat dan tentara Indonesia yang tak beropsir, tak bersenjata, dan tak berlatih cukup? Kepada prajurit Indonesia aku tak perlu insyafkan atau tanyakan kejadian Magelang yang maha penting buat sejarah Indonesia ini! Kepada pengeluh, pengesah, pengecut, kepada yang sangsi akan kekuatan rakyat Indonesia, sangsi dengan segala yang berhubungan dan berbau Indonesia, saya mau tanyakan sekali lagi artinya kemenangan Magelang itu. Saya tambah pula tidak di Magelang saja rakyat Indonesia dan tentara Indonesia menang berperang dengan tentara Inggris-Nica. Di semua tempat, di mana pasukan berhadapan dengan pasukan, di sana Indonesia yang menang. Tak ada kecualinya. Orang Inggris-Nica belum pernah menang sama orang Indonesia. Yang menang cuma senjata luar biasa seperti meriam kapal perang yang menembak dari jauh di tengah laut, atau kapal terbang yang tinggi sekali terbangnya. Apalagi kelak di benteng kita yang paling akhir, yakni di pegunungan yang membujur di semua kepulauan Indonesia, di sana Inggris-Nica akan berjumpa perjuangan yang sesungguhnya. Di sana meriam armada takkan berdaya. Di pegunungan itu bom kapal terbangnya takkan berarti. Di pegunungan tentara Indonesia akan menunggu, seperti harimau menunggu musuh di tempat dan tempat yang menguntungkan bagi dirinya sendiri dan mencelakakan musuhnya. Dari gunung gerilya Indonesia dengan tak putus-putusnya akan menyerbu ke kota-kota, seandainya semua kota bisa diduduki Inggris-Nica, yakni kalau Inggris- Nica bisa menduduki kota yang hangus dan dikeringkan air minum dan makanannya. Di kota hangus Inggris-Nica menderita serangan gerilya di hari malam dan kekuarangan makan di hari siang. Siapakah di antara Saudara yang percaya Inggris-Nica bisa satu tahun saja duduk di kota neraka semacam itu? Duduk siang malam dalam bahaya dan kekurangan makan, tidur, dan ke plesiran? Di telinganya terdengar pula ocehan dan sumpah dunia? Saudara-saudara! Diplomasi kita bukan diplomasi bertekuk lutut. Diplomasi yang patah hati, diplomasi setengah atau tiga perempat jalan. Diplomasi kita menghendaki kemerdekaan 100% sempurna. Kita tidak akan berhenti selama kemerdekaan sempurna itu belum tercapai. Kita bisa tahan karena sudah bisa melarat, karena bumi, iklim, memihak pula pada kita. Kita percaya kita bisa mencapai kemerdekaan sempurna itu kalau kita cukup sabar, cukup tahan! Cukup percaya akan hak dan kebenaran diri sendiri. Percaya akan kesalahan Inggris-Nica. Akhirnya percaya akan keadilan manusia di dunia ini. Dunia sedang mengamati kita! Dunia ikut menimbang siapa yang benar siapa yang salah. Dunia ikut menimbang dan memperhatikan Indonesia kacau dan dikacaukan. Suara umum di dunia besok atau lusa akan memihak kepada yang berhak dan menuduh serta menghukum mereka yang mengcaukan serta berdosa. Kita menunggu sambil berjuang sampai si penjajah itu musnah atau berangkat meninggalkan pesisir kita. Sampai suara umum di dunia menyalahkan si penjajah. Saudara jangan lupa bahwa Indonesia selain penting buat lalu-lintas, penting pula buat pembangunan ekonomi di dunia yang rusak ini. Bahan dari Indonesia dibutuhkan buat semua negara beradab di dunia. Kemauan dunia beradab buat perdamaian, kebencian proletar Indonesia, kebencian rakyat jajahan terhadap imperialisme dan persetujuannya dengan kemerdekaan, inilah semua perkara yang memihak kepada Rakyat Indonesia Berjuang. Inilah diplomasi kita! Diplomasi berjuang! Dengan begitu membangunkan rasa kebenaran dan keadilan di dunia dalam dan luar Indonesia. Dengan begitu membelah dua kaum imperialisme dengan kaum pendamai. Bukan diplomasi kompromis, diplomasi bertekuk lutut. Karena diplomasi bertekuk lutut itu membimbangkan proletar dunia dan rakyat jajahan. Diplomasi bertekuk lutut itu membencikan rakyat beradab di dunia, yang insyaf akan hak kemerdekaan suatu bangsa dan hormat kepada rakyat lain yang membela kehormatannya sendiri. Si lemah, si sangsi, si pesimis, seperti si pengkhianat memang banyak alasannya. “Oh,” katanya, “kasihan sama rakyat, yang mesti berkorban!” Bukankah Inggris-Nica yang menyebabkan korban itu? Bukankah imperialisme yang selalu siap sedia mengorbankan puluhan juta manusia buat menjalankan politiknya? Di zaman manakah, di negara manakah “kemerdekaan” itu diperoleh dan dipertahankan dengan berdiplomasi dari gedung besar, bukan dengan pengorbanan puluhan malah sering jutaan manusia? Lagipula apa artinya “senjata” Indonesia sekarang mengorbankan 2 atau 3 juta rakyatnya buat kemerdekaan 68 juta sisanya? Bukankah keamanan (!) dan ketentraman di bawah Jepang saja sudah menuntut korban 3 sampai 4 juta jiwa manusia? Jika Indonesia sekarang takut mengorbankan 1 atau 2 juta rakyatnya (“seandainya” perlu pengorbanan begitu banyak dalam perjuangan, yang tidak dikehendaki oleh rakyat Indonesia sendiri itu), kelak 70 juta orang Indonesia akan dikorbankan selama-lamanya buat budak dalam kebun, pabrik, dan tambang bangsa asing. Bukan Indonesia saja yang berkorban dalam perjuangannya mempertahankan kemerdekaan sebagai hak mutlak dan hak alamnya itu, juga si pemerkosa kemerdekaan kita itu mesti berkorban! Juga mereka perlu mengorbankan harta bendanya, jiwanya, dan waktunya. Akhirnya yang tak boleh Saudara lupakan adalah bahwa Inggris-Belanda sehari demi sehari mengorbankan namanya sebagai negara beradab. Sekali dunia beradab mengutuki tindakan mereka terhadap satu bangsa yang salahnya cuma karena ia mempertahankan haknya, pada saat itulah kemenangan berada di tangan Indonesia. Indonesia akan terus berjuang sampai saat itu tiba. Sampai si ceroboh, si penjajah bertekuk lutut. Muslihat Rakyat Indonesia ialah berjuang lama, menyingkiri semua yang bersifat terburu nafsu, bersifat tergesa-gesa, bersifat fanatik, dan bersifat perjudian. Dengan hati tenang-tegap seperti baja, otak teduh berputar, dan akhirnya dengan kemauan dan keyakinan kokoh-kuat, Rakyat Indonesia menunggu sampai fajar kemerdekaan itu menyingsing! Kalau kita para prajurit kemerdekaan ini gagal dalam perjuangannya, maka ini tidak berarti kita gagal karena salah dasar atau salah muslihat. Kalau kita kelak gagal maka kegagalan itu mesti dicari pada kurang teguhnya organisasi, lemahnya disiplin, serta kurangnya kecerdasan, kecerdikan, dan kecakapan. Semua kekurangan bisa dan mesti kita singkirkan dari sekarang juga! Tetapi di atas segala-galanya yang tiada boleh kurang, yang mesti diperkokoh sekarang ini dan terus diperkokoh di hari depan ialah persatuan. Jauhilah curiga mencurigai dan tuduh menuduh dengan tak ada alasan cukup. PERSATUAN DAN DISIPLIN! DISIPLIN DAN PERSATUAN! SEKIANLAH!!


Rencana Ekonomi Berjuang

Tan Malaka (1945)


Ditulis oleh Tan Malaka di Surabaya, 28 November 1945

Sumber: Tulisan ini diambil dari buku Merdeka 100%, cetakan pertama, Oktober 2005, dengan ijin dari penerbit Marjin Kiri. Buku ini mengandung tiga tulisan Tan Malaka: Politik, Rencana Ekonomi Berjuang, dan Muslihat.

Transcribed to HTML by Ted Sprague.


PENGANTAR

SATU DUA PERKARA yang perlu saya sebutkan di sini sebagai kata pengantar.

Pertama sekali saya dengan ini terpaksa menyerukan “AWAS” terhadap beberapa orang yang menyamar sebagai Tan Malaka. Seorang di antara penyamar itu sudah saya jumpai di Surabaya. Menurut keterangan teman seperjuangan di sana si Penyamar ini mempunyai beribu-ribu pengikut. Menurut pengakuan si Penyamar sendiri, dia sudah lama bekerja buat Pemerintah Belanda almarhum. Berhubung dengan itu dia sudah banyak mempunyai hubungan dengan orang yang mempunyai kedudukan tinggi di bawah Belanda di antara Pangreh Praja dll. Apalagi dengan mereka dari kalangan pergerakan di berbagai tempat yang tertipu mentah- mentah.

Tak perlu disebutkan lagi bahwa Tan Malaka palsu banyak menimbulkan kekalutan di kalangan pergerakan revolusioner umumnya dan pergerakan komunis khususnya. Tiadalah susah menghubungkan aksi Tan Malaka Palsu ini dengan provokasi yang lazim dilakukan terhadap pengikut PARI di zaman Belanda terutama sejak tahun 1935-1936. Provokasi itu amat bermaharajalela dan banyak mengirimkan orang PARI ke Digul. Ini malam orang PARI didatangi oleh seorang provokator, besoknya orang itu diDigulkan. Selain daripada itu Tan Malaka Palsu “made in Batavia” (Vrijmetslaarweg) itu berhasil pula melekatkan sangkaan yang tidak- tidak terhadap Tan Malaka yang sebenarnya, berhubung dengan keributan pada tahun 1926 dan pergerakan rakyat di belakangnya.

Semua sangkaan itu satupun tak bisa dikupas dengan tiada mengupas yang berhubungan dengan aksi dan organisasi komunis di mana-mana negara. Persangkaan itu tiada akan saya kupas! Muka saya cukup tebal buat melunturkan persangkaan palsu. Hati saya sebagai revolusioner tak bisa digoncangkan oleh tuduhan palsu. Sejarah hampir belum pernah mungkir mengakui kebenaran!

Dalam hal Tan Malaka Palsu yang sudah dijumpai ini bolehlah dikata saya beruntung juga. Sekiranya Penyamar ini berjalan terus, maka akan teruslah ia membohongi para pemimpin. Di antaranya yang sudah kena dibohongi banyak pula yang terkemuka. Tak mengherankan, karena mereka masih “bayi” ketika saya meninggalkan Indonesia bulan Maret tahun 1922. Untunglah beberapa pemimpin muda bisa saya jumpai di Surabaya dan lain-lain tempat dan dengan mudah saya buktikan kesilapan mereka. Alangkah kalutnya pergerakan Indonesia seandainya saya tak menyaksikan peristiwa ini. Sudahlah tentu susah akan menyaring sejarah saya yang sebenarnya, apalagi kalau lebih mendalam.

Sebetulnya sudah amat dalam. Sudah lebih dari cukup buat melemparkan saya ke neraka para pengkhianat. Pembaca tentu tak heran kalau saya terkejut mendengarkan banyak orang bercerita pada saya bahwa Pemimpin Besar ini atau itu ketika Jepang masuk menerima “perintah” dari saya buat “bekerja bersama dengan Jepang”. Siapa yang sangsi akan adanya pemberi perintah itu, yakni saya Tan Malaka, dibawa ke Sukabumi, atau Madiun atau Cirebon atau ke lain tempat buat dijumpakan dengan Tan Malaka Palsu.

Jepang piawai dalam politik “double crossing” (menipu kedua pihak) sebagai warisan dari Belanda. Tan Malaka Palsu dipakai oleh Belanda buat memikat dan melenyapkan Tan Malaka tulen. Jepang menjalankan politik semacam itu pula. Dengan lenyapnya pemerintah serdadu Jepang, rupanya pekerjaan pemalsuan politik itu diteruskan pula oleh para murid Jepang, ialah buat mencari pengaruh dan pangkat.

Siapakah yang rugi, siapakah yang beruntung sampai sekarang, Tan Malaka atau musuhnya?

Siapakah yang akan rugi dan akan beruntung di hari depan?

Kenapakah Tan Malaka yang dipakai buat merusak partainya Tan Malaka?

Tetapi tuan-tuan yang arifin tentu juga bisa menjawabnya.

Saudara yang masih memihak kepada kebenaran saya persilahkan membaca brosur saya Naar de Republik Indonesia tahun 1924 dan Semangat Muda serta Massa Aksi in Indonesia. Semangat Muda ditulis di Manila dan dicetak di Manila, sebelum keributan permulaan tahun 1926. Massa Aksi ditulis dan dicetak di Singapura sebelum keributan tahun 1926 pula. Maksud buku itu ialah buat menjelaskan cara partai komunis mengadakan organisasi, menyaring pengikutnya, dan menjalankan aksi yang cocok dengan paham massa-aksi, yang bertentangan dengan cara aksi militer sematamata. Saya yang bertanggung jawab atas pergerakan komunis di Indonesia dan bagian lain di Asia di masa itu merasa wajib menjaga supaya Partai Komunis jangan tergelincir disebabkan provokasi, supaya Partai Komunis Indonesia khususnya terus berjalan di atas rel massa-aksi.

Tulen palsunya seorang pemimpin tiadalah bisa diukur dengan tuduhan orang lain terhadap dirinya semata-mata. Palsu tulennya itu bisa juga diukur dengan perkataan dirinya itu sendiri dahulu dan sekarang. Palsu tulennya itu juga bisa diukur dengan seberapa cocoknya perkataan si Pemimpin dengan perbuatannya sendiri. Kalau di sini didapat perbedaan atau pertentangan, maka barulah tuduhan itu mendapatkan bukti yang sah.

Saya tak akan naik perahu bermingu-minggu lamanya diombang- ambingkan gelombang menuju ke Sumatera dan Jawa, satu dua bulan sesudah Jepang masuk, kalau saya takut memimpin pergerakan revolusioner yang sebenarnya. Tak perlu saya sembunyi bekerja sebagai buruh di Bayah Kozan sampai Jepang lenyap, kalau saya percaya pada lain kemungkinan selain “Massa Aksi” di Indonesia. Saya percaya bahwa saya sekurangnya mesti dapat memasuki Gedung seperti Chuo Sangi In dan mendapat gedung besar di bawah perlindungan Hinomaru, kalau saya mau “sehidup semati” dengan serdadu kempetai Jepang, yakni tak percaya akan timbulnya "Aksi Rakyat" yang sebenarnya. Aksi Murba yang meluap mendidih inilah yang saya tunggu-tunggu.

Massa-Aksilah yang saya kehendaki lebih kurang 18 tahun yang lalu. Massa-Aksi pulalah yang saya kehendaki sekarang! Ujian buat perkataan saya itu kalau mau diuji dengan paham, bolehlah dibandingkan dengan isi lima atau enam buku yang terpaksa saya keluarkan di masa ini. Terpaksa, karena Massa-Aksi itu saya rasa belum cukup juga dimengerti, pun sekarang! Memang sekarang sudah ada Aksi Massa, ialah aksinya massa (murba), tetapi belum lagi Massa-Aksi. Kalau perbuatanlah yang mesti dijadikan batu ujian itu pula, maka saya harap sejarah akan memberi penerangan cukup, kalau kelak sejarah itu sudah sampai waktunya bersuara!

Tegasnya, bandingkanlah dasar, suara, dan semangat tulisan saya kini dengan dasar, suara, dan semangat tulisan saya 24 tahun yang lalu.

Sedikit panjang saya menulis buat membatalkan bermacammacam sangkaan yang berhubung dengan haluan dan aksi saya di luar negeri, sebenarnya terpencil dari teman dan jauh dari negeri bertahun-tahun. Keadaan sekarang membutuhkan kejelasan, seberapa bisa sudah saya berikan. Kalau ada lagi di antara teman seperjuangan yang ingin tahu, kenapa belum juga saya memajukan diri, maka sekali lagi saya ulang apa yang saya sebut dalam brosur Politik: Cukup sebab maka Tan Malaka memilih tempat, tempat, dan teman buat menyaksikan dirinya sendiri ke depan mata rakyat Indonesia.

Puluhan tahun lebih dahulu saya majukan “garis” yang saya anggap harus ditempuh oleh Rakyat Indonesia dalam perjuangan sekarang dengan semua brosur ini. Apabila “garis” ini disetujui dan yang menyetujui ikhlas takluk kepada susunan dan disiplin organisasi itu, maka kalau masih “diperlukan” pimpinan dari saya sendiri, tentulah saya akan tampil ke muka dengan tiada menghitung-hitung korban yang perlu diberikan. Tetapi tiada akan kekurangan kepuasan hati saya kalau seandainya “garis” itu disetujui oleh mereka yang lebih muda dan sendiri mau melaksanakan “garis” itu dengan jujur, ikhlas, dan tetap tabah.

Tiga paham yang sekarang berjuang bahu-membahu: paham keislaman, kebangsaan, dan sosialistis. Semuanya pada tingkat merebut KEMERDEKAAN NASIONAL ini berhak buat diakui. Marilah kita berharap supaya ketiga paham itu bisa mengadakan persatuan yang teguh-tetap.

Tetapi tak bisa disingkirkan kemungkinan bahwa kelak sesudah Kemerdekaan Nasional tercapai, boleh jadi ketiga paham itu, yang dalam garis besarnya mewakili kelas tani, borjuis-tangan, dan proletar, bercekcokan satu sama lainnya. Berhubung dengan itu maka perlulah dicari “persamaan” sebagai semen yang mempersatukan batu tembok. Persamaan itu didapat pada persamaan keperluan. Persamaan keperluan itu saya kira didapat dalam satu Rencana Ekonomi yang Sosialistis.

Inilah maksud brosur ini, yakni membentangkan paham saya tentang Rencana Ekonomi yang sekarang bisa dan perlu dijalankan oleh semua golongan yang ada di Indonesia. Juga dibentangkan rencana ekonomi yang bisa dan perlu dijalankan sesudah kemerdekaan 100% tercapai. Tiadalah perlu dilupakan kritik atas Kapitalisme, atas Rencana Ekonomi Fasis dan Demokratis.

Mudah-mudahan brosur ini bisa menambah pengetahuan warga negara Republik Indonesia tentang ekonomi.

Surabaya, 28 November 1945

****

Pendakwa modern kita, DENMAS, MR. APAL, TOKE, PACUL, dan GODAM sekarang duduk di beranda sebuah rumah, sedang besarnya, dilindungi oleh pohon jeruk yang rindang. Suasana tenang meliputi lima-seperjuangan ini.

Pabrik raksasa yang berdiri di seberang jalan yang tadi siang menderu-deru sekarang berhenti diam, sepert seekor gajah beristirahat sesudah melakukan pekerjaannya. Tak ada pekerja yang lalu lintas, menarik dan mengangkat barang di sekitar pabrik itu.

Di keliling pabrik terbentang sawah luas ditabur warna hijau dan kuning oleh pokok padi yang muda dan sudah masak. Di sana-sini tampak kampung yang diselimuti pohon buahbuahan. Terbelintang sepanjang cakrawala barisan gunung kehijau- hijauan, di antaranya ada yang diselimuti oleh awan putih seolah-olah kemalu-maluan. Sang bulan mengintip dari celah daun kelapa yang berdiri tegak di suatu desa.

Suasana yang aman tenang ini terganggu oleh suara salah seorang di antara lima-seperjuangan tadi.

I. Kritik atas Kritik

A. KAPITALISME MERAMPOK

SI PACUL : Kapan juga, Dam, kau mau membentangkan Rencana Ekonomi yang sudah kau janjikan itu?

SI TOKE : Politik perjuangan, seperti kita perundingkan tempo hari, rasanya sudah meresap betul dalam pikiranku. Tetapi rasanya belum cukup kalau kita belum mempunyai RENCANA EKONOMI. Karena tindakan ekonomilah kelak yang akan menentukan kemakmuran rakyat dan keamanan republik kita.

SI GODAM : Dari penjuru manapun juga kupandang, uraianku akan terlampau panjang. Jadi akan melewati maksudnya satu brosur. Menggampangkan mempopulerkan satu ilmu seperti Ekonomi rasanya di luar kesanggupanku. Kalau terlampau pendek tak akan cukup dimengerti atau salah dimengerti. Kalau terlampau panjang akan membosankan dan susah membulatkannya. Bukankah kita mau memberi sekadar pada Murba yang ingin tahu?

MR. APAL : Tak perlu engkau membentangkan menurut sejarah Ilmu Ekonomi. Bentangkan sajalah perkara yang terpenting dalam ilmu ekonomi dan garis besar dalam Rencana Ekonomi buat Indonesia.

DENMAS : Rencana Ekonomi yang sempurna saya pikir cuma bisa dijalankan dalam suasana aman-sentosa bagi Rakyat Indonesia. Seperti sudah pernah kau bilang, dalam suasana Merdeka 100%. Cukuplah sudah kalau kau bentangkan Rencana dalam keadaan sekarang dan bayangkan saja Rencana yang sempurna tadi.

SI PACUL : Pendeknya bentangkan saja RENCANA EKONOMI BERJUANG.

SI GODAM : Walaupun Rencana Ekonomi Berjuang yang terutama akan kubentangkan, tetapi tak boleh lupa memberi contoh tentang kapitalisme dan sedikit kritik tentang kapitalisme itu. Bukankah sistem kapitalisme yang menindas kita selama ini dan yang mendorong kita berjuang?

SI TOKE : Memang contoh yang tepat itu lekas dimengerti dan dipahamkan. Betul pula keburukan kapitalisme itu mesti dikupas habis-habis.

SI GODAM : Kuambil contoh tambang arang di Bayah Banten Selatan, di masa Jepang dan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Di sini kita berjumpa kapitalisme yang benarbenar berdasarkan perampokan telanjang bulat. Marilah kita sebutkan lebih dahulu semua syarat produksi. Terutama ialah:

l. bumi dan iklimnya; ada atau tidaknya sungai danau atau laut buat lalu lintas,

2. pabrik, bengkel, kereta, kapal, gedung dll,

3. tenaga yang tukang atau tidak, kuat dan lemah, lakilaki dan perempuan.

SI TOKE : Jadi dalam garis besarnya: l) alam, 2) tenaga, 3) perkakas atau mesin.

SI GODAM : Benar, marilah kita periksa bagaimana berjalannya produksi itu sesudah tiga syarat itu ada. Si penghasil sesudah mengadakan hasil pertama menghitung harga hasil yang didapatnya, yakni hasil bulat. Kemudian dia hitung ongkos yang keluar. Harga hasil bulat dikurangi ongkos itulah untungnya. Seperti seorang berdagang, dia juga hitung kelebihan jualan dari pokok.

SI TOKE : Cobalah kita hitung dahulu harga hasil sehari.

SI GODAM : Sehari bisa dihasilkan pukul rata sedikitnya (menurut taksiran kasar) 100 ton arang. Harganya ditaksir murah sekali, ialah f 100,- satu ton (Nilai rupiah di masa itu lebih kurang cuma 1/10 harga rupiah sebelum Jepang). Jadi harga 100 ton arang itu ialah 100 x f 100,- = f 10.000,-

SI TOKE : Ongkos keluar berapa?

Sewa tanah = f 0.00,- (Tanah-logam di Bayah umumnya tanah gedoran).

Kelunturan mesin = f 0.00,- (Semua mesin ialah mesin gedoran).

Bahan dipakai = f 0.00,- (Bahan di Bayah sebenamya tak ada. Kain mempunyai bahan berupa benang. Tetapi arang tak ada bahannya).

Gaji = f 0.000,-

Romusha 10.000 x f 0,40 = f 4.000,-

JUMLAH ONGKOS = f 4.000,-

Jadi untung bersih saban hari f 10.000 - f 4.000 = f 6.000,- Dipandang begitu untung Jepang satu hari adalah 1,5x dari pokok. Kalau dihitung menurut aturan biasa, yaitu untung satu tahun, maka untung kongsi Jepang di Bayah itu 365 x 150% = 54.750%. Ini bukan lagi untung, melainkan curian! Kongsi Jepang, BAJAH KOZAN SUMITOMO KABUSHIKI KAISHA itu bukan perusahaan lagi, melainkan perampokan.

SI GODAM : Tunggu dulu, Kek! Aku cuma memberi gambaran saja. Perhitunganmu masih belum beres. Gaji yang f 4.000,- sehari tadi ialah kertas koran yang digedor oleh Tentara Tenno Heika di KOLF, Jakarta. Jadi harganya uang Jepang itu ialah harga kertas itu saja. Belum f 40,- lagi kalau diukur dengan mas umpamanya. Cuma harga mencapkan saja yang mesti dihitung. Yang dinamai dekking (penutup kertas) itu, seperti bank biasa memang tak ada. Tetapi ongkos pencapnya pun dibayar dengan kertas pula. Beras yang dijualkan kepada romusha itupun beras gedoran.

SI TOKE : Kalau semuanya itu digedor, bagaimana menghitungnya? Tenaga sendiripun tenaga gedoran.

SI GODAM : Ringkasnya yang 100 ton arang itu diperoleh dengan makian “bagero” saja. Tanah digedor, mesin digedor, dan tenaga romusha pun digedor.

SI PACUL : Benar katamu, kapitalisme yang dijalankan oleh Tentara Jepang dalam 3 tahun di Indonesia ialah Kapitalisme MERAMPOK melulu! Perhitungan untung 54.750% itu masih rendah sekali! Tak ada ukuran yang sebenarnya boleh dipakai, kalau semua syarat menghasilkan itu barang rampasan. Kalau pokok f 0.00 dan jumlahnya sehari f 10.000,-, dalam ilmu hitung persenannya boleh dikatakan tak berhingga. Boleh 1.000.000% atau lebih karena jualan mesti dibandingkan dengan pokok Jepang yang f 0.00 dan tenaganya si kapitalis Jepang yang keluar cuma tenaga menyemburkan "bagero" saja.

SI TOKE : Sering juga dia bertenaga banyak!

SI PACUL : Kapan umpamanya?

SI TOKE : Umpamanya kalau dia sudah main tampar, atau asyik menyiksa seperti kucing menyiksa tikus. Si Kempetai sibuk mencari api pembakar mangsanya atau membanting dan menendang mangsanya sepuas-puasnya .

MR. APAL : Betul sekali anak Dewa Turunan Ameterasu Omikami itu di sini merusak dan memusnahkan tenaga Indonesia. Jepang itu mau lekas kaya dengan tiada mempedulikan sumber kekayaan di Indonesia. Kita ingat pada cerita di sekolah rendah, cerita ayam bertelur emas. Si empunya ayam yang tak mempunyai kesabaran dan bodoh itu potong ayamnya supaya sekali lalu dia dapat semua emasnya. Tentulah akhirnya dia tak mendapatkan apa-apa.

DENMAS : Dalam ekonomi yang betul-betul dijalankan buat kemakmuran Rakyat Murba, sudahlah tentu “tenaga” itu mesti dipelihara baik-baik. Sebisa mungkin ditambah nilainya dengan menambah kodrat dan sifat-baiknya. Dipelihara makan minumnya si pekerja, dipelihara rumah dan kesehatannya serta digembleng otak dan tenaganya. Dengan begitu tenaga itu naik banyak (quantiteit) dan sifatnya. Inilah yang memakmurkan Negara.

SI TOKE : Tentulah sumber hasil yang lain-lain mestinya dipelihara pula. Bagaimana si Jepang membikin kurus sawah dan merusak mesin kereta dan auto tak perlu pula kita bicarakan di sini. Umur mesin yang sepatutnya sisa 10 tahun di tangan si Jepang tak sampai 5 tahun.

SI PACUL : Semua mesin “bagus” yang bisa berumur panjang habis diangkut Jepang ke negerinya. Benarlah, dia menjalankan EKONOMI MERAMPOK.

B. KRITIK MARX

1. Timbulnya "Nilai-Lebih"

SI TOKE : Saya juga sudah pernah baca, bahwa “untung” itu ialah “pencurian”.

MR. APAL : Kalau saya tak salah lebih cari satu abad lampau Weitling, pujangga Jerman sudah menyatakan bahwa “untung” itu ialah bagian hasil yang dicuri si kapitalis dari buruhnya.

DENMAS : Saya pun punya teman seorang jurnalis Tionghoa yang bilang bahwa pujangga Tionghoa Guru Kung, muridnya Guru Ming, katakan bahwa “untung” itu memang “pencurian”.

MR. APAL : Yang mengupas kapitalisme dan “untung” itu sebagai pencurian ialah seorang pujangga, ahli filsafat Jerman bernama Karl Marx. Orang bilang Marx mempelajari Ekonomi itu dalam tempo lebih kurang 20 tahun, di negara yang semasa hidupnya paling terkemuka dalam perindustrian, yakni Inggris. Marxlah yang mengupas kapitalisme itu secara ilmu selama ia hidup sebagai pelarian politik di Inggris itu.

SI TOKE : Kami persilahkan Mr. Apal memberi penerangan tentang kupasan Karl Marx itu secara populer.

MR. APAL : Secara populer, terus terang kubilang aku kurang sanggup. Biarlah Godam saja menerangkan.

SI PACUL : Memang Godamlah yang sehari-harinya bergaul dengan Pekerja Murba dan guru kursus buat mereka. Lebih pada tempatnyalah kalau Godam yang memberikan kupasan itu.

SI GODAM : Tetapi saudara sekalian di sini bukan pekerja murba!

SI TOKE : Benar, tetapi kami juga sanggup, dan di masa pekerja murba masih serba kekurangan tenaga seperti sekarang, kami wajib memberi penerangan pula pada pekerja murba. Isi yang patut diterangkan dan caranya menerangkan, tentulah kau lebih paham, Dam!

SI GODAM : Karl Marx ialah bapak dari satu teori, satu paham yang masyhur di dunia ekonomi dengan nama “Nilai-Lebih”. Dalam bahasa Jermannya ialah Mehrwert; Inggrisnya Surplus-Value. Maafkan saja kalau saya terjemahkan dengan “Nilai-Lebih”, Marx mengupas timbul, ada, dan tumbangnya “Nilai-Lebih” tadi dalam tiga buku tebal yang masyhur di dunia bernama Das Kapital. Benar tidak semuanya Marx yang menulisnya, karena dia meninggal dunia sebelum Das Kapital itu rampung. Teman sepembangunnyalah, bernama Frederich Engels yang meneruskan pekerjaan raksasa itu. Tentulah Engels meneruskannya dalam semangat teman sepembangunnya itu pula.

SI PACUL : Jadi kepada dua Bapak Proletar inilah sebenarnya dunia-proletar seharusnya berterima kasih. Marilah kita mengheningkan cipta buat arwah dua Maha Guru itu!

SI TOKE : Engkau masih ketinggalan semangatnya Pemuda Tenno pemuja arwah di Cureido Jakarta dan Kuil Ise di Tok dan Kuil Yasukuni Jinja tempat arwah serdadu Tenno Heika bersemayam, bersuka-ria!

SI GODAM : Memang Marx Engels tak meminta, malah tak mengizinkan kita sesama manusia memuja mereka. Mereka lebih berbesar hati kalau teori mereka diterjemahkan dengan sebaiknya, ialah menurut tempat dan menurut tempo. Mereka menghendaki supaya teori mereka menjadi pahamnya Pekerja Murba di seluruh dunia !

SI PACUL : Sesungguhnyalah rasa menghormati dan cinta itu ada pada saya. Saya pikir juga ada pada kebanyakan orang. Tetapi kalau tak baik caranya menghormat seperti yang saya majukan di atas bagaimana; kita menunjukkan rasa hormat, penghargaan dan cinta kita kepada pemimpin proletar yang mempergunakan semua tempo, tenaga, dan jiwanya buat kelas proletar itu, puluhan tahun lamanya?

SI GODAM : Ada jalan, Cul! Pertama sesudah kelak teori Marx diuji dan dipahamkan, laksanakanlah paham itu serajin-rajinnya dan sejujur-jujurnya terutama di antara kelasmu sendiri, kelas proletar tanah. Kedua, buat menerangkan “Nilai- Lebih” tadi akan kuambil contoh yang diberikan oleh Marx sendiri dalam bukunya Das Kapital tadi. Contoh itu masih bisa dimengerti dan dipakai. Dengan begitu kita panggil kembali Karl Marx di depan pikiran kita!

SI PACUL : Ya, benar, itulah cara yang sebaik-baiknya buat menghormati guru itu. Mulailah, Dam! Terangkan dari mana asalnya “Nilai-Lebih” yang oleh Weitling dan Guru Kung tadi dinamai pencurian.

MR. APAL : Sekarang juga sering dinamai “tenaga yang tidak dibayar”. Inggrisnya, unpaid labour.

SI GODAM : Sekarang marilah kita masuki satu pabrik pemintal benang. Di depan si pemintal ada mesin. Di kanannya ada kapas sebagai bahan. Di kirinya ada benang sebagai hasil tenaganya dan kekuatan mesin. Kita timbang benang hasilnya tadi, adalah 10 kg, ialah hasil sehari bekerja umpamanya 6 jam.

SI TOKE : Berapakah harga 10 kg benang itu?

SI GODAM : Marilah kita hitung dengan harga yang diberikan oleh Marx. Sekarang, karena harga uang Indonesia tak keruan turun naiknya ini, harga di masa Marx baik terus kita pakai saja. Tetapi uang Inggris kita tukar dengan uang yang kita kenal saja, dengan tak begitu mempedulikan harga tukarannya itu. Maksud kita cuma buat memberi contoh supaya paham, “bagaimana timbulnya Nilai-Lebih” tadi bisa kita mengerti.

SI TOKE : Silahkan!

SI GODAM :

Harga 10 kg kapas sebagai bahan benang tadi ialah 10 x 25 sen
250 sen
Harga kelunturan mesin dalam 6 jam kerjanya
50 sen
Harga tenaga kerja dalam 6 jam kerja itu (upah sehari)
75 sen
JUMLAH
375 sen
Jadi pokok 1 kg benang =
37½ sen

SI TOKE : Kalau dia jual umpamanya 75 sen 1 kg benang, jadi untungnya 100%.

SI GODAM : Tunggu dulu, Kek! Jangan terlalu cepat. Kita mesti anggap kaum kapitalis seluruhnya. Bukan kapitalis benang ini saja. Kita mesti menganggap kapitalis kain yang membeli benang umpamanya, seperti kaumnya kapitalis benang tadi juga, bahkan seperti dirinya sendiri. Dia sendiri biasa jadi kapitalis kain yang memakai benang sebagai bahan. Kalau dia ambil untung lebih dari dirinya sendiri itu, pada satu pihak, maka ini berarti ia merugikan dirinya sendiri pada lain pihak. Ini mesti dimengerti, Kek!

SI TOKE : Aku belum mengerti, Dam!

SI GODAM : Umpamanya si Kapitalis Benang kita tadi mempunyai dua kas. Kas yang kesatu berisi 37½ sen saja. Kas kedua 75 sen. Jumlah uangnya 112½ sen. Sekarang kas kesatu bukan berisi uang 37½ sen lagi, melainkan diisi dengan benang senilai 37½ sen. Yang 37½ sen tadi menjelma menjadi benang 1 kg. Jumlah nilainya kedua kas tadi bukanlah tetap 112½ sen? Seandainya benang 1 kg dari kas kesatu tadi dia tukarkan dengan kas kedua ialah 75 sen tadi. Jadi sekarang benang senilai 37½ sen bertukar tempat. Benang itu sekarang berada di kas kedua yang dahulu berisi uang 75 sen. Dan uang 75 sen sekarang pindah ke kas kesatu. Jumlah nilainya benang dan uang bukanlah tetap 112½ sen?

SI TOKE : Memang jumlah nilainya tetap 112 sen. Cuma tempatnya benang 1 kg dan uang 75 sen yang bertukar.

SI GODAM : Andaikan sekarang kas kedua berisi 75 sen bukan kepunyaan satu orang. Dia kepunyaan kapitalis lain, tetapi kapitalis juga. Jadi jumlah nilai pada dua orang kapitalis itu bukanlah tetap 112½ sen juga? Jadi kalau nilai 37½ sen itu dilipat dua bukankah ini berarti dia merugikan diri sendiri atau kelasnya sendiri? Di sinilah terselipnya peraturan (kesolideran) para kapitalis sebagai kelas. Merugikan seorang kapitalis lain berarti merugikan dirinya sendiri sebagai seseorang dari kelas kapitalis pula.

SI TOKE : Terlampau panjang aku mengambil tempo. Tetapi hal ini mesti terang betul buat kami. Sekarang barulah terang betul buat saya, bahwa dengan jalan menukar kapas memakai tenaga dan mesin begitu saja tak menimbulkan “untung”. Jadi dari mana mestinya timbul untung itu?

SI GODAM : Sekarang begini Kek! Si Buruh yang karena tak berpabrik, bermesin, atau berpacul itu, pendeknya Si Proletar, Si Tak Berpunya itu bukankah terpaksa menyerahkan, mempersekotkan, tenaganya kepada si kapitalis yang punya mesin?

SI TOKE : Benar, karena dia tak punya perkakas lagi seperti di zaman lampau. Dia sudah di-“merdeka”-kan oleh Pemberontakan Borjuis dari perkakasnya. Yang ada padanya sekarang hanyalah “tenaganya” saja yang dia peroleh dari Alam dari ibu-bapaknya.

SI GODAM : Benar, dengan harga 75 sen inilah yang dinamai upah Kek! Sekarang dia akan dibeli buat kerja sehari ialah 24 jam. Tadi kita andaikan dia bekerja cuma 6 jam saja sehari. 18 jam dia bebas! Sekarang si kapitalis merasa keberatan melihat dia bebas selama itu. Si kapitalis kerjakan si buruh, yang sudah mempersekotkan tenaganya, mengkontrakkan tenaganya itu, bukan 6 jam, melainkan umpamanya 12 jam! Apakah hasilnya?

SI TOKE : Ingin juga aku mau tahu, hasil 12 jam kerja itu dengan bayaran 75 sen sehari, karena dia dibayar buat satu hari.

SI GODAM : Perhatikan sulapan kapitalis, Kek! Tenaga itu sekarang bukan seperti mesin lagi melainkan menjelma menjadi barang yang bisa menyulapkan hasil yang dikehendaki si kapitalis.

SI PACUL : Sekarang engkau Dam, yang berlaku seperti tukang sulap yang membikin kami bingung! Cobalah beri perhitungan bagaimana si kapitalis menimbulkan Nilai-Lebih tadi!

SI GODAM : Bukankah tadi kita andaikan si pemintal benang bekerja 12 jam?

SI TOKE : Benar!

SI GODAM : Dalam 6 jam tadi dia pintal 10 kg artinya itu kapas dia sulap menjadi benang! Inilah keajaiban pertama dari tenaga manusia. Dia bisa tukar bentuknya barang. Bentuk kapas bertukar menjadi benang. Dalam 12 jam berapa kilogramkah benang yang bisa dipintal?

SI TOKE : Tentulah 2 x 10 kg = 20 kg.

SI GODAM : Berapakah harganya 20 kg benang, penjelmaan 20 kg kapas tadi?

SI TOKE : Sekarang aku sendiri bisa hitung, 20 kg harganya 2 x 375 sen tadi, ialah 750 sen.

SI GODAM : Tetapi berapa “pokok” si Kapitalis?

SI PACUL : Aku saja, Dam! Aku sudah mengerti.

Harga 20 kg kapas 20 x 25 sen
500 sen
Harga kelunturan mesin 2 x 50 sen
100 sen
Harga tenaga tetap
15 sen
JUMLAH
675 sen

Jadi “untung” 750 sen - 675 sen = 75 sen. Dan “untung” ini terang didapatnya dari tenaga. Inilah yang tiada dibayar, inilah yang secara ilmu oleh Marx dinamai “Nilai-Lebih”.

SI GODAM : Inilah sulapan kedua yakni sulapan yang menimbulkan Nilai-Lebih dengan jalan memakai tenaga buruh, lebih dari harga tenaga yang dipersekotkannya oleh Buruh. Dari “tenaga”-lah timbulnya Nilai-Lebih itu. Hitung sajalah persen untungnya, kalau 12 jam kerja itu diperpanjang sampai 15 jam, sampai 16 jam, seperti sungguh terjadi di Inggris semasa Marx!

SI TOKE : Bagaimana mesin? Bukankah mesin mengambil bagian pula dalam Nilai-Lebih tadi. Apakah artinya kelunturan mesin yang masuk perhitungan di atas?

SI GODAM : Mesin itu asalnya bermula dari “tenaga” juga bukan? Tenaga yang menukar besi jadi baja dan baja menjadi mesin. pikiran cerdas, pikiran si penemu (inventor), yang mesti dianggap sebagai tenaga istimewa, seperti kata Marx tenaga berlipat, sudah masuk pula ke dalam mesin tadi. Bagaimana juga mesin itu bukannya barang gaib.

SI TOKE : Kelunturan mesin itu apa pula?

SI GODAM : Seandainya mesin itu bisa dipakai 10 tahun. Pokoknya mesin itu umpamanya f 1.000,00. Jadi umurnya sang mesin itu ialah 10 tahun. Jadi tiap-tiap tahun dipakai umurnya berkurang satu tahun, dan harganya berkurang f 1000,00 : 10 = f 100,00. Yang f 100,00 itulah yang saya namakan kelunturan. Yang f 100,00 itulah yang dihitung oleh kapitalis sebagai ongkos. Di sini hal itu kupopulerkan saja. Biarpun mesin itu bisa hidup terus 10 tahun, tetapi kalau sesudah 5 tahun umpamanya didapati mesin yang lebih kuat, maka mesin yang tadi biasanya dilemparkan saja. Tak dipakai 5 tahun lagi! Tetapi hal ini di sini agak sedikit menyimpang. Yang penting buat diketahui ialah: si kapitalis yang mempunyai mesin dan uang pergi ke pasar tenaga. Di sini dia berjumpakan tenaga yang tak bisa dipakai oleh si empunya, karena tak ada kapital. Tenaga itu amat murah, karena persaingan satu penjual dengan yang lain. Karena yang empunya tenaga mesti makan, membayar sewa rumah buat diri dan keluarganya, tenaga murah itu dibeli murah. Ajaibnya tenaga itu bisa menukar bentuk barang dari kapas ke benang dan dari benang ke kain. Tenaga itu boleh dipakai lebih lama dari nilai upahnya, seandainya upahnya bisa dibayar dengan 6 jam pekerjaannya. Tetapi karena dia berkontrak buat sehari, maka dia bisa dipekerjakan lebih dari 6 jam itu. KERJA LEBIH itulah yang menimbulkan Nilai-Lebih, ialah tenaga yang tak dibayar.

SI PACUL : Kalau begitu masyarakat kita ini berdasarkan kedustaan belaka. Kata si kapitalis, dialah yang memberi kehidupan pada si buruh. Sebenarnya bukankah si buruh yang senantiasa menambah kekayaan si kapitalis? Bukankah pula si buruh yang mempersekoti si kapitalis? Bukan sebaliknya si kapitalis yang mempersekoti si buruh!!

SI GODAM : Memang begitu Cul! Si buruh baru menerima upahnya sesudah membanting tulang dan mengeluarkan peluh keringat sekurangnya seminggu. Baru biasanya dia menerima upah. Jadi tenaganyalah yang keluar dahulu. Di belakang baru mendapat upahnya.

SI TOKE : Kalau begitu makin lama si buruh dipekerjakan makin besar pula “Nilai-Lebih” si kapitalis. Bukankah tak lebih untung buat si kapitalis, kalau dipekerjakan 24 jam sehari.

SI GODAM : Ada batasnya Kek! Nantilah kuterangkan.

2. Mempertinggi “Nilai-Lebih”

SI GODAM : Engkau Kek, tadi sudah bilang, bahwa makin lama si buruh bekerja makin besar untung si kapitalis. Umpamanya upahnya sehari bisa ditebusnya dengan kerja 6 jam hari itu, maka seandainya ia kerja terus sampai 10 jam, maka 4 jam tempo lebih itu ialah buat si kapitalis. Empat jam tempo lebih itu menimbulkan 4 jam “Nilai-Lebih” pula. Kau sangka bahwa si kapitalis akan lebih beruntung kalau buruhnya bisa dipekerjakan 24 jam sehari.

SI TOKE : Logisnya memang begitu, bukan?

SI GODAM : Si Jepang juga pernah menjalankan begitu, atau serupa itu. Dengan mataku sendiri kusaksikan ribuan romusha dikerjakan di hujan dan panas berhari-hari buat membikin lapangan kapal terbang. Di Inggris di abad yang lampau, di zaman Revolusi Industri, hal itu memang hampir umum terjadi. Tetapi lambat- laun, karena akibat kelamaan kerja itu amat menyedihkan dan terutama disebabkan perlawanan kaum buruh sendiri, maka cara mempertinggi “Nilai-Lebih” dengan jalan memperpanjang lamanya kerja semau-maunya kapitalis itu tiada bisa dilakukan. Bukankah manusia perlu tidur selama 7 atau 8 jam sehari? Bukankah si buruh perlu mengaso, makan, membersihkan diri dan melayani anak istri, walaupun dalam sedikit tempo saja? Bukankah si buruh perlu menambah kebudayaannya buat menambah hasil pekerjaannya pula?

SI PACUL : Lagipula hasil kerja 8 jam sehari belum tentu kurang dari hasil 12 jam sehari. Boleh jadi pada permulaan satu atau dua hari bekerja, hasil 8 jam bekerja kurang dari bekerja 12 jam sehari. Tetapi kalau sudah berhari-hari dilakukan, maka semangat bekerja dan tenaganya sendiri pasti akan berkurang. Jadi akhirnya hasil pekerjaannya kurang dari si pekerja 8 jam sehari. Si pekerja 8 jam, kesehatannya, kalau terjaga, tentu lebih kuat dan lebih bersemangat.

SI GODAM : Tuntutan kaum buruh dunia yang sudah diorganisir, tuntutan 8 jam kerja sehari, memang cocok dengan ilmu dan kemanusiaan. Jadi lama kerja itu memang ada batasnya. Pertama sebab tenaga manusia memang terbatas. Kedua sebab organisasi proletar di mana-mana memaksa majikan mengurangi lama kerja.

SI PACUL : Si kapitalis itu bukankah selalu mencari akal buat memperbesar untungnya?

SI GODAM : Memangnya begitu, jalan yang lain buat si kapitalis ialah menambah kuatnya bekerja (lebih intensif). Seandainya ia mesti memukul 100 x 1 jam, maka sekarang dia disuruh memukul 200 x dalam 1 jam. Seandainya dia mesti berjalan 6 km satu jam, sekarang dia disuruh berjalan 8 km dalam satu jam. Ada pula jalan lain!

SI PACUL : Jalan apa pula, Dam?

SI GODAM : Seandainya ukuran hidupnya yang cocok dengan hidupnya dalam kesosialan adalah hasil pukul rata 8 jam bekerja, maka dia sekarang diupah dengan 6 jam kerja saja, Tetapi marilah kita andaikan muslihat ini tak dijalankan oleh si kapitalis. Ada lagi muslihat lain yang tak begitu kentara di mata kaum buruh.

SI PACUL : Ada-ada saja akal si kapitalis ini. Sungguh pintar ia memikirkan jalan yang menguntungkan dirinya sendiri.

SI GODAM : Seandainya seorang buruh kerja 10 jam sehari. Buat penebus upahnya umpamanya perlu ia kerja di hari itu 6 jam lamanya. Sekarang ia dan ahli pembantunya si penemu (inventor) memikirkan jalan menurunkan kerja 6 jam itu sampai 5 jam umpamanya. Kalau bisa begitu maka kini buat menebus upahnya sendiri, dia perlu bekerja 5 jam sehari. Sisanya yang 5 jam lagi dipakainya buat majikannya. Jadi dengan tetap jumlah kerja 10 jam sehari si kapitalis sekarang bisa menaikkan “Nilai-Lebih” sebanyak kerja satu jam sehari, jadi 25% tambahnya dari hasil 4 jam kerja lebih dahulunya.

MR. APAL : Buat ini perlu perubahan kemesinan dan sosial. Buat itulah seorang insinyur atau penemu selalu ada di samping si kapitalis. Mereka ini selalu memutar otak buat mempertinggi kekuatan “efisiensinya” mesin.

SI PACUL : Celaka 13 kalau begitu mesin itu! Mesin yang bisa menguntungkan masyarakat seluruhnya sekarang dipakai buat mempertinggi “Nilai-Lebih”-nya si kapitalis saja!

MR. APAL : Mesin itu mencoba memurahkan harga kain, makanan dan keperluan sehari-harinya si Buruh. Mesin tenun yang lebih kuat, cepat, banyak dan traktor yang lebih efisien bisa melipatgandakan hasil seperti pakaian dan makanan. Hasil yang berlipat ganda banyaknya itu tentulah turun pula harganya. Karena hasil yang turun harga itu merendahkan takaran hidup (standar hidup) buruh. Maka dia sekarang bisa kurang lama kerja menebus upahnya sehari-hari. Seandainya dulu perlu kerja 6 jam sehari, sekarang dengan 5 jam sehari atau kurang, bisalah ditebus upahnya itu. Sisanya yang 5 jam masuk ke kantong majikannya.

SI GODAM : Begitulah maka si kapitalis berlomba-lomba mendapatkan mesin baru, setahun demi setahun modal yang terkandung oleh mesin bertambah naik dan modal yang terkandung oleh upah sehari demi sehari bertambah turun.

SI TOKE : Ada saja paham yang berlainan dengan paham ahli ekonomi-borjuis, Dam! Jadi kalau begitu menambah modal yang ditanam dalam mesin itu memang sudah terbawa oleh kemajuan kapitalisme.

SI GODAM : Begitulah yang sebenarnya. Selalu saja modal mesin naik!

SI PACUL : Coba kasih contoh, Dam!

SI GODAM : Camkanlah contoh dari Guru Marx juga, Cul! Tapi saya kutip dari ingatan saja. Maafkan kalau ada berbeda angkanya! Andaikan 5 Modal

Modal Rupiah Modal dalam Mesin Modal Gaji Buruh Jumlah Modal Nilai Lebih 50% Gaji Untung Nilai Lebih
1
50
50
100
25
25
2
70
30
100
15
15
3
80
20
100
10
10
4
84
16
100
8
8
5
90
10
100
5
5
JUMLAH
374
126
500
63
63

Andaikan 5 modal tadi kepunyaan seorang kapitalis. Yang ke 1 ialah modal kebun kapas. Yang ke 2 modal buat membersihkan biji kapas. Yang ke 3 modal buat memintal benang. Yang ke 4 buat menenun kain. Yang ke 5 buat mencat atau mencelup. Jumlah modal itu adalah f 500,00. Jumlah untungnya f 63,00. Jadi untungnya dipukul rata adalah f 12,60. Kalau begitu, maka ada modal yang untungnya mesti diturunkan ke untung pukul rata, yaitu untung yang lebih tinggi dari untung pukul rata. Ada pula modal yang boleh dinaikkan sampai setinggi untung pukul rata. Modal ke 1, yang mesinnya berharga f 50,00 kekurangan untung f 12, 40 (f 25,00 - f 12,60). Modal ke 2, yang mesinnya berharga f 70,00 kekurangan untung f 2,40 (f 15,00 - f 12,60). Modal ke 3, yang mesinnya berharga f 80,00 kelebihan untung f 2,60 (f 12,60 - f 10, 00). Modal ke 4, yang mesinnya berharga f 84,00 kelebihan untung f 4,60 (f 12,60 - f 8,00). Modal ke 5, yang mesinnya berharga f 90,00 kelebihan untung f 7,60 (f 12,60 - f 5,00). Modal ke 1 dan ke 2 kekurangan sejumlah f 12,40 + f 2,40 = f l4,80. Modal ke 3, ke 4, dan ke 5 kelebihan sejumlah f 2,60 + f 4,60 + f 7,60 = f 14,80, dengan kenaikan modal buat mesin dari 80 ke 84 dan ke 90, maka naik pula kelebihan untung dari untung pukul rata f 2,60 ke f 4,60 dan ke f 7,60.

SI TOKE : Kalau begitu akan terus menerus modal dipendamkan ke dalam mesin akhirnya tak ada lagi kapitalis yang mau memendamkan modalnya ke gaji buruh, ke tenaga buruh. Tegasnya penghasilan kelak akan ditimbulkan oleh mesin semata-mata. Tenaga manusia tak akan berguna lagi.

SI GODAM : Jangan terlampau cepat berlari, Kek. Dalam teorinya memang begitu. Tetapi pemakaian mesin tentulah pula ada batasnya. Modal yang ditanam di mesin tak bisa sampai ke f 100,-, ialah kesemuanya pokok f 100,-. Buruh akan tetap perlu buat mengawasi mesin. Tak semua pekerjaan bisa dikuasai oleh mesin saja. Tetapi dalam kenaikan terus menerus dalam lingkungan terbatas itu sebenarnyalah kenaikan modal-mesin itu berarti kenaikan kelebihan untung dari “untung pukul rata”.

SI PACUL : Herannya pula “untung pukul rata” itulah yang penting buat masyarakat kapitalis. Bukan keuntungan seorang kapitalis, tetapi untung pukul ratalah yang menjadi pedoman.

SI GODAM : Tepat, Cul! Lihatlah saja modal ke 1, sebetulnya buat diri sendiri ialah buat kebun kapas untung itu f 25,- Tetapi karena pukul ratanya cuma f 12,60, jadi kebun kapas itu sebenarnya kehilangan f 12,40. Awas, Cul, Marx membedakan “Nilai-Lebih” dengan “Untung” seorang kapitalis! Dan “untung pukul rata” kaum kapitalis seluruhnya! Di atas tadi dimisalkan 5 modal itu kepunyaan seorang kapitalis saja. Akibatnya sama juga kalau lima modal itu dipunyai oleh lima orang kapitalis. Yang lima kapitalis ini pun kalau dipandang dari penjuru kepentingan kelas, adalah satu kamus, satu kelas.

SI TOKE : Jadi rupanya seorang kapitalis pada satu pihak bersatu kalau menghadapi buruh. Sama-sama mereka itu menghisap buruh. Sama-sama pula mereka itu diukur oleh untung pukul rata, ialah hasil persaingan satu sama lainnya kapitalis. Yang tinggi buat diri sendiri turun kalau diukur dengan untung pukul rata dan yang rendah naik menerima sisa sampai ke untung pukul rata. Inilah pula sebabnya tiaptiap kapitalis berlomba-lomba menaikkan modal yang ditanam dalam mesin. Nah, sekarang mesin memperbanyak hasil. Kalau hasil itu kebanyakan, maka harganya turun sampai merosot sama sekali. Kalau sampai merosot begitu rendah, bukankah kapitalis tak bisa dapat untung lagi? Akhirnya pabrik ditutup! Kaum pekerja dilepas berduyun- duyun. Ini namanya krisis bukan?

SI GODAM : Baiklah kita bicarakan pula perkara krisis itu di lain tempat!

II. Krisis

SI GODAM : Marx mempunyai perhitungan yang pasti pula tentang krisis itu. Dia jalankan aliran KRISIS itu dengan angka. Tetapi aku sangsi apakah perhitungan itu bisa diperlihatkan di sini.

SI TOKE : Kenapa pula tiada bisa, Dam?

SI GODAM : Sebelum Marx mengeluarkan itu sudahlah tentu ia lebih dahulu memberikan bermacam-macam penerangan. Lagipula mempunyai bahasa sendiri dan cara memeriksa sendiri. Kalau kita belum memahami filsafatnya Hegel, ialah Gurunya Marx, susah kita mengikuti uraian Marx. Akhirnya saya sangsi, apakah saya masih ingat seluruh perhitungan Marx tadi, karena sudah lama betul saya pelajari hal itu. Celakanya lagi saya tak mempunyai buku karangan Marx sudah bertahun-tahun.

SI PACUL : Asal aliran pikirannya benar, Dam! Selama ini kami bisa mengikuti aliran pikiran Marx yang kau bentangkan.

SI GODAM : Maaf kalau salah! Sebenarnyalah, di tengah-tengah perjuangan Surabaya ini, di antara api, terbakar di kampung ini dan kampung itu, di antara tembakan dari pihak musuh dan pihak kita, manakah kita bisa mencari, apalagi mempelajari teori krisisnya Karl Marx.

SI PACUL : Seadanya saja, Dam!

SI GODAM : Marilah kita mulai. Semua yang berhubungan dengan perkakas menghasilkan, ringkasnya mesin, ditaruh oleh Marx pada garis atas. Semua yang berhubungan dengan pemakaian (konsumsi) dibubuhnya di garis bawah.

Mesin Modal mesin f 4.000,- Modal gaji buruh mesin f 1.000,- Nilai-Lebih (modal mesin) f 1.000,-
Pemakaian Modal (mesin) pemakaian f 2.000,- Modal Buruh (pemakaian) f 500,- Nilai-Lebih (modal pemakaian) f 500,-

Oleh Marx modal yang ditanam dalam “mesin” itu, baik buat pembikin mesin ataupun pembikin barang pakai, dinamainya “kapital tetap atau constant capital”. Karena mesin itu tak berubah nilainya selama dipekerjakan, selama menghasilkan. Modal yang ditanam dalam tenaga itu dinamainya “kapital-berubah” atau variable capital. Karena seperti sudah diterangkan di atas memang nilainya berubah selama dipekerjakan. Ingatlah kapas yang dilayani “tenaga” itu yang mulanya berharga f 675,- menjadi benang yang berharga f 750,-.

SI TOKE : Tetapi sudah kau bilang lebih dahulu, mesin itu luntur juga.

SI GODAM : Memang begitu, tetapi kalau dibandingkan dengan tempo bertahun-tahun. Bukan kalau dibandingkan dengan masanya mesin bekerja.

SI PACUL : Terangkanlah perhitungan di atas!

SI GODAM : Lihatlah dahulu angka di baris kedua! Yang f 500,- buat tenaga, atau gaji itu mesti seimbang dengan “Nilai-Lebih” f 500,- yang berupa kain, dan lainlain barang yang dipakai. Itulah pertukaran antara buruh dan kapitalis. Mulanya si kapitalis memindahkan modalnya kepada buruh berupa gaji. Tenaga buruh menukar modal tadi menjadi barang-pakai. Kemudian barang-pakai itu dibeli pula oleh buruh buat dipakai.

SI TOKE : Pendeknya jumlah gaji buruh mesti cocok dengan jumlah harga barang. Kalau barangnya berlebihan menjadi tertumpuk tak bisa dijual. Kalau kekurangan, maka kaum buruh kekurangan pula, tak ada barang buat dibeli.

SI GODAM : Begitulah dalam garis besarnya. Diandaikan di sini dalam masyarakat itu cuma ada dua golongan saja, ialah golongan buruh yang terbanyak dan golongan kapitalis yang sedikit itu. Sekarang yang amat penting pula! Lihat f 2000,- di garis bawah f 2000,- ini. Ialah modal yang ditanam pada mesin buat barang-pakai manusia (kain dan lain-lain). Lihat pula di garis atas f 1000,- ialah modal buat gaji buruh mesin yang akan bertukar rupa menjadi mesin dan “Nilai-Lebih” berupa mesin pula seharga f 1000,- Jumlahnya f 2000,- Sekarang mesin seharga f 2000,- di garis bawah mesti sama dengan jumlah gaji dan “Nilai-Lebih”, jadinya f 1000,- + f 1000,- = f 2000,- (Gaji f 1000,- dan “Nilai-Lebih” f 1000, itu keduanya menjadi berupa mesin). Seperti sudah dibilangkan lebih dahulu, garis atas berhubungan dengan pembikinan mesin. Garis bawah berhubungan dengan pembikinan barang-pakai. Mesin yang dibikin di atas mesti cocok harganya dengan mesin yang dipakai buat pemakaian. Jika mesin itu dibikin terlampau banyak, maka mesin itu kelebihan, menjadi bertumpuk-tumpuk, tak bisa dijual lagi. Mesin tambahan itu menambah pula banyaknya hasil buat dipakai, kain dan lain-lain. Tertumpuk pulalah kain dan sebagainya itu.

SI PACUL : Inilah namanya krisis. Si kapitalis terlampau banyak menanam modalnya di mesin yang membikin mesin. Untung terlampau banyak mengalir ke kantong si kapitalis. Dan untung yang berupa uang itu ditanam di pabrik ini dan pabrik itu, sampai hasil melimpah. Timbullah krisis, banjirlah hasil.

SI GODAM : Tepat, Cul! Tetapi sebaliknya kalau modal mesin buat pemakaian, jadi jumlah f 2000,- di atas kurang dari f 2000,00 maka hasil kurang. Rakyat pembeli kehausan barang!

SI TOKE : Pendeknya harga mesin yang dibikin oleh Kapitalis- Mesin mesti sama dengan banyaknya mesin yang perlu dipakai oleh Kapitalis-Barang-Pakai. Karena barang-pakai ini terutama dibeli oleh kaum buruh maka hasil barang-pakai mesti cocok dengan jumlah gaji, yakni jumlah uang pembeli barang-pakai tadi.

SI GODAM : Begitulah sebenarnya, Kek! Tetapi aku insyaf bahwa penerangan di atas belum cukup. Memang seluk beluk uraian Marx tentang kapitalis itu tiadalah bisa dimengerti begitu saja. Malah banyak orang terpelajar yang tak mengerti Das Kapital itu. Barangkali penerangan yang lebih populer akan bisa menambah yang kurang. Janganlah putus asa!

SI PACUL : Kasihlah juga penerangan yang populer, kalau penerangan di atas amat susah dimengerti atau belum cukup, maka pada sesuatu kursus kami bisa memakai penerangan yang populer itu.

SI GODAM : Paul Memberts, nama seorang ahli ekonomi, berkata: Hasil dan pemakaian atau produksi dan konsumsi mesti seimbang. Memberts ini adalah seorang ahli ekonomi borjuis. Tetapi dalam hakikatnya dia sama pahamnya dengan Marx, ahli ekonomi proletar, yakni terhadap perkara krisis tadi.

SI TOKE : Cobalah beri satu simpulan tentangan wataknya KRISIS, Dam! Si godam : Benar pula, Kek! Selama ini kita belum sampai ke sana. Memang perlu satu simpulan yang pendek dan jitu. Aku ingat akan simpulan yang pendek jitu itu.

SI TOKE : Keluarkan, Dam!

SI GODAM : Krisis ialah keadaan yang merupakan serba kekurangan di satu kutub dan serta kelebihan di kutub yang lain.

SI TOKE : Memang di pihak yang banyak orangnya serba kekurangan. Sedangkan di pihak yang sedikit orangnya serba kelebihan. Ialah kelebihan mesin, auto, pakaian, makanan dan lain-lain.

SI GODAM : Ada pula beberapa simpulan dari pihak sosialis yang terkemuka di Jerman yakni Hilferding. Sosialis ini menulis satu buku yang masyhur sekali di kalangan kaum sosialis. Nama buku itu ialah Finanz Kapital. Hilferding pernah menjadi menteri di Jerman.

SI PACUL : Manakah simpulan Hilferding itu?

SI GODAM : Barangkali Denmas atau Mr. Apal bisa memberikannya. Aku bisa mengaso sebentar.

MR. APAL : Kalau saya tak salah Hilferding memberikan tiga simpulan penting berhubungan dengan krisis tadi. Saya terpaksa mengutip di luar kepala. Maksudnya kira-kira begini :

l. Lebih besar dan lebih cepat mesin itu dibutuhkan demi lebih besarnya permintaan (demand). Yang bertambah besar buat baja umpamanya, membutuhkan mesin penimpa baja yang lebih kuat dan lebih cepat. Tetapi mesin yang senantiasa bertambah besar itu lebih susah mencocokkan dirinya dengan permintaan dari pabrik di zaman manufaktur, pertukangan. Artinya itu hasil baja lebih besar daripada permintaan baja. Demikianlah baja melimpah! Ingatlah apa yang diterangkan oleh Godam tadi perkara harus seimbang jumlah harga f 2000,- di garis bawah.

2. Jurang di antara apa yang seharusnya dipakai oleh kaum buruh dengan apa yang mereka bisa pakai, semakin hari semakin bertambah besar. Karena jumlah gaji buruh yang sebenarnya sehari demi sehari berkurang- kurang dan hasil barang sehari demi sehari bertambah- tambah, maka kekuatan buruh itu membeli tiadalah seimbang dengan naiknya banyak barang. Ingatlah apa yang diuraikan oleh Godam perkara usaha kaum kapitalis mengurangkan jam kerja buat menebus upahnya! Dalam contoh yang diberikan tadi ialah dari 6 jam ke 5 jam.

3. Produksi itu tidak saja senantiasa bertambah maju kuatnya, efisiensinya, tetapi juga bertambah sulit. Paman kita di Kalimantan umpamanya kalau perlu makanan, dia menengok saja ke sana-sini. Kalau terlihat ular, dengan tangan saja dia tangkap ular itu masukan ke mulut. Tetapi sebelumnya roti sampai ke mulut banyak tingkat yang mesti dilalui. Supaya jangan ada krisis, tiap-tiap tingkat itu mesti memenuhi syarat. Tidak saja si tukang roti mesti mengadakan roti tak kelebihan dan tak kekurangan buat para pemakan. Tetapi juga pabrik batu tembok tak boleh mengurangi atau melebihi batu temboknya buat pabrik roti. Tak pula boleh melebihi atau mengurangi perkakas dan mesin buat pabrik roti tadi.

Jadinya hasil tambang tanah liat dan tanah besi mesti tak lebih dan tak kurang dari yang dibutuhkan oleh pabrik batu tembok dan pabrik besi atau baja. Hasil pabrik besibaja tak pula boleh lebih atau kurang dari yang dibutuhkan oleh pabrik pembikin perkakas memasak roti. Hasil pabrik batu tembok dan pabrik pembikin perkakas memasak roti tak pula boleh lebih atau kurang dari kebutuhan pabrik roti sendiri. Pabrik roti akhirnya mesti mencukupi tak boleh mengurangi atau melebihi keperluan pemakan roti.

SI PACUL : Mana seimbangan itu bisa diperoleh, kalau begitu banyak kapitalis tambang tanah liat dan tanah besi. Begitu banyak pula majikan pabrik batu tembok dan pabrik besi dan baja. 1001 pula banyaknya dan perhitungannya kapitalis pabrik membikin perkakas memasak roti. Akhirnya berapa pula persaingan, konkurensi di antara pabrik roti di tiap-tiap kota. Satu sama lain para kapitalis pada bermacam- macam tingkat dari tambang tanah liat atau besi sampai ke roti sebagai hasil akhirnya tak berunding atau menghitung hasil dan pemakaian lebih dahulu. Mereka berlomba- lomba mendapatkan dan memakai perkakas yang sebaik- baiknya, supaya bisa menjual semurah-murahnya dan mendapat untung sebesar-besarnya!

SI GODAM : Tepat, Cul! Itu namanya anarkisme dalam produksi, Cul. Memang engkau ahli mamah dan tukang sekali dalam hal melaksanakan suatu paham! Tetapi engkau sekarang agak terlampau lewat melompat. Tiga simpulan Hilferding yang dimajukan oleh Mr. Apal tadi memang cukup buat penjelasan perhitungan Marx. Tetapi barangkali Denmas, yang selama ini diam-diam saja barangkali ada pula punya pelor buat ditembakkan menuju penghasilan secara kapitalis itu.

DENMAS : Memang aku sudah sediakan pelor itu. Sebenarnya pelor itu datangnya dari pihak kaum borjuis pula. Sudahkah saudara sekalian mendengar satu aliran di Amerika bernama “teknokrasi”?

SI TOKE : Sudah! Seorang terkemuka sekali dalam aliran itu ialah seorang profesor dari Columbia University bernama Hesley. Aliran itu timbul di masa krisis yang hebat sekali di Amerika, negara kapitalisme terbesar dan katanya paling makmur itu. Kaum “teknokrat” tak percaya pada sistem parlementer. Mereka berpendapat bahwa kaum tekniklah yang berhak mengurus Negara. Karena kaum tekniklah yang menyelenggarakan produksi. Sebab itulah aliran itu mereka namai “teknokrasi”. Almarhum Presiden Roosvelt ialah seorang penganut teknokrasi yang mencoba melaksanakan aliran itu. Tetapi, Denmas, apakah paham kaum teknokrasi tentang krisis?

DENMAS : Dalam hakikatnya mereka membenarkan simpulan Marx dalam garis besarnya. Mereka mengakui penuh bahwa mesin dan hasil barang-pakai pada pihak kapitalis dari hari ke hari bertambah-tambah saja. Tetapi kemajuan hasil tak berbanding dengan kekuatan si pembeli. Kata mereka kaum teknokrat tadi, kalau dibandingkan dengan majunya hasil, maka kurang kian berkuranglah banyaknya kaum buruh yang menerima gaji sepadan dengan takaran hidup dalam masyarakat Amerika. Maksud mereka adalah hasil bertambah banyak tetapi pembeli bertambah kurang. Si kaya bertambah kaya, si miskin bertambah miskin.

SI GODAM : Rasanya sudah cukup penjelasan KRISIS itu dari segala pihak: dari pihak Marxis ialah dari Marx sendiri, pihak sosialis, dan pihak borjuis. Semuanya mufakat mengatakan bahwa krisis timbul disebabkan oleh gangguan seimbangnya produksi dan konsumsi, penghasilan dan pemakaian. Keuanganpun bisa menimbulkan atau memperhebat krisis, tetapi akan terlampau panjang kalau perkara ini diusik-usik pula. Baiklah saya tanya, apakah saudara sekalian ingin mendengarkan beberapa simpulan dari Maha Guru, sahabat dan teman sepembangunan Marx sendiri? Dari Frederich Engels, yang selalu setia dengan teman seperjuangannya, Marx, selalu tepat-jitu dalam simpulannya dan gampang pula dimengerti.

SI PACUL : Tentu, Dam! Otakku masih kuat menerimanya! Aku tak akan meminta saudara sekalian mengheningkan cipta buat menghormat Maha-Guru kita Engels. Aku cuma minta beberapa simpulan Engels yang berhubungan dengan krisis.

SI GODAM : Dalam Dasar Komunisme Engels kira-kira:

l. Alat menghasilkan yang luar biasa (mesin) kita peroleh dari kapitalisme. Tetapi kapitalisme pulalah yang menimbulkan pertentangan di antara produksi dan konsumsi, di antara penghasilan dan pemakaian.

2. Untuk kemajuan alat (mesin) menghasilkan perlulah pula dinaikkan hasil. Kenaikan hasil ini tidak mempedulikan para penghasil dan para pemakai hasil itu. (Jadi maksud Engels, kalau ada seorang kapitalis mendapatkan mesin baru, maka dia naikkan saja hasilnya dengan mesin baru itu. Dia tiada mempedulikan apakah hasilnya sendiri ditambah hasil para kapitalis lain melebihi keperluan pemakai. Juga tiada dia pikirkan apakah hasilnya yang banyak dan murah itu membunuh perusahaan para kapitalis temannya).

3. Entah dapat atau tidaknya pasar, mesin raksasa zaman sekarang mesti meneruskan produksi buat menghindarkan kelunturan mesin (Di masa sekarang, memang diakui sungguh ahli ahli ekonomi dan teknik, bahwa mesin yang telantar itu amat merugikan kalau dipandang dari pihak kelunturan saja).

SI PACUL : Habislah pembicaraan kita ini tentang krisis kalau Mr. Apal mau membentangkan bagaimana lakonnya Krisis itu.

MR. APAL : Baik saya pendekan saja.

l. Barang melimpah, sebab itu harganya turun dan untung merosot.

2. Pabrik terpaksa ditutup sebab tak menguntungkan lagi. Penganggur memuncak.

3. Kaum saudagar juga memperhentikan berdagang.

4. Para pemegang saham, yang sudah merosot kurs sahamnya berebut-rebut menjual sahamnya, dari industri berat dan ringan.

5. Para bankir menuntut piutangnya.

SI GODAM : Krisis itu dahulu terjadi sekali 10 tahun. Tetapi sekarang bertambah cepat dan bertambah hebat lagi. Bukankah pula mesin itu setahun demi setahun bertambah kuatcepat? Sepadan dengan itu putaran (cycle) KRISIS itu bertambah cepat pula.

III. Produksi Anarkis

DENMAS : Kalau kulihat sepintas lalu, mesin itu “celaka 13” buat masyarakat manusia. Kuakui penuh bahwa mesin itu banyak membawa kemajuan. Banyak sekali, tak perlu kusebutkan semuanya. Ingatlah saja kelaparan di satu daerah terpencil dan kurus tanahnya bisa ditolong dengan cepat. Karena kapal atau kereta api dengan segera bisa mengangkut makanan dan obat ke tempat yang ditimpa marabahaya. Persatuan dari beberapa bangsa yang dulunya tak kenal- mengenal satu sama lain atau bermusuh-musuhan bisa ditimbulkan atau ditambah-tambah. Tetapi bukankah pula majunya mesin mempercepat datangnya dan memperdalam hebatnya KRISIS? Selain dari itu memperbanyak korban manusia dalam peperangan? Perhatikan sajalah akibat bom atom dan mortir, bom dan peluru Inggris di kota Surabaya kita ini. Tidakkah lebih aman masyarakat berdasarkan tenaga belaka? Bukankah pula menurut angka-angka Marx tadi modal f 50,00 ditaruhkan pada modal-tetap untungnya lebih besar daripada modal f 90,00 modal tetapnya? Yang pertama mendapat untung f 25,00, yang kedua cuma f 5,00 kalau persennya sama-sama 50% dan jumlah modal f 100,00.

MR. APAL : Sekarang Denmas, baiklah saya yang menjawab. Tak kusangka engkau makan dalam begitu! Memang “tenang itu menghancurkan” kata pepatah Indonesia. Rupanya, Denmas, engkau masih terpaut oleh feodalisme!

DENMAS : Oh, jangan begitu, Pal!

MR. APAL : Kalau sebelum David Ricardo, ahli ekonomi Inggris itu, engkau berkata begitu, memang cocok dengan zaman seperti Ningrat. Engkau akan pertahankan mati-matian sistem memakai tenaga di bidang pertanian, karena persen untungmu sebagai kapitalis-tanah-perseorangan yang memakai tenaga memang lebih tinggi dari persen kaum industrialis yang memakai mesin, maka engkau akan meminta perlindungan dan hak luar-biasa pada Negara. Engkau akan menjadi orang yang berhak luar biasa! Dalam bahasa awak namanya ini Ningrat!

DENMAS : Ke mana aku kau bawa, Pal?

MR. APAL : Lihatlah kembali perhitungan Marx! Bukankah keuntungan bertinggi berendah itu di pasar persaingan dipukul rata? Yang tinggi direndahkan dan yang rendah ditinggikan? Di pasar “merdeka” (pasar bebas) —yakni merdeka buat kaum borjuis—persaingan itu mesti berlaku atas semua modal. Baikpun untungnya modal pabrik si industrialis ataupun untungnya modal Ningrat, yang ditanamnya di tanah itu mesti “dipukul” sampai rata. Yang lari ke parlemen itu ialah mereka yang tak mau dipukul-ratakan. Mereka memakai undang-undang istimewa buat melindungi dirinya. Dalam politik itu namanya kekolotan, konservatif.

DENMAS : Kekolotan?

MR. APAL : Memang kaum ningrat tulen itu kolot, mau memegang yang lama. Dalam dunia politik itu berarti meminta perlindungan, meminta hak istimewa. Dalam pertanian, itu berarti memakai tenaga saja atau perkakas yang dijalankan oleh tenaga saja, pacul umpamanya, oleh budak atau setengah budak.

DENMAS : Lho! Kenapa sampai begitu, Pal!

SI PACUL : Memang pacul itu —bukan aku, lho!—lebih murah harganya dari traktor! Jadi bukankah nyata modal yang ditanam pada perkakas (pacul) itu lebih rendah persennya dari yang ditanam pada traktor?

DENMAS : Ya, tetapi.............

SI TOKE : Tetapi apalagi, Denmas? Aku pun sudah mengerti betul bahwa negara berdasarkan perkakas dijalankan dengan tenaga itu kolot, kaum ningratnya takut sama mesin. Tetapi bukankah itu mengenai pahammu yang pertama?

DENMAS : Paham yang mana pula, Kek?

SI TOKE : Engkau memuji mesin, karena mesin bisa menolong bahaya kelaparan dengan cepat. Tetapi bisakah kelaparan di Bojonegoro umpamanya ditolong kalau seperti di zaman Ken Arok padi itu mesti dipikul dari Indramayu oleh manusia atau oleh kerbau? Apakah kerisnya Ken Arok saja bisa melawan tank baja atau kapal terbangnya Inggris?

DENMAS : Dalam semua hal ini aku mengalah. Tetapi aku tidak kolot, lho! Dan aku mau tanya, apa baiknya mesin yang membawa penyakit krisis tiap-tiap 10 tahun malah kurang dari itu?

SI GODAM : Rupanya Denmas mau memegang terus pendiriannya walaupun sudah ke pinggir jurang.

DENMAS : Wah, ini hari rupanya panas sekali buat aku. Mulanya Mr. Apal, kemudian Toke, sekarang engkau Dam yang mendorong aku. Baiklah, kalau kau bisa kalahkan aku dalam perkara terakhir ini, aku akan bertekuk lutut. Kuulang lagi: apa baiknya mesin yang membawa krisis tiap-tiap 10 tahun, malah kurang dari waktu yang sebegitu?

SI GODAM : Ini pertanyaan memang tak bisa dijawab dengan satu atau dua kalimat saja. Aku mesti sedikit memberi penerangan.

DENMAS : Itulah yang saya kehendaki, Dam.

SI GODAM : Sendirinya mesin itu adalah satu BAHAGIA buat masyarakat manusia. Tetapi ditaruh dan dipakai dalam suasana kapitalisme, maka mesin itu memperlihatkan keburukannya. Ditilik dari penjuru politik dan sosial, maka dasarnya masyarakat borjuis, yang sedemokratis-demokratisnya pun ialah perseorangan, “individualisme”. Dihubungkan dengan perekonomian, maka ini berarti “hak milik perseorangan”. Seterusnya penghasilan perseorangan. Kalau dihubungkan pula dengan kemerdekaan, maka dalam perekonomian, si borjuis menuntut “kemerdekaan” buruh menjual tenaga, kemerdekaan seseorang majikan mengatur gaji, kemerdekaan memilih membeli barang di pasar yang merdeka pula.

SI PACUL : Memang dunia demokratis borjuis itu penuh, penuh dengan suara kemerdekaan di samping perseorangan. Kalau begitu tiap-tiap kapitalis berlomba-lomba pula-mencari “untung” semau-maunya dengan tiada mempedulikan nasib si buruh atau kebutuhan ramai atas hasil. Mereka itu berlomba-lomba masing-masing menghasilkan dengan tiada menghitung keperluan masyarakat seluruhnya dan berhubung dengan ini tidak berembuk lebih dahulu dengan teman-temannya.

SI GODAM : Paling tepat, Cul. Yang kaubilang paling belakang ini namanya Produksi Anarkis. Anehnya pula Sang Borjuis mempunyai kaum cerdas, ada yang namanya profesor dalam ekonomi yang mempertahankan sistem yang lapuk menyolok mata itu. Akan terlampau panjang kalau di sini saya mesti membentangkan dan membantah semua “dalil” ilmu ekonomi mereka itu.

SI PACUL : Coba sebutkan tiangnya saja ilmu ekonomi mereka itu!

SI GODAM : Menurut mereka, hasrat mencari untung itu (profit motive) menghasilkan dengan merdeka secara anarkis-persaingan, kemerdekaan dan biar-membiarkan (laissez-faire istilahnya). Semua inilah yang sebenarnya menimbulkan yang dituju, yakni kemakmuran bersama.

SI PACUL : Apa yang dimaksudkan dengan kemakmuran bersama itu?

SI GODAM : “Hasil banyak dan harga murah.”

SI PACUL : Adakah bahagia lain selain kemakmuran bersama itu?

SI GODAM : Ada! Pertama kemenangan mereka yang cakap. Dalam bahasa Charles Darwin ialah “the survival of the fittest”. Kedua, penemuan baru (invention). Ketiga bahwa kemakmuran tiap-tiap orang menjamin kemakmuran bersama. Maksudnya, kalau tiap-tiap orang menjaga kemakmurannya sendiri, maka masyarakat seluruhnya akan sendirinya terjaga kemakmurannya.

SI PACUL : Tetapi apa gunanya “barang banyak dan murah” kalau kaum buruh itu tak bisa beli lagi? Bukankah kalau barang kelak terlampau banyak dan terlampau murah, si majikan tak beruntung lagi dan pabriknya ditutup? Dengan begitu kaum buruh menganggur, tak cakap membeli apaapa lagi? Akibatnya ialah barang banyak tadi dibuang saja. Masihkah ingat gandum di Amerika yang dibutuhkan oleh kaum buruh miskin itu dibuang ke laut atau dibakar dalam ketel lokomotif karena melimpah? Apakah yang terjadi dengan minyak tanah di Indonesia di zaman krisis?

SI GODAM : Katanya pula “hasrat” keuntungan itu memberi kemenangan pada yang cakap. Tetapi yang sebenarnya cakap itu cuma satu dua orang saja. Biasanya yang digelari cakap itu ialah anak orang kaya yang mempusakai harta bapaknya atau tamat sekolah tinggi karena bapaknya mampu membayar. Banyak pula di antara yang tak cakap namanya atau buta huruf itu ialah karena tak mempunyai apa-apa dan tak mampu membayar ongkos sekolah.

SI PACUL : Perkara bahagianya kapitalisme, yaitu kemakmuran tiap-tiap orang itu menjamin kemakmuran bersama aku sudah lihat kebohongannya. Ini memang benar dalam suasana kapitalisnie. Yaitu kalau tiap-tiap orang mendapat kesempatan buat maju. Dalam hal ini memang kemakmuran tiap-tiap orang akan menjamin kemakmuran bersama, yaitu kalau tiap-tiap anak diberi kesempatan masuk sekolah yang cocok dengan wataknya. Dan tiap-tiap orang boleh mengerjakan pekerjaan yang cocok dengan kecakapannya dan keperluan masyarakat seluruhnya. Dengan begitu memang hasil akan berlipat ganda dan bermanfaat buat tiap-tiap orang yang kerja.

MR. APAL : Sang Profesor Borjuis juga pintar. Ditaruhnya kesalahan itu di pihak buruh. Katanya kalau Pakbon (serikat buruh) tidak menuntut tambah gaji, maka undang-undang alam akan berjalan sendirinya dalam ekonomi, kemakmuran tiap-tiap orang akan terjaga.

SI GODAM : Kalau dibiarkan si kapitalis bertindak semau-maunya hidup buruh akan terdesak kembali ke hidup hewan atau setengah hewan seperti di masa Revolusi Industri Inggris. Baca sajalah Das Kapital karangan Marx dan buku karangan Engels tentang keadaan buruh di Inggris di masa itu. Pakbon itu adalah senjata buruh buat membela nasibnya terhadap para majikan yang bersatu dan dilindungi pula oleh undang-undang, polisi, dan kehakiman Negara, dan yang selalu berniat merendahkan gaji buruh dan menambah lamanya kerja.

MR. APAL : Kata profesor itu pula: Apa salahnya terus-menerus si kapitalis menghasilkan mesin buat membikin barang-pakai. Dengan begitu harga barang itu senantiasa turun. Semua orang bisa membeli.

SI GODAM : Pembagian hasil itu tak seimbang. Kebanyakan hasil pergi ke kaum kapitalis. Kalau terlampau banyak pergi ke si kapitalis dan sedikit pergi ke kaum buruh, dengan apakah kaum buruh beli hasil yang melimpah itu? Bukankah ini asalnya krisis? Ialah disebabkan pembagian hasil tak seimbang. Bagian si kapitalis yang berupa untung itu ditanam pada modal membikin barang-pakai dan ditanam terus-menerus. Tetapi dengan apa dibeli kalau bagian kaum buruh cuma sedikit, kian sedikit?

MR. APAL : Akhirnya kata si profesor: Kalau gaji buruh itu rendah, ongkos rendah pula. Dengan begitu jualan rendah pula!

SI GODAM : Rupanya begitu! Tetapi jualan itu tiada semata-mata bergantung kepada ongkos saja. Bagaimanakah kalau kaum kapitalis kumpulan, monopoli namanya? Dengan monopoli itu dia bisa tetapkan jualan semau-maunya saja!

SI PACUL : Umpamanya kita monopoli kina atau timah di dunia ini, kalau seandainya kita tawarkan timah f 1000,00 sepikul, atau kina f 100,00 sebiji bagaimana! Saya pikir bangsa Indonesia tak mempunyai darah monopolis itu!

DENMAS : Kalau kita kuat di laut, di darat, dan di udara, tentu negara lain mesti beli!

SI GODAM : Itulah dia! Karena monopoli itu tahu bahwa dia menguasai produksi suatu barang, maka dia kuasai pula harga barang itu. Dia coba mencari untung yang sebesar-besarnya. Untung itu paling besar kalau banyak barang disusutkan, jadi harganya bisa dinaikkan.

SI PACUL : Terangkan dulu, Dam!

SI GODAM : Oleh karena intan dan mas itu sedikit sekali ada di dunia ini dan susah pula mengerjakannya, maka harganya tinggi sekali. Selama air itu mengalir dari sumbernya terusmenerus, maka air itu di tempat itu hampir tak ada harganya. Tetapi alangkah tingginya harga air di gurun pasir. Ringkasnya politik monopoli ialah “hasil sedikit harga mahal”. Bertentangan dengan dalil profesornya yang mengatakan, bahwa cara penghasilan kapitalisme itu, dengan tujuan “mencari untung” ialah: “hasil banyak dan harga murah”.

SI PACUL : Sekarang rasanya kita sudah cukup jauh membicarakan apa yang kau sebutkan “Produksi Anarkis” itu, yakni: menghasilkan semau-maunya saja dengan tak ada perundingan dan perhitungan lebih dahulu satu sama lainnya. Jadi kulihat akibatnya “Produksi Anarkis” itu ialah PERSAINGAN hebat antara kapitalis dan kapitalis dalam satu negara.

MR. APAL : Selanjutnya ialah persaingan satu negara kapitalis dengan negara kapitalis yang lain. Tiap-tiap negara kapitalis berlomba-lomba menanam modal di negara yang lemah, memonopoli bahan di negeri lemah itu buat perindustrian Negara Induk dan monopoli pasar negara lemah buat penjualan barang industri Negara Induk.

SI GODAM : Perlombaan itulah yang dinamai imperialisme. Perlombaan imperialisme ini berakhir pada perang imperialisme, peperangan merebut jajahan buat dijadikan pasar bahan dan barang pabrik serta buat menanam modal.

SI PACUL : Memang kalau begitu produksi anarkis itu berakhir pada peperangan imperialisme. Tetapi dengan majunya monopoli, bukanlah perseorangan itu atau menghasilkan dan menjual semau-maunya seseorang anggota monopoli itu sendirinya terhenti? Bukankah aturan yang diikut oleh seseorang anggota monopoli itu: satu buat semua dan semua buat satu?

SI GODAM : Tepat, Cul! Pintar lu Cul! Memang dalam dirinya sendiri satu monopoli itu, anggotanya kerja bersama satu dengan yang lain. Tetapi perjuangan yang lebih hebat terjadi pula di antara satu monopoli dengan monopoli lain. Dalam satu negara seperti Amerika, satu monopoli yang berbentuk trust berjuang dengan trust lain dalam negara itu buat merebut pasar dalam negeri. Di antara negara dan negara berjuang pula satu Trust Raksasa lain. Begitulah kita kenal di sini perjuangan Kongsi Minyak Amerika Standard Oil dengan Gabungan Kongsi Minyak Belanda-Inggris, yakni Royal Dutch atau B.P.M. buat monopoli pasar di Indonesia ini.

SI PACUL : Kalau begitu produksi anarkisme itu berlaku dalam suasana yang lebih hebat lagi. Ringkasnya pada Kapitalisme itu melekat perseorangan, penghasilan anarkis, imperialisme, dan perang ...... buat mencari keuntungan.

IV. Rencana Ekonomi

SI GODAM : Sebenarnya aku mau pakai sebagai pokok perkara ini istilah Ekonomi Terkendali, bukan Rencana Ekonomi.

SI TOKE : Apa bedanya, Dam?

SI GODAM : Istilah Terkendali itu mau kupertentangkan dengan Anarkis yang berarti semau-maunya, jadi “tidak” terkendali. Tetapi sebab istilah Rencana Ekonomi ini sekarang sudah lazim dipakai, maka akupun turut memakainya. Tetapi janganlah dilupakan bahwa yang kumaksudkan dengan Rencana Ekonomi itu ialah Ekonomi yang dijalankan menurut rencana.

SI PACUL : Baik juga lebih dahulu kau jelaskan, Dam, apakah maknanya Ekonomi. Sampai sekarang buat aku perkataan Ekonomi masih kabur. Seboleh-bolehnya kau pakai sedikit perkataan saja.

SI GODAM : Ekonomi itu berurusan dengan produksi dan distribusi.

SI TOKE : Jitu, tepat, Dam, itulah yang terutama.

MR. APAL : Buku profesor borjuis menarik-narik lain perkataan lagi, seperti pengangkutan dan keuangan. Tetapi memang yang menjadi pokok perkaranya produksi dan distribusi itulah!

SI PACUL : Jadi tegasnya Rencana Ekonomi ialah usaha mengatur produksi dan distribusi. Atau dalam bahasa awak ialah: Usaha mengatur penghasilan dan pembagian hasil buat Negara. Dalam dunia Kapitalisme Ekonomi itu, penghasilan dan pembagian itu tak diatur, liar. Dalam masyarakat kapitalisme maka manusia itulah yang dikendalikan oleh ekonomi. Bukannya ekonomi itu yang dikendalikan oleh manusia.

DENMAS : Engkau ini rupa-rupanya darah ahli filsafat pula, Cul!

SI GODAM : Aku sudah bilang, pikirannya Pacul segar bugar seperti buah jeruk di desanya.

SI PACUL : Wah, bukan main!

SI TOKE : Sebelum melanjutkan percakapan kita ini, saya mau bertanya apakah yang mengacaukan perhitungan para kapitalis pada suatu KRISIS? Tentulah si kapitalis juga tidak sama sekali menerima pasif saja dalam usaha mencocokan hasil dengan pemakaian, produksi dengan konsumsi.

MR. APAL : Memang, Kek, mereka para kapitalis ada memakai perhitungan juga. Tetapi celaka 13, karena yang punya perusahaan itu banyak sekali orangnya dan berlain-lain pula kemauannya. Kata pepatah: Kepalanya saja sama berambut, tetapi pendapatnya berlain-lain. Lagipula menurut paham Sang Profesor tiap-tiap pembeli itu adalah satu mahluk yang “ekonomis”. Makna kasarnya ialah satu makhluk yang selalu bisa memilih apa yang patut dibeli menurut kekuatan membelinya dan apa yang tidak. Selalu si pembeli itu katanya bisa menghitung berapa dia bisa membelanjakan buat makanan atau barang yang terpenting itu. Buat pakaian dan lain-lain barang yang kurang penting itu. Buat kaus kaki ialah kemewahan sederhana. Buat palmbeach ialah kemewahan sedang. Buat auto sedan ialah kemewahan tuan besar. Dalam hal makanan pun beberapa tingkatnya pula keinginan itu. Bandingkan sajalah keinginan dan pembelanjaan uang buat nasi sama lombok, nasi sama perkedel, nasi sama corned-beef atau sardin. Nah, menurut Sang Profesor, si pembeli, sebagai mahluk yang ekonomis tahu benar menyelenggarakan belanjanya. Dengan begitu konsumsi itu bisa diketahui lebih dahulu. Tetapi dalam praktiknya si pembelanja itu sama anarkisnya dalam berbelanja dengan si kapitalis yang menghasilkan. Si pembelanja tak berembuk lebih dahulu dengan teman-temannya. Begitu pula si kapitalis mengurus hasil menurut perhitungan sendiri-sendiri saja.

SI PACUL : Jadi kalau begitu aku sekarang bisa menyimpulkan maksudnya Ekonomi Teratur atau Rencana Ekonomi itu.

DENMAS : Tampillah ke muka, Cul!

SI PACUL : Rencana Ekonomi ialah usaha merencanakan penghasilan, pembagian hasil, dan gaji. Kalau gaji tak direncanakan lebih dahulu bagaimana ahli rencana mencocokan dengan hasil. Lebih dahulu jumlah gaji sekalian buruh mestinya dicocokan dengan jumlah hasil. Satu liter beras hasil diadukan dehgan 5 sen gaji. Satu kilo kain hasil dicocokan pula dengan 15 sen, dsb. Kalau jumlah hasil dan jumlah gaji sudah cocok dalam perhitungan dalam rencana, barulah rencana tadi dipraktikkan.

SI TOKE : Bukankah perkara Hak-Milik dipecahkan lebih dahulu? Bagaimana bisa diadakan rencana sebelum semua pabrik, bengkel, tambang, kebun dan sebagainya lebih dahulu dikumpulkan?

SI GODAM : Memangnya semua mata pencaharian lebih dahulu seharusnya dijadikan harta bersama. Bolehkah saya pakai istilah saya sendiri buat menggambarkan usaha semacam itu?

MR. APAL : Kalau memang tepat-pendek, apa salahnya, Dam! Apakah istilah yang hendak kau pakai itu?

SI GODAM : Menyita dan memakai mata-pencaharian itu buat masyarakat, saya mau pendekan saja dengan istilah: memasyarakatkan.

DENMAS : Kalau begitu bukan saja mata-pencaharian, atau alatpenghasil yang mesti dimasyarakatkan lagi. Kehidupan sosial sendiri, bukankah mesti dimasyarakatkan pula. Bagaimana bisa diadakan rencana kalau tiap-tiap pembeli dan penghasil masih berdiri atas perseorangan?

SI GODAM : Tepat, Denmas. Jadi simpulan Sang Pacul tadi baik kita sempurnakan saja begini...

SI PACUL : Kenapa pula “Sang”, Dam? Bukankah Pacul saja sudah cukup? Tetapi aku tak akan ambil pusing sama gelaran yang dalam wayang diberikan pada Arjuna itu. Berilah saja simpulan yang sempurna buat Rencana Ekonomi itu.

SI GODAM : Rencana Ekonomi ialah daya-upaya memasyarakatkan Alat-Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial.

SI TOKE : Jadi lima perkara ada terkandung di dalamnya.

DENMAS : Tepatlah kurasa penetapan Godam tentang Rencana Ekonomi itu! Tetapi aku mau tahu pula, bagaimanakah hubungan Negara dengan suatu Rencana itu.

MR. APAL : Memang Rencana Ekonomi itu sudah dijalankan di negara komunis, ialah Rusland. Kemudian di negara fasis, ialah Jerman dan Italia, pun di negara demokratis, seperti Amerika. Ekonomi Anarkis itu dicoba ditukar dengar Ekonomi (sedikit) Teratur, ialah dengan NEW DEAL-nya Roosevelt. Berhubung dengan derajat pemusatan kekuasaan di negara yang demokratis dan tidak demokratis, maka pemusatan kekuasaan buat mengukur ekonomi adalah bertinggi rendah pula. Di negara komunis semua mata pencaharian disita oleh Negara. Di Amerika dan negara fasis hak milik diakui terus.

SI PACUL : Terangkan bagaimana tinggi rendahnya kekuasaan mengatur Rencana itu?

MR. APAL : Di Negara Amerika Serikat itu pada lahirnya, ialah menurut undang-undang, maka hak dan kekuasaan itu memang dibagi-bagi: Pertama antara rakyat dan pemerintah, kedua antara tiga badan pemerintah, ialah kekuasaan membikin Undang-undang, menjalankan Undang-undang dan Pengawasan Undang-undang. Ketiga di antara masing-masing Staat (negara bagian) dan Amerika Serikat.

SI TOKE : Jadi di Amerika, kekuasaan itu tidak begitu terpusat pada pemerintah. Sebagian juga ada di tangan rakyat, terutama di tangan para hartawan.

MR. APAL : Begitulah dia! Itulah sebabnya maka di Amerika, pemerintah itu tak berani campur tangan langsung ke dalan urusan Rencana Ekonomi di sana. Para Kapitalis menerima usul Pemerintah Roosevelt, tetapi mereka kapitalislah yang mempraktikkan ekonomi itu. Simpulan Godam di atas tak berlaku buat Amerika. Di masyarakat fasis, kekuasaan itu terpaut pada pemerintahnya borjuis kecil. Pemerintah fasis memaksa kaum kapitalis menjalankan rencana yang dibikin oleh Pemerintah secara fasis. Di masyarakat fasis simpulan Godam di atas sedikit lebih berlaku daripada di Amerika. Di masyarakat sosialis, ialah Rusia, pemasyarakatan Alat Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial memang cocok dengan yang dimaksudkan oleh Godam tadi.

SI TOKE : Baik juga Dam, kau uraikan serba sedikit Rencana Ekonomi di Negara Demokratis, Negara Fasis, dan Negara Komunis tadi.

A. NEW DEAL

SI GODAM : Baik kita tentukan lebih dahulu dalam suasana mana lahirnya NEW DEAL itu.

MR. APAL : Pada tahun 1929 Kapitalisme Dunia sampai pula ke puncak musim BAHAGIA-nya. Kita masih ingat bahwa dari masa penghabisan Perang Dunia ke I sampai kira-kira tahun 1923 Kapitalis Dunia menarik-narik napas. Dari tahun 1923 roda kapitalisme mulai berputar kencang kian kencang sampai ke tahun 1929. Sesudahnya tahun 1929 timbul lagi musim kemarau ialah KRISIS yang paling hebat buat Kapitalisme Dunia. Amerika Negara yang memiliki hampir 100% mas dunia, menghasilkan barang penting seperti besi baja mesin, minyak tanah, auto, gandum, rata-rata lebih dari 60% jumlah produksi seluruh dunia dan berpiutang kepada seluruh dunia tiadalah luput dari krisis. Sebelas juta buruh berkeliaran di jalan raya Amerika. Kalau seandainya tiap-tiap buruh mempunyai satu istri dan satu anak saja, maka lebih kurang 33 juta manusia terlantar. Artinya 25% dari seluruh penduduk. Di mana letaknya kemakmuran Amerika itu!

SI GODAM : Dalam keadaan semacam itu Amerika tak mempunyai partai Sosialis yang membahayakan. Persoalan dalam negeri ialah New Deal atau Old Deal. Kapitalisme didorong atau Kapitalisme lama dibiarkan.

DENMAS : Baru buat saya terjemahan semacam itu, Dam! Didorong bagaimana dan dibiarkan bagaimana? Bukankah New Deal itu satu Rencana Ekonomi?

SI GODAM : Memang satu rencana, tetapi rencana secara Amerika. Kapitalisme di sana memang tak bisa jalan. Tetapi belum lagi remuk. Seperti oto, mesinnya yang penting masih baik. Cuma bensinnya kebanyakan atau di sana-sini bagian yang rusak. Dia tidak bisa “start” sendirinya. Mesti didorong lebih dahulu, baru mesinnya kerja lagi ...

SI PACUL : Kalau kubiarkan, Dam, engkau terus menerus mengukir gambaranmu itu, aku nanti menjadi pusing. Kembalilah engkau kepada contoh yang nyata.

SI GODAM : Kita sudah rundingkan keadaan kapital dalam krisis. Semuanya hasil melimpah! Mesin pembikin mesin kebanyakan. Mesin pembikin barang-pakai kelebihan. Barangpakai melimpah. Dalam hal semua barang berlebih itu kaum buruh dalam kelaparan dan kebutuhan. Sebab dalam keadaan semua berlebih itu, harga barang turun, si majikan rugi, pabrik ditutup jadi kaum buruh diusir. “Seandainya” kalau 11.000.000 itu dulu menerima gaji pukul rata 5 dolar saja atau f 12,50 sehari, berapakah merosotnya jumlah gaji yang diterima kaum buruh Amerika dalam sehari?

SI PACUL : f 137.500.000,- Barangkali lebih dari itu.

SI GODAM : Hitunglah banyak barang yang dibeli dengan f 137.500.000,- sehari saja! Dengan begitu timbullah pertanyaan dalam pikirannya Presiden Roosevelt & Co.

l. Apakah mesti dibiarkan saja barang yang melimpah itu rusak sendirinya?

2. Atau apakah tidak baik dimasukkan uang kembali ke kantong kaum buruh sebanyak f 137.500,000,- sehari?

Kalau jalan pertama yang diturut, maka itu namanya “old deal”, jalan lama, peraturan lama. Biarkan saja mesin berlebih itu rusak atau lemparkan. Biarkan saja gandum, kain, kromofon rusak atau dirusakkan saja. Biarkan saja toko yang tak tahan lagi bangkrut. Carilah akhirnya barang baru yang bisa membangunkan pabrik baru, permintaan baru dan pembeli baru, seperti “lipstik”, “karet dimamah” dan sebagainya. Dengan adanya permintaan baru atas barang baru itu, satu atau dua pabrik baru bisa dibangun dan digerakkan. Roda ekonomi yang berhenti itu siapa tahu bisa bergerak lagi, bisa “start” lagi seperti oto kita tadi. Akhirnya diharap supaya roda ekonomi bisa berjalan seperti biasa.

SI PACUL : Itu Old Deal. Itu jalan lama. Kalau jalan baru, New Deal, bagaimana?

SI GODAM : Kalau jalan baru? Seperti dibilang di atas. Masukkan kembali uang ke dalam kantong perusahaan yang menarik napas karena setengah bangkrut, dan persenkan uang pada kaum buruh.

SI PACUL : Benar persenkan uang begitu saja?

SI GODAM : Engkau tak dengar berapa uang dicetak, ketika Roosevelt baru diangkat jadi Presiden? Uang dikasihkan sama bankir yang hampir bangkrut, kepada industri yang berutang menarik-narik napas. Jadi si bankir yang hampir bangkrut dan industrialis yang setengah mati bisa hidup kembali. Aku lupa apakah dikasihkan dengan percuma atau dipinjamkan dengan tak pakai bunga. Tetapi sama saja, Roosevelt isi kantongnya bankir dan industrialis. Juga dia isi kantongnya tuan tanah yang berutang. Pula isi kantongnya proletar mesin dan tanah. Aku benar tak bisa tahu apakah semuanya dikasihkan dengan percuma. Tetapi aku tahu baik juga kalau dikasihkan dengan percuma. Yang aku pasti tahu, ialah Roosevelt membuka perusahaan baru, ada yang berupa industri buat barang-pakai. Tetapi terutama dia membuka bangunan baru. Presiden Roosevelt asyik membangun gedung ini dan gedung itu buat umum, jalan raya, terusan air, taman (tempat) buat ngaso dsb.

SI TOKE : Kalau begitu tiadakah, pertama, industri lama akan mendapat persaingan hebat dari industri baru, industri bikinan Roosevelt? Kedua, tiadakah nanti akan terlampau banyak gedung ini dan gedung itu, taman ini dan taman itu?

SI GODAM : Memang begitu, Kek! Sebentar saja sesudah Roosevelt bertindak, industrialis lama menjerit-jerit dan memprotes terhadap industri baru yang didirikan oleh Roosevelt. Bukankah perseorangan dan persaingan terus tetap walaupun Amerika sekarang mempunyai New Deal? Didesak oleh protes itu, sebagai “demokrat” dan dalam hakikatnya penganut kapitalisme maka Roosevelt mesti indahkan protes kaum industrialis itu. Aku tak tahu benar pada bagian industrialis mana sebenarnya Roosevelt memihak. Tetapi bagaimana juga ia tak mau bersaing terus dengan para industrialis yang terjepit oleh New Dealnya tadi! Dia makin lama makin lari kepada caranya uang, kepada bangunan ini bangunan itu, sampai gedung, jalan dan kebun yang dibikin itu akhirnya kebanyakan pula.

MR. APAL : Tetapi kapitalis tanah menyusutkan hasil dan meninggikan harga hasil. Pun industrialis mengadakan politik restriksi seperti sudah kita kenal juga di Indonesia dan semua negara yang ada monopoli. Jadi banyaknya kaum buruh direstriki, dibatasi pula. Dengan begitu maka jumlah gaji dan daya beli terbatas pula.

SI TOKE : Tetapi umumnya roda industri mulai bergerak lagi.

SI GODAM : Memang begitu! Tidak saja “start” tetapi terus jalan. Sesudah jalan maka si tukang dorong otoindustri tadi, yakni Roosevelt, berhenti. Bukankah ia cuma mendorong saja. Dorongannya tadi tak perlu diulang lagi karena ketika Perang Dunia Kedua ini pecah di tahun 1939 maka Perang Dunia itulah yang terus mendorong Kapitalisme Amerika itu.

SI PACUL : Nah, Dam! Sekarang engkau yang mendorong aku bertanya: “Dengan apa pula Perang Dunia Kedua itu mendorong industri Amerika?”

SI GODAM : Permintaan Amerika sendiri dan Negara Serikat seperti Inggris, Perancis, Tiongkok dan Rusia atas bahan makanan dan mesin seperti kapal terbang, oto, kapal perang, tank, meriam dsb, sekarang luar biasa besarnya. Permintaan sebesar itu buat perang disertai pula oleh keluarnya rakyat dewasa Amerika buat berperang di sekalian medan perang. Kaum menganggur sekarang semuanya dipakai. Malah mereka tiada lagi mencukupi. Industri Amerika terpaksa membawa perempuan ke dalam pabrik lebih dari yang sudah-sudah, didorong oleh besarnya permintaan dari semua penjuru.

SI PACUL : Rupanya engkau Dam, terus didorong oleh “Kapitalisme Didorong” atau New Deal itu! Hentikanlah menguraikan “Kapitalisme Didorong” itu! Baiklah engkau berikan pemandangan tentang Rencana Ekonomi fasis.

B. RENCANA EKONOMI FASIS

SI PACUL : Sebelum kudengarkan uraiannya Godam tentang Rencana Ekonomi fasis itu, aku sudah bisa terka perkara apa yang hendak diselidikinya lebih dahulu.

SI TOKE : Coba tuliskan di atas kertas saja! Gulung saja dahulu kertas itu! Nanti kita baca bersama-sama, Cul! Kalau-betul terkaanmu itu aku akan kasih gelar engkau ini “pawang”. Sekarang Dam, tuliskan apa perkara yang hendak kauselidiki lebih dahulu itu! Nanti kita bandingkan dengan apa yang dituliskan oleh Pacul!

DENMAS : Mari kubuka kedua kertas itu. Lho, sama sama tertulis: SUASANA.

SI TOKE : Cul, Pawang Pacul, engkau betul jempol!

SI PACUL : Cuma perkataan “pawang” itu tak sedap di telinga aku. Aku bukan menerka, lho. Aku selama ini mempelajari cara Godam berpikir.

MR. APAL : Perkara “suasana” di Jerman sesudah kalah di masa Perang Dunia Pertama dan sebelum Partai Fasis tahun 1932 naik memegang kendali pemerintah, kita semua masih ingat. Perkara kemelaratan Rakyat Jerman, tak perlu dikemukakan lagi kekacauan politik. Pernah malah partai komunis dan sosialis kalau digabungkan bisa mendapat suara lebih dalam parlemen Jerman. Bencana yang menimpa Jerman, terutama sekali menurut pahamku ialah karena kedua partai proletar itu tak bisa mengadakan persatuan yang kuat-jujur buat menentang musuh yang mengancam, yaitu kaum fasis. Partai Fasis di bawah Adolf Hitler akhirnya mendapat kesempatan buat memegang tampuk pemerintah Jerman pada tahun 1932. Tetapi baiklah Godam saja meneruskan uraian tentang Rencana Ekonomi Jerman Fasis, yaitu Jerman - Nazi.

DENMAS : Sebelum partai Nazi menjalankan rencananya, apakah “kesukaran” yang dihadapinya? Cobalah susun dalam satu atau dua kalimat saja, Dam!

SI GODAM : Kesukaran itu ialah “serba salah”, atau alternatif.

DENMAS : Memang di masa sebelum Pemerintah Nazi, pembayaran utang perang kepada Sekutu “serba-salah” buat Sekutu sendiri. Kalau Jerman tak dipaksa membayar utang, maka tentulah Jerman yang ditakuti itu bisa lekas bangun kerabali. Kalau Jerman dipaksa membayar, maka dijumpai perkara “serba-salah” pula.

SI TOKE : Apa pula serba-salahnya, kalau Jerman dipaksa membayar?

DENMAS : Apabila Jerman hendak membayar utangnya dengan uang, maka semua negara Sekutu menolak uang kertasnya Jerman yang merosot itu. Kalau Jerman membayar utangnya dengan hasil pabriknya maka Sekutu berteriak-teriak setinggi langit lantaran pagarnya dibanjiri barang Jerman yang lebih baik tetapi lebih murah dari barangnya Negara Sekutu sendiri.

SI PACUL : Celaka 13 buat Sekutu! Tetapi yang ditanyakan oleh Denmas tadi ialah apakah serba-salahnya kedudukan pemerintah Nazi sebelumnya partai Nazi naik memerintah?

SI GODAM : Perundingan kita memang sedikit menyimpang. Tetapi tiada merugikan sekali. Bahkan memberikan penerangan lebih baik tentang suasana Jerman, seperti negara yang kalah perang. Memang Jerman ketika mau merencanakan ekonomi dalam keadaan “serba-salah”. Kalau dia naikkan gaji kaum buruh Jerman, maka harga barangnya buat keluar (ekspor) menjadi mahal, akan kalah bersaing di pasar asing. Tetapi kalau dia turunkan gajinya, maka kekuatan beli rakyat Jerman di pasar dalam negeri akan merosot. Barang akan bertumpuk- tumpuk, pembeli menjadi kurang.

SI TOKE : Memang gaji kaum buruh itu perkara yang amat penting. Kita masih ingat perundingan kita yang sudah-sudah, bahwa jumlah gaji mestinya sama dengan jumlah harga barang bukan? Jadi, Dam, apa siasat yang dijalankan oleh Nazi? Ingin pula aku mengetahuinya.

SI GODAM : Terka saja, Kek! Partai Nazi itu terdiri dari chauvinis, orang mabuk kebangaaan, congkak terhadap bangsa lain. Mereka digenggam oleh kaum kapitalis seperti Tiesen & Co dan kaum Ningrat Maha Chauvinis seperti Herman Guring & Co. Mereka sudah terlampau banyak berdosa terhadap buruh Jerman. Mereka sudah bubarkan semua kumpulan dan rapat kaum buruh dengan senjata. Mereka berdendam kesumat terhadap Negara Menang, negara berjajahan.

SI PACUL : Dalam hal memilih, apakah gaji kaum buruh akan diturunkan atau dinaikan tentulah si Nazi takkan banyak ambil pusing. Tentulah gaji kaum buruh yang dalam politik itu dimusuhi, diturunkan..

SI GODAM : Memang diturunkan sampai rendah sekali.

SI TOKE : Tetapi kalau begitu kan kekuatan membeli kaum buruh Jerman merosot pula. Jadinya jumlah harganya barang kelebihan, karena jumlah gaji kekurangan.

SI GODAM : Itulah kecelakaan Rencana Nazi. Tetapi mereka mendapat jalan. Rupanya jalan itu pendek dan bertaburan intan pula. Tetapi jalan itu berujung di Neraka peperangan.

SI PACUL : Wah, Dam, gambaran lagi! Buka isi saja Dam, jangan dibungkus-bungkus begitu dong!

SI GODAM : Begini! Sebab naik atau turunnya gaji tadi serba-salah, maka ekonom Sang Nazi bikin barang banyak-banyak. Tetapi barang itu bukanlah buat dimakan atau dipakai, seperti kain, jarum, gunting, mesin jahit dll. Bahkan banyaknya barang semacam ini disusutkan. Jadi jumlah gaji yang disusutkan itu cocok dengan jumlah harga barang-pakai yang disusutkan itu pula.

DENMAS : Pintar sekali Nazi itu. Gampang, seperti “telur Columbus”, bukan?

SI TOKE : Tetapi kalau barang dipakai disusutkan membikinnya, bukankah banyak pabrik yang terpaksa ditutup pula? Kalau begitu partai Nazi itu tak akan mengurangi kaum penganggur yang berjuta-juta itu, melainkan menambah.

SI GODAM : Penganggur yang berjuta-juta itu dibawa masuk pabrik baru, pabrik membikin kapal terbang baru, seperti Stuka, pabrik pembikin tank baru, senapan baru, meriam baru, bom baru, pendeknya senjata baru buat memusnahkan sesama manusia.

SI PACUL : Saya mencium-cium Jawa “Baru” di sini, Jawa Jepang! Rupanya dan namanya juga semua baru, tetapi isinya kolot dan kontra-revolusioner, semuanya tindakan bersifat kemunduran. Bukankah pembikinan senjata itu menggemparkan dunia, menimbulkan kecurigaan di dunia lain dan mempertinggi hawa perang?

SI TOKE : Undang-undang ekonomi memang tak terlanggar. Karena jumlah gaji kaum buruh sama dengan jumlah harga barang dipakai.

SI PACUL : Memangnya meriam raksasa, tank raksasa, stuka dan bom raksasa itu tidak akan dipakai? Aku lihat Rencana Ekonomi fasis itu kontra-revolusioner terhadap kaum buruh di dalam negeri dan imperialis terhadap negara luar. Jerman Nazi pasti akan menerkam negara lain. Yang belum diketahui cuma siapa yang akan diterkamnya lebih dahulu!

SI GODAM : Itulah yang kumaksudkan dengan jalannya Rencana Nazi! Rupanya pendek dan bagus. Tetapi membawa ke medan peperangan.

MR. APAL : Bagaimana juga, perlulah kau terangkan, Dam, apa lagi dasar dan tindakan yang diambil oleh Jerman Nazi. Bukankah pertama pemerintah Nazi lebih banyak campur tangan dalam hal membereskan perekonomian terhadap kaum kapitalis Jerman daripada Roosevelt terhadap kaum kapitalis Amerika? Bukankah pula rakyat Jerman selama membikin alat senjata perang itu masih perlu makanan dan pakaian? Bukankah pula mereka perlu beli makanan dan pakaian lebih mahal kalau mereka mesti beli makanan dan pakaian yang dimasukkan dari luar negeri?

SI GODAM : Perkara pertama campur tangan terhadap kaum kapitalis, boleh jadi Hitler secara lahirnya, kelihatan saja lebih berkuasa daripada Roosevelt. Tetapi lahirnya saja juga Hitler terikat oleh kaum kapitalis walaupun kaum kapitalis itu dipaksa menanam modalnya dalam perindustrian perang. Bagaimana juga perekonomian Jerman tetap tinggal kapitalis. Tetapi tentang barang-pakai yang disebut Mr. Apal itu memang adalah salah satu kunci terpenting pula buat membuka rahasianya Rencana Nazi. Barang-pakai itu tidak bisa terbatas pada barang pembunuh sesama manusia saja. Barang-pakai seperti makanan dan pakaian terus perlu buat 70 juta rakyat Jerman itu. Kalau barang itu tak dibikin, maka rakyat Jerman terpaksa mendatangkan barang itu dari luar. Inilah yang mereka tak setujui. Politik Nazi kita kenal sebagai autarki, ialah menghasilkan barang atas dasar kekuatan (bahan dan tenaga) diri sendiri. Sebab tak ada getah tumbuh di Jerman, maka mereka carilah rumput yang zatnya bisa disaring dan dicampur dengan zat lain supaya menjadi karet. Karena Jerman amat kekurangan minyak, maka mereka saringlah minyak itu dari batu arang yang banyak didapat di Jerman. Kalau tak ada ulat sutera, maka mereka carilah pula tumbuhan yang bisa disaring dan dicampur zatnya dengan menjadikan sutera. Memang Jerman sudah terkenal sebagai Negara Jempol dalam hal membikin ERSATZ, ialah barang gantian itu. Rencana ekonomi Nazi memang dipusatkan ke Ersatz ini. Kalau Jerman Nazi bisa mengadakan barang-pakai itu, berupa ERSATZ, lebih murah dari barang luar yang dimasukkan, maka akan jayalah siasat Jerman Nazi.

SI TOKE : Jadi Rencana Ekonomi Nazi dipandang dari penjuru politik bersifat kontra-revolusioner ke dalam dan imperialistis ke luar. Inilah yang sudah dikatakan oleh Pacul tadi, bukan? Dari penjuru ekonomi, maka siasat Nazi rupanya berdasarkan penghasilan “senjata” dan Ersatz.

SI GODAM : Tepat, Kek, semuanya membawa Nazi ke medan perang, bukan?

DENMAS : Terang begitu, Dam! Rencana Nazi rupanya rencana perang! Rencana ini memang cocok dengan semangat JUNKER alias Ningrat Jerman. Rencana Nazi itu dalam garis besarnya memang jaya, bukan? Dunia hampir takluk pada Jerman Nazi. Kalau negara yang sudah rusak ekonominya di masa Perang Dunia 1914-1918 seperti Jerman, dan diremukkan pula selama 14 tahun sesudah perang itu oleh gencatan Sekutu, kalau Negara yang kurus kering macam itu, dalam lebih kurang 7 tahun saja bisa bangun dan mengancam seluruh dunia lainnya yang lebih kurang 30 kali besar penduduk Jerman, bukankah ini berarti Rencana Nazi itu jaya?

SI PACUL : Engkau ini bersabda seperti Zarathustra sendiri, Denmas! Friedrich Nietzsche akan senyum menerima engkau seperti “übermensch” di Indonesia. Dan Von Berhardi sendiri akan bangkit dari kuburnya memberi selamat kepada engkau! Bukankah begitu Raden Mas Panji Singodimedjo? Tetapi untung pula di atas meja saja! Saingannya sudah tak ada lagi dan kukunya sudah tumpul pula! Ditumpulkan imperialisme Belanda selama 350 tahun...... Paling banyak juga bisa menangkap cerutunya Van Mock saja!!

DENMAS : Bukan bermaksud Indonesia hendaknya kumau berperang, Cul...... Jangan bicara begitu, Cul ..... !

SI TOKE : Tetapi Rencana Nazi memang berdasarkan kontrarevolusioner ke dalam dan imperialis ke luar! Akibatnya ialah peperangan. Sesungguhnya peperangan tak bisa dihindarkan oleh Rencana yang semacam itu ...... Tetapi bagaimana Rencana Ekonomi fasis Italia?

SI GODAM : Rencana fasis Italia yang dipastikan buat sekian tahun (5 atau 3 tahun) seperti di Rusia dan Jerman tak kukenal. Tetapi pasti Mussolini, bapanya aliran fasisme dunia campur tangan dalam urusan dalamnya kaum kapitalis Italia. Lagipula perekonomian Italia juga berupa kontrarevolusioner ke dalam dan imperialis ke luar. Ingatlah saja semua kumpulan dan rapat buruh yang dibubarkan oleh Mussolini dengan senjata. Betul perindustrian perang Italia tak mengejutkan dan menakutkan dunia seperti perindustrian Jerman. Tetapi Mussolini juga memusatkan perhatiannya kepada alat perang seperti kapal terbang yang lebih cepat dan lebih tangkas berjuang. Tampaknya pula kaum kapitalis Italia dan kaum ningrat Italia lebih terkendali oleh Mussolini daripada kaum kapitalis dan ningrat Jerman oleh Hitler. Tetapi politik dan perekonomian Italia, ber- atau tak berencana menuju dan tiba pada Perang Dunia juga. Demikianlah politik ekonominya Jerman Nazi, seperti juga politik ekonominya Italia, yang didasarkan atas kontra- revolusioner ke dalam dan imperialisme ke luar itu berakhir dengan keruntuhan!

SI PACUL : Sekarang kita sampai kepada Rencana Ekonomi Sosialis!

SI GODAM : Baiklah dibicarakan dalam pasal khusus.

C. RENCANA EKONOMI SOSIALIS

DENMAS : Sudah sampai kita sekarang ke Rencana Ekonomi berdasarkan Sosialisme.

MR. APAL : Seperti biasa tentulah lebih dahulu kita mesti selidiki dalam suasana bagaimana Rencana Sosialis itu dijalankan. Pada suasana itulah tergantungnya KEKUASAAN dan CARA menjalankan rencana itu.

SI PACUL : Suasana itu tentulah berhubungan dengan keadaan ekonomi dan politik, bukan?

MR. APAL : Benar keadaan sosial dan lain-lain tentulah terbawa oleh keadaan ekonomi dan politik itu pula. Di Inggris sekarang keadaan politik-ekonomi itu berlainan daripada di Rusia tahun 1927, ketika Pemerintah Soviet hendak menjalankan rencana ekonomi itu. Inggris mempunyai Parlemen yang tertua di dunia. Sedangkan Soviet Rusia tahun 1927 itu belum mengenal pemerintahan secara parlementer itu. Baru saja 10 tahun Rusia lepas dari pemerintah Tsar yang sewenang-wenang itu. Inggris mempunyai kelas-tengah yang sadar dan akan menghalang-halangi suatu tindakan sosialis. Rusia tak mempunyai kelas-tengah yang kuat seperti di Inggris itu. Inggris mempunyai Industri Berat dan Mesin-Induk, yakni mesin pembikin mesin yang sempurna buat abad ke 20 ini. Rusia tahun 1927 mesti mulai mengadakan Industri Berat dan Mesin-Induk itu.

SI PACUL : Ringkasnya Inggris sekarang mempunyai Parlemen, Rusia tahun 1927 tak mengenal Parlemen. Inggris sekarang punya kelas-tengah, ialah kontra-revolusioner tersembunyi. Rusia tidak atau sedikit mempunyai, kalau dibandingkan dengan Inggris. Inggris punya Mesin-Induk yang sempurna, Rusia tahun 1927 sama sekali tidak.

SI TOKE : Ya, kalau begitu Inggris tak bisa menyusun Rencana Ekonomi itu secara langsung, terpusat dan menjalankan rencana itu dengan cepat, yakni kalau kaum borjuis Inggris yang insaf dan kuat itu mengizinkan rencana sosialistis itu. Rusia (1927) bisa menyusun dan menjalankan rencana itu dengan tersusun, terpusat pada satu kekuasaan, ialah kekuasaan Proletar.

MR. APAL : Inggris mesti membagi-bagi kekuasaan itu di antara borjuis-ningrat atau ningrat-borjuis dengan kaum-tengah dan kaum-buruh. Jadi di sana “seandainya” Rencana itu disetujui rakyat, maka Parlemen mesti mempunyai sebagian kekuasaan. Kementerian sebagian pula, Pakbon sebagian lagi. Serikat-tani, para-pembeli (konsumen) dan serikat kapitalis tak pula boleh ketinggalan. Maklumlah di negara demokratis itu semua golongan dan sekalian yang berkepentingan tak boleh dilampaui. Semuanya mesti dirembukkan lebih dahulu dan dimufakati lebih dahulu. Di Soviet Rusia tahun 1927 kaum modal dan ningrat itu sudah lenyap sama sekali. Kaum-tengah, ahli dalam mengomong dan mengkritik itu sudah tak ada pula kekuasaannya. Partai Komunis yang memeluk semua kekuasaan dan kekayaan negara dengan lekas dan secara praktis bisa menyusun rencana sosialistis, menjalankan dengan cepat dan mengawasi serta memperbaiki jalannya itu menurut kepentingan satu kelas saja, ialah kelas pekerja.

SI TOKE : Kalau Inggris sudah melakukan revolusi-sosialnya, apakah kelak KEKUASAAN dan CARA menjalankan Rencana Ekonomi tak akan sama dengan di Rusia tahun 1927?

SI GODAM : Juga tidak! Sejarah yang sudah dilalui rakyat dari suatu negara itu terus mempengaruhi jiwa dan tindakannya rakyat itu. Sejarah politik Inggris akan terus mempengaruhinya. Tiadalah orang Inggris akan sama sekali lepas dari pengaruh sejarahnya yang berhubungan dengan iklim negaranya, suasana politik, ekonomi, sosial dan kebudayaannya di zaman lampau. Memang sejarah dan suasana itu mengubah pula jiwa dan lakunya rakyat itu. Tetapi karena suasana pada suatu tempat akan terus berlawanan dari tempat lain, umpamanya karena berlainan iklim saja, maka jiwa dan lakunya manusia di lain-lain tempat itu akan tetap mempunyai corak sendirinya pula. Dalam garis besarnya Jiwa dan Lakunya atau watak manusia itu memang sama di seluruh muka bumi ini. Tetapi dalam garis kecilnya ada berlainan. Perhatikan sajalah Jiwa dan Lakunya turunan berlainan bangsa itu bersamaan atau hampir bersamaan hak dan kewajibannya.

SI PACUL : Wah, Dam, rupanya engkau ini lari kencang lagi menurun ke lembah filsafat. Aku mesti tangkap lengan bajumu dan bawa kembali engkau ke perbandingan Inggris dan Amerika dalam ekonomi dan politik. Engkau sudah majukan perbedaan dalam hal bentuknya kekuasaan yang akan menjalankan rencana itu di Inggris dan Rusia. Tetapi kekuasaan tetap kekuasaan, bukan? Jadi mesti ada pula persamaan isinya pada ke dua Negara tadi, maka keduanya bisa dinamakan kekuasaan.

SI GODAM : Memang ada! Kekuasaan atas Rencana Ekonomi Sosialis di kedua negara tersebut sama-sama mengandung tiga kewajiban atau jabatan.

SI PACUL : Apakah jabatan yang tiga itu?

SI GODAM : Pertama, jabatan menyusun rencana. Kedua, mengadakan rencana. Ketiga, mengawasi rencana.

SI TOKE : Di negara demokratis sudahlah tentu tiga jabatan itu dipisah-pisahkan pula.

SI GODAM : Memang begitu. Di negara sosialis seperti Rusia yang diperintahi oleh satu partai saja betul tiga jabatan itu dibedakan, tetapi tiada dipisah-pisah seperti di negara demokratis kapitalis itu.

DENMAS : Jadi yang membikin, menjalankan, dan mengawasi orang itu juga. Jadi umpamanya kalau si A, B, C, D yang menyusun maka si A, B. C, D pulalah yang menjalankan dan mengawasinya? Akibatnya tiadakah seperti di zaman yang selalu dicela itu, di mana kekuasaan menangkap, memeriksa perkara, menghukum, dan menjatuhkan hukuman di tangan satu orang itu juga, atau beberapa biji orang “sekonco”?

SI GODAM : Dalam partai Komunis itu bukannya ada 1 atau 4 orang saja, Denmas. Di dalam partai itu semua orang tentulah sama-sama berpaham komunis. Tetapi tidak satu saja pikiran, kemauan, dan perasaan ribuan komunis dalam partai sebesar itu! Lagipula kalau saya tak salah maka di Rusia pun dipisahkan jabatan menyusun rencana itu dengan jabatan menjalankan dan mengawasi.

SI PACUL : Bagaimana memisahkannya?

SI GODAM : Saya kurang mendapat keterangan dan banyak kelupaan. Tetapi saya pikir rencana itu disusun di pusat. Tetapi pengawasan di daerah. Walaupun dipisahkan, bukanlah pemisahan berlaku seperti di negara kapitalis. Baik di pusat ataupun daerah yang berkuasa itu ialah satu kelas ialah kelas proletar. Kepentingan mereka adalah satu, ialah kepentingan kaum proletar. Paham yang dijunjung pun cuma satu saja ialah komunisme atau sosialisme. Jadi kepentingan sama dan tujuan sama.

SI TOKE : Sekarang sudah sedikit terang bagiku apa badan kekuasaan dan jabatan (fungsi) masing-masing kekuasaan. Kalau aku tak salah maka jabatan menyusun rencana itu berbentuk satu Panitia atau Komisi. Jabatan menjalankan rencana itu berbentuk satu Kementerian. Akhirnya jabatan mengawasi rencana itu berbentuk satu penyelidikan.

SI GODAM : Benarlah begitu!

DENMAS : Kalau jabatan menyusun itu berbentuk satu Panitia, maka Panitia semacam ini mesti diberi kekuasaan penuh buat mencari keterangan yang berhubungan, bukan? Terutama pula yang berhubungan dengan Ekonomi. Pekerjaan menyusun atau lebih tegas, pekerjaan menakar ini mestinya pekerjaan ahli.

SI PACUL : Tetapi kalau Jabatan atau Panitia Penyusun sudah membikin suatu Rencana, siapakah yang mesti memutuskan betul atau tidaknya taksiran Panitia itu?

DENMAS : Tentulah para ahli tadi bersama-sama dengan pengurus industri.

MR. APAL : Pemerintah dan Dewan Perwakilan bukankah mesti ikut pula merundingkan dan memutuskan benar atau tidaknya Panitia itu?

SI GODAM : Para ahli, para pengurus industri, Kementerian beserta Dewan Perwakilan Rakyat memang mesti ikut berunding dan memutuskan. Tetapi juga tak boleh lupa wakil kaum pekerja yang tersusun dalam berbagai Pakbon. Apalagi wakil kaum pemakai (konsumen) yang jutaan itu tak boleh pula ditinggalkan. Kebanyakan mereka yang disebut di belakangan ini sudah tersusun dalam koperasi. Ajaklah pula wakil koperasi itu berunding dan memutus! Ingat bahwa Rencana itu ialah buat masyarakat seluruhnya. Bukanlah buat satu golongan saja, berapapun besarnya golongan itu.

MR. APAL : Akhirnya Jabatan Pengawas itu mestilah mempunyai penyelidik yang bepergian ke sana-sini.

SI GODAM : Mestinya begitu.

DENMAS : Sekarang sudahlah terang bagiku Kekuasaan atas Rencana Ekonomi itu. Nanti akan dirundingkan pula Cara menjalankan rencana itu. Tetapi sebelum itu baik juga kau berikan sekali lagi ketetapan (definisi) Rencana itu.

MR. APAL : Dulu sudah ditetapkan bahwa Rencana Ekonomi ialah daya upaya memasyarakatkan Alat-Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial.

SI GODAM : Benar, definisi ini memang sudah cukup. Tetapi ada definisi yang lebih penuh dan lebih cocok dipakai menaksir.

SI PACUL : Cobalah sebutkan!

SI GODAM : Rencana Ekonomi ialah urusan perekonomian yang teratur dengan maksud supaya produksi cocok dengan konsumsi, serta berdasarkan hidup sama-rata dan tolong bertolong.

SI PACUL : Betul, ekonomi itu mestinya teratur, bukan lagi anarkis seperti di zaman kapitalisme. Produksi mesti diimbangkan dengan konsumsi. Dengan begitu maka krisis itu terhindar. Dasarnya ialah sama-rata dan tolong bertolong. Memang ini dasar sosialisme.

MR. APAL : Kurasa definisi di belakang ini memang lebih praktis, lebih enteng kalau dipakai buat menaksir! Bukankah yang terutama sekali ialah hasil mesti lebih dahulu disamakan dengan pemakaian?

SI TOKE : Terang semuanya buat aku. Sekarang CARANYA hitung menghitung dalam pekerjaan mencocokkan hasil dan pemakaian itu.

SI GODAM : Cara yang gampang dan pasti tentulah tak ada. Rencana yang berarti juga satu taksiran itu mengandung kesilapan. Sedangkan menaksir banyak telur yang akan menetas saja bukan satu perkara yang selalu bisa dilakukan dengan tepat. Apalagi menaksir banyaknya hasil yang mesti tak lebih dan tak kurang dari pemakaian dalam suatu negara. Menaksir dalam hal ini selalu berarti mencoba menghitung lebih dahulu.

SI PACUL : Teruskan Dam! Tetapi hendaknya lebih mengenai bukti yang nyata.

SI GODAM : Belum bisa aku berbicara nyata-pasti, Cul. Ada lagi satu perkara yang mesti kukemukakan sebagai petunjuk buat suatu Rencana, Cul.

SI PACUL : Petunjuk apapula lagi, Dam?

SI GODAM : Lebih gampang pekerjaan taksir-menaksir buat satu negara yang agak kecil tetapi mempunyai bahan lengkap, daripada satu negara besar yang penduduknya rapat dan takaran hidupnya rendah. Gajinya rendah, persaingan antara tenaga dan tenaga amat hebat.

SI PACUL : Belum kulihat seluruhnya arti kalimat itu. Tetapi sudah kurasa. Bukankah gaji itu perlu buat membeli hasil? Jumlah harga hasil mesti sama dengan jumlah gaji. Makin tinggi gaji makin bisa ditinggikan hasil, makin rendah gaji makin susah meninggikan hasil, bukan?

SI GODAM : Sampai sekian benar, Cul. Simpulan ini boleh kita pakai sebagai pedoman. Simpulan yang kedua: Sebelum cukup banyaknya industri enteng, susahlah kita menimbulkan industri berat, Industri-Induk.

SI TOKE : Ini aku bisa tangkap artinya. Sebelum cukup banyak pabrik (pabrik kina, pabrik kain, obat-obatan, minum dsb), sebelum itu, tentu susah buat mengadakan Mesin-Induk yang mesti bikin mesin buat pabrik teh, kina, kain, obatobatan, minuman dan lain-lain itu. Bukankah pula hasil Pabrik-Induk mesti seimbang dengan hasil yang berupa mesin buat industri ringan?

SI GODAM : Tepat, Kek! Petunjuk yang ketiga ialah industrialisasi, atau rencana menukar Negara-Pertanian menjadi Negara- Perindustrian. Lambat jalannya pada permulaan, tetapi semakin lama semakin cepat.

SI TOKE : Mestinya begitu Dam. Tak bisa dilakukan sekali jalan saja. Apa lagi petunjuk yang perlu diperhatikan? Cobalah sebutkan.

SI GODAM : Penting pula artinya buat Indonesia ialah: negara kecil tak bisa mengadakan rencana yang sempurna, terpisah dari negara besar. Jadi buat negara kecil susahlah kalau tak mustahil mengadakan Ekonomi Teratur itu.

SI TOKE : Gampang dimengerti Dam! Bagaimana negara kecil bisa memakai Mesin Raksasa, mesin modern yang hasilnya melambung cepat dan tinggi, kalau rakyatnya sedikit! Bukankah rakyatnya yang pertama mesti jadi pembeli? Negara asing tak selalu bisa diharapkan. Negara asing berhak dan mungkin menutup pintu pagarnya sewaktu-waktu. Satu Rencana Penghasilan yang pasti mesti didasarkan pula atas pembelian, ialah pemakaian yang pasti. Terlampau kurang pembeli kalutlah Rencana yang semolekmoleknya di atas kertas itu.

SI PACUL : Kulihat dalam hal jual beli memang engkau jempol juga, Kek. Tidak percuma rupanya engkau ini bekas-toke!

SI TOKE : Perkara dulu tinggal dulu, Cul! Bukankah aku bangkrut sebab ikut-ikut Godam pula dalam pergerakan?

SI PACUL : Tak apa bangkrut itu, Kek. Nanti kuusulkan engkau jadi Menteri Rencana Ekonomi!

SI TOKE : Memangnya aku ini bergerak buat cari pangkat, Cul! Jangan begitu Cul!

MR. APAL : Semua petunjuk itu memang perlu. Sekarang cobalah bentangkan teknik MENAKSIR itu, yakni menyusun rencana itu.

SI GODAM : Berat rasanya, Pal. Terlampau banyak yang mesti dirundingkan!

SI PACUL : Ambil sari perkara saja, atau perkara sari saja.

SI TOKE : La! Lihat, si Pacul jadi ahli filsafat pula.

SI GODAM : Karena sari Rencana itu ialah menaksir hasil yang cocok dengan pemakaian, maka perlulah direncanakan:

l. Industri umumnya;

2. Mesin khususnya. Keduanya mesti dicocokkan dengan:

3. Gaji, dan

4. Perdagangan masuk dan keluar Negara.

SI TOKE : Mudah kumengerti kalau kau susun begitu, Dam! Mestinyalah yang l) yaitu industri itu (termasuk juga pertanian), yang tentunya bergantung pada kekuatan 2) mesin itu, diimbangkan, dicocokan dengan 3) yakni gaji. Bukankah jumlah harga hasil mesti sama dengan jumlah gaji? Dalam hal kekurangan mesin maka hendaklah kita periksa hasil atau barang bahan yang bisa dijual di luar negara (ekspor), buat memasukkan barang-mesin yang kurang buat dibeli (impor). Ringkasnya kita cocokan dengan 4).

SI PACUL : Sekarang laksanakanlah penaksiran itu, Dam!

SI GODAM : Pertama, periksalah industri yang ada, pun periksalah lebih dahulu apakah suatu pabrik bisa ditukar menghasilkan barang yang lain. Bukankah pabrik oto itu kalau sedikit ditukar bisa menjadi pabrik mesin kapal terbang? Periksalah lagi apakah satu cabang industri awak menghasilkan lebih atau kurang buat keperluan Negara. Apakah harga itu yang dijual dalam negeri. Kalau hasil itu memang lebih murah dan melebihi keperluan Negara, maka hasil lebih itu boleh dijual di luar negeri buat membeli barang yang kurang.

SI TOKE : Pendeknya ukurlah kekuatan industri awak. Kalau hasilnya bisa lebih dari keperluan dan harganya cukup murah, maka keluarkanlah hasil lebih itu buat pembeli yang kurang, mesin atau barang-pakai. Kalau perlu buat dipakai sendiri atau dijual di luar negeri tukarlah kalau bisa satu pabrik buat barang ini menjadi pabrik buat menghasilkan barang lain.

SI GODAM : Sesudah ditinjau kekuatan industri awak ini, cocokkanlah jumlah pekerja dengan jumlah industri yang ada atau akan diadakan. Kemudian periksalah pula apakah ada pabrik lapuk. Yang saya maksudkan dengan pabrik lapuk itu ialah pabrik yang lebih banyak memakan ongkos kalau dipakai daripada merusakkan pabrik itu sama sekali. Yang lapuk itu baik diruntuhkan saja. Anggaran ongkos pabrik lapuk itu buat mengadakan hasil baik dipakai saja buat mendirikan pabrik baru.

DENMAS : Sebutkanlah juga semua industri yang terutama, Dam, supaya kita sedikit mendapat pemandangan.

SI GODAM : Aku susun saja begini: Pabrik buat bangunan rumah, gedung, jembatan dll. Pabrik buat perhiasan rumah, tikar, cat dinding dsb, jam, makanan, minuman dsb. Pabrik buat kain, benang, pencelupan dll. Pabrik buat pengangkutan, kereta, oto, kapal air dan udara, baja, besi dll. Tambang arang, minyak, besi, timah, tembaga, bauksit dsb. Pabrik obat-obatan dll. Di Indonesia juga pabrik teh, kina, kopi, gula, karet dll.

SI TOKE : Cukuplah rasanya kita meninjau kekuatan industri awak. Jadi pabrik yang kurang ditambah dan pabrik yang menghasilkan lebih dijual hasil lebihnya itu buat pembeli pabrik yang kurang. Sekarang tinjaulah permintaan (demand) berhubung. Dengan keperluan pembeli.

SI GODAM : Ingatlah bahwa keperluan itu bertukar kalau takaran hidup itu bertukar pula.

SI PACUL : Pastikan Dam!

SI GODAM : Kalau seandainya gaji seseorang cuma f 0,50 sehari, bukankah yang dipikirkannya cuma makanan saja? Kalau gajinya menjadi f 2 barulah dipikirkannya membeli kain. Kalau takaran hidupnya bertambah pula barulah dia memikirkan membeli vulpen, sepeda, radio oto dsb. Sepadan dengan naiknya takaran hidup setingkat demi setingkat bertukarlah pula keinginan dan keperluan si pembeli.

SI TOKE : Memang, bermula sekali dipikirkan oleh si pembeli ialah barang yang paling dibutuhi. Kemudian baru dipikirkan membeli barang buat setengah kemewahan. Akhirnya barang buat kemewahan semata-mata.

SI GODAM : Cuma ada satu lagi peninjauan ialah meninjau apakah barang yang dihasilkan industri awak itu cukup ataukah tidak buat kita?

SI TOKE : Kalau tak cukup bagaimana?

SI GODAM : Jika perbedaan ongkos suatu barang yang awak bikin dengan harga pasar barang itu tetapi dimasukkan dari luar lebih besar dari perbedaan ongkos awak dengan harga barang itu di pasar awak, maka baiklah barang itu dibikin di negara awak, walaupun ongkos pada permulaan membikinnya sedikit besar.

SI PACUL : Tegaskan dengan angka, Dam! Amat tinggi tergantung kalau kau susun begitu!

SI GODAM : Kalau ongkos barang awak umpamanya 18 sen dan jualan barang asing semacam itu juga di pasar awak 25 sen, jadi perbedaannya adalah 7 sen. Kalau ongkos barang awak itu 18 sen juga, tetapi jualan di pasar awak cuma 20 sen, jadi bedanya cuma 2 sen, walaupun sudah membikinnya dan ongkos awalnya lebih mahal.

SI TOKE : Semua permulaan itu susah sekali. Lambat betul membikin sesuatu pada semua permulaan itu. Lagipula banyak barang bahan dibuang-buang. “Waste”, istilah yang dipakai dalam ekonomi! Sebab itulah ongkosnya tinggi pula. Dengan bertambah lama pengalaman berkuranglah barang terbuang-buang (waste) tadi. Jadi kalau diteruskan membikin barang semacam itu besarlah pengharapan kita lambat laun akan mendapatkan cabang industri nasional, baru, yang baik dan murah hasilnya. Tetapi bagaimana kalau perbedaan harga tadi sebaliknya?

SI GODAM : Ya, baik kau jawab sendiri, Kek!

SI TOKE : Kalau sebaliknya, bukankah ini berarti barang-barang itu, lantaran bermacam-macam sebab, tak mengandung harapan akan bisa kita bikin lebih murah dari barang asing, walaupun pengalaman diperbanyak. Barangkali lantaran bahannya susah didapat, atau lain-lain sebab. Dalam hal ini, aku pikir baiklah barang semacam itu kita datangkan dari luar negeri saja! Toh tak ada salahnya bertindak begitu asal saja cocok dengan undang-undang ekonomi?

SI GODAM : Memang begitu, Kek. Manfaatnya juga banyak buat hubungan baik antara satu negara dengan negara lain. Perdagangan itu adalah satu perkara yang merapatkan bangsa dengan bangsa, negara dengan negara. Tak perlu semua barang itu kita sendiri yang membikin. Asal Industri-Induk sempurna di tangan kita, tak ada salahnya kalau hasil barang industri enteng kita datangkan dari luar. Yaitu kalau ongkos membikinnya sendiri akan terlampau tinggi dibanding dengan ongkos luar negeri. Tetapi baiklah jangan kita lanjutkan persoalan ini. Baiklah kita rundingkan sekarang perkara CARA membagikan gaji. Penting bukan?

SI PACUL : Tentulah penting sekali!

SI GODAM : Awalnya pembagian gaji itu boleh dijalankan atas dua macam. Pertama pada tingkat sosialisme yang sudah sampai ke tingkat komunisme. Kedua pada tingkat sosialisme itu sendiri. Pada tingkat komunisme tiap-tiap orang itu bekerja menurut kecakapannya dan mengambil hasil usahanya. Inilah tingkat tertinggi dan belum tampak kapan akan tercapainya tingkat ini. Tetapi sebagai pedoman hidup, maka ideal atau idaman pembagian secara komunis itu perlu senantiasa dipercermin.

SI PACUL : Apakah cara pembagian di tingkat kedua?

SI GODAM : Tingkat ini kita capai apabila kita sampai ke tingkat sosialisme, ialah apabila semua alat penghasilan dalam kapitalisme sudah dimiliki oleh masyarakat. Pada tingkat ini mungkin dipakai uang, dan gaji dibayar “menurut kecakapan si Pekerja”. Jadi si Pekerja masih menerima gaji. Tetapi mungkin pula pemberian itu sebagian berupa gaji menurut kecakapan, dan sebagian lagi berupa “bagian-sosial”. Yang terakhir ini berarti bahwa pembagian itu rata buat orang dewasa serta rata pula buat kanak-kanak. Bagian ini ialah bagian tiap-tiap anggota masyarakat yang kerja. Ini misalnya saja! Tiap-tiap negara sosialis dalam keadaan istimewa boleh pula mengambil tindakan istimewa. Asal saja kita jangan lupa akan pedoman komunisme di atas.

SI TOKE : Kita andaikan saja kita memakai sistem kembar, yakni sebagian dibayar sebagai gaji dan sebagian “bagiansosial”. Barangkali ini cocok dengan tingkat pertengahan (kompromis). Tetapi bagaimana menaksirnya?

SI GODAM : Agak susah sedikit menerangkannya dengan pendek. Tetapi perlu juga diberikan garis kasarnya pembagian hartapencaharian Negara berdasarkan sosialisme pada tingkat pertengahan itu. Misalkan satu negara! Andaikan dalam Negara itu ada 25.000.000 keluarga, terdiri dari ibu-bapak dan 2 anak belum baligh.

Andaikan jumlah pencaharian Negara itu setahun 4.500.000.000

Andaikan “bagian-sosial” jumlahnya seharga 2.000.000.000

Andaikan buat kelunturan mesin setahun 500.000.000

Andaikan bunga uang dan sewa dihapuskan jadi 0

Untung yang dibagikan pada kapitalis sudah dihapuskan pula 0

JADI SISA BUAT GAJI 2000.000.000

Yang 2000.000.000 itulah yang akan dibagikan kepada pekerja menurut kecakapan, kepada 25.000.000 keluarga tadi.

SI TOKE : Jadi gaji itu masih bertinggi berendah menurut kecakapan, bukan? Memang kalau tak begitu yang rajin jadi malas, sebab manusia sekarang masih mempunyai semangat perseorangan. Tetapi kalau hasil sudah melambung dan didikan sosialisme sudah lebih mendalam, maka sistem gaji ini bisa dihapuskan sama sekali. Jadi nanti tiap-tiap pekerja akan menerima “bagian sosial”-nya. Bukan begitu, Dam? Tetapi bagaimana rupanya bagian sosial itu?

SI GODAM : Apabila tiap-tiap orang sudah menjalankan kewajibannya sebagai anggota masyarakat,

maka ibu-bapak mendapat umpamanya 2 x f 4,- (seminggu) = f 8,-

anaknya 2 orang mendapat 2 x f 4,- (seminggu) = f 8,-

bapaknya kerja istimewa f 4,- = f 4,-

JUMLAH(seminggu) = f 20,-

Jadi satu bulan 1 keluarga tadi mendapat f 80,- misalnya saja. Bagian setiap keluarga tentunya mesti berhubungan dengan banyaknya penduduk pula, jumlah hasil negara, takaran hidup dsb. Ini garis besarnya saja, sebagai contoh. Ada banyak perkara lain yang bersangkutan. Tetapi bukankah aku menulis brosur lagi kalau kuteruskan?

SI TOKE : Jadi sebagai cermin saja! Bagaimanakah keadaannya Rencana Ekonomi Indonesia?

SI PACUL : Tunggu dulu, Kek! Engkau ini pada perundingan ini kulihat terlampau giat. Kalah kegiatan Mr. Apal, Denmas, dan aku dikumpul menjadi satu. Rupanya engkau tertarik betul oleh Rencana Ekonomi ini. Tetapi mesin sekalipun membutuhkan bensin. Apalagi Godam, yang tak berhentinya diserang oleh pertanyaan dari kanan kiri.

V. RENCANA EKONOMI UNTUK INDONESIA

SI PACUL : Sekarang kita sudah sampai ke langkah penghabisan. Tibalah waktuaya buat kita memeriksa semua kemungkinan untuk melaksanakan Rencana Ekonomi itu di kepulauan Indonesia ini. Baiklah Mr. Apal saja membentangkan suasana politik, ekonomi dan sosial di Negara ini.

SI TOKE : Cul! Tadi aku kau tuduh aku terlampau giat! Memang kuakui bahwa semangatku masih meluap. Semua syarat buat menceraikan suasana itu masih segar-bugar dalam ingatanku. Izinkanlah aku mencoba membentangkannya.

SI PACUL : Benarlah pula usulmu itu, Kek. Bukankah kita ini calon guru kaum proletar yang sebagian besar itu belum lagi sadar?

SI TOKE : Tentang suasana itu banyak kulihat persamaan Indonesia ini dengan Rusia. Pertama Rusia tak mempusakai sistem parlementer. Indonesia juga tidak. Kedua, Rusia tidak mempunyai kelas-tengah yang kuat buat menghalanghalangi tindakan sosialistis. Pun Indonesia tidak mempunyai. Rusia boleh dikatakan tak mempunyai Mesin-Induk, demikian juga Indonesia.

MR. APAL : Memang semua persamaan yang kau sebutkan itu benar. Tetapi ada perbedaan besar yang juga berhubungan dengan suasana itu. Pada tahun 1928 (?) ketika Rusia menjalankan rencana 5 tahun, dia sudah lebih kurang 10 tahun mempunyai Pemerintah Komunis. Semua kekuasaan ada di tangan kaum proletar. Bagaimana Indonesia sekarang (27 November '45)? Surabaya, kota perindustrian terbesar di Indonesia sedang dihancurkan Inggris-Nica dengan pelor dan bom, dari darat, laut dan udara. Kita sedang membela kemerdekaan kita dengan senjata yang belum sampai 1% dari senjata musuh banyaknya dan kualitetnya. Bagaimana bisa kita menyusun dan menjalankan Rencana Ekonomi yang sempurna buat kita?

MR. APAL : Mulanya aku sendiri mau mengusulkan Rencana waktu kita diserang dengan hebat itu. Tetapi di belakangnya aku mengerti bahwa aku terlampau banyak dipengaruhi “buku”. Sesudah kucoba berhubungan dengan keadaan yang sebenarnya, maka barulah aku insyaf bahwa aku terlampau tinggi melayang di awang-awang.

SI PACUL : Kalau kuingat perundingan lampau tentang dasar dan tekniknya Rencana itu, sebenarnyalah suatu maksud mengadakan Rencana yang sempurna atau setengah sempurna adalah impian belaka. Kalau ada Rencana dan memang mestinya ada Rencana, maka rencana itu mestinya tak kurang dan tak lebih dari Rencana Ekonomi Berjuang.

SI TOKE : Tepat, Cul! Sebutkan lagi sarinya dasar dan teknik Rencana itu!

SI PACUL : Dasar Rencana itu ialah mencocokkan produksi dengan konsumsi. Tehniknya ialah meninjau keadaan : l) industri, 2) kemesinan, 3) gaji dan 4) perdagangan luar negeri. Baik dalam hal industri berat mauupun industri ringan kita banyak sekali kekurangan mesin. Barang bahan kita benar pula lebih dari cukup buat dijual di luar negeri. Jualan itu bisa dibelikan ke mesin yang kurang. Tetapi perdagangan dengan luar negeri sama sekali terputus. Lagipula perindustrian Indonesia, sebagai pusaka imperialisme Belanda, amat pincang. Pabrik buat barang-pakai seperti kain dan lain-lain baru pada tingkat permulaan, tetapi tambang, pabrik dan kebun buat menghasilkan barang yang dijual di luar negeri, seperti teh, kopi, gula, minyak, timah, mas dll lebih daripada cukup. Di bawah telapak serdadu Jepang banyak pula mesin yang dirusak atau diangkut ke luar Indonesia. Indonesia dan dunia luar seolah-olah dipisahkan oleh jurang yang dalam dan lebar. Indonesia kekurangan mesin dan kain, tetapi kebanyakan barang bahan. Dunia luar sanggup menjual mesin pada kita dan membutuhkan bahan dari kita, tetapi perniagaan sama sekali terhenti. Jurang tadi tak bisa atau belum bisa dijembatani, selama Inggris-Nica menyerang Indonesia dan menghancurleburkan kota Indonesia.

DENMAS : Nah, sekarang “Jeruk Bali” yang kau hidangkan, Cul! Segar bugar! Sudah pandai pula engkau memakai perkataan seolah-olah dan gambaran. Tetapi engkau jangan memikirkan Rencana Ekonomi yang modern, yang sempurna saja, Cul! Bukankah di masa perang ini pun kita mesti mengadakan rencana? Istimewanya dalam suasana perang inilah kita mesti mengadakan rencana.

SI GODAM : Benarlah begitu. Kita mesti tunda rencana besarbesaran dan rencana bertujuan jauh. Rencana yang akan membawa kita ke zaman sentausa ialah apabila kita sudah mempunyai Industri Berat, Industri Induk. Apabila kita sudah mempunyai Mesin Membikin Mesin, yakni mesin pembikin lokomotif, pembikin mesin oto, kapal air dan kapal terbang, barulah boleh kita tidur dengan perasaan lebih aman dan meninggalkan anak cucu dan negara kita dengan hati aman tenteram. Sebelum keadaan itu tercapai, belumlah berapa artinya suatu kemerdekaan, walaupun kita memperoleh kemerdekaan 100% yang kita tuntut itu.

SI PACUL : Tetapi kemerdekaan 100% itu pulalah yang sanggup memberi kesempatan kepada negara kita buat mendirikan Mesin-Induk dan Industri Berat Nasional bukan?

SI GODAM : Benar Cul. Sebab itu rencana kita sekarang ialah Rencana Ekonomi Berjuang buat mencapai kemerdekaan 100% itu lebih dahulu. Bermula baiklah diingatkan suasana sekarang ini, tegasnya ialah suasana dalam perjuangan.

DENMAS : Apa perkara penting yang tampak di matamu dalam suasana berjuang ini, Dam?

SI GODAM : Banyak perkara yang bisa menjadi sebab kemenangan atau kekalahan kita dalam perjuangan yang mahadahsyat ini. Mahadahsyat dalam hubungannya dengan banyak kekurangan kita dalam perjuangan. Kekurangan ini kelak akan kuuraikan lebih jelas dalam brosur bernama Muslihat. Di sini kukemukakan beberapa perkara yang menguntungkan kita saja. Karena perkara ini langsung bersangkutan dengan pasal Rencana Ekonomi Berjuang.

SI PACUL : Jadi berhubung dengan Rencana Ekonomi Berjuang ini menurut pikiranmu ada beberapa perkara yang menguntungkan kita. Cobalah sebutkan atau uraikan pula perkara itu panjang lebar.

SI GODAM : Belumlah sampai temponya buat menguraikan perkara itu panjang lebar. Baiklah disebutkan saja semuanya itu. Kalau perlu di sana-sini kutambah ssdikit penerangan.

SI TOKE : Mulailah, Dam!

SI GODAM : Semuanya ada empat perkara yang nyata menguntungkan kita. Makin tahan lama kita berjuang, makin nyata pula keuntungannya. Perkara itu:

l. Iklim. Lantaran tak ada musim dingin di Indonesia, tanaman tumbuh 12 bulan setahun, sedangkan di negara dingin cuma 6 bulan. Makanan mudah disiapkan, direncanakan, dan pakaian cuma sedikit yang kita perlukan. Di pinggir-pinggir atau pinggang gunung kita bisa hidup dalam pondok kecil meneruskan perjuangan, menghindarkan pesawat udara.

2. Penduduk Indonesia amat banyak. Buat di belakang dan di depan medan peperangan lebih dari cukup banyaknya prajurit. Kalau dari rakyat yang 70 juta itu diambil 10% orang terkuat saja, kita bisa mendapatkan 7 juta prajurit buat garis depan. Yang 7 juta lagi buat garis belakang. Belum lagi terhitung kaum wanita yang amat penting buat perjuangan ini.

3. Moral prajurit amat menggembirakan. Semangat buat membela kemerdekaan dan keikhlasan berkorban buat kemerdekaan belum pernah ternyata dan umum seperti sekarang. Lebih susah buat seseorang pemimpin perang menahan prajuritnya bertarung daripada menyuruhnya bertarung. Berebut-rebut prajurit yang mau maju ke garis depan, walaupun senjatanya serba kekurangan.

4. Keadaan internasional amat memuaskan. Belum pernah dunia internasional menaruh begitu banyak perhatian kepada persoalan kemerdekaan Indonesia daripada sekarang ini. Secara umum sehari demi sehari terdengar keras kian keras. Sebagian besar kaum buruh dan sebagian dari kaum liberal dunia semakin menentang imperialisme Inggris-Belanda dengan perkataan dan perbuatan. Semakin lama rakyat Indonesia berjuang semakin besar kemungkinan secara umum akan memaksa imperialis Inggris- Belanda menghentikan penyembelihan besar-besaran di Indonesia.

SI TOKE : Jadi berhubung dengan 4 perkara itu muslihat apakah yang mesti dijalankan dan Rencana Ekonomi Berjuang manakah yang baik dipakai?

SI GODAM : Terang muslihat berjuang yang baik ialah mundur maju, muslihat gerilya. Mundur kalau berjumpa dengan yang amat kuat. Maju dan terkam kalau musuh lengah dan kurang kuat. Ekonomi Berjuang ialah menghasilkan dan mengatur hasil buat perang lama. Ingatlah makin tahan lama perjuangan ini, makin baik buat kita. Buat musuh makin silau matanya menentang obor kebenaran, makin lemah urat syarafnya mendengarkan protes umum di dunia dan makin kosong kasnya buat melanjutkan penyerangan biadab ini. Akhirnya pemerintah ceroboh imperialis itu akan dijatuhkan oleh protes dan aksi umum yang ingin damai di dunia ini!

SI TOKE : Apakah perkara ekonomi yang penting buat perang lama?

SI GODAM : Buat rencana yang lebih lanjut periksalah semua syaratnya rencana ekonomi dalam pasal yang baru kita uraikan, yaitu Rencana Ekonomi Sosialis! Perkara yang menyolok mata di masa berjuang ini, ialah: l. Menambah makanan dan pembagian makanan. 2. Mendirikan perusahaan tenun dan membagikan hasilnya. 3. Mendirikan pondok di tempat aman sebagai persiapan buat penduduk kota. 4. Mengatur pertukaran barang. 5. Mempersiapkan hubungan dengan luar negeri.

SI TOKE : Apakah tindakan yang pertama mesti diambil?

SI PACUL : Saya pikir mengadakan l) Panitia menaksir, 2) Jabatan menjalankan taksiran atau Rencana, dan 3) Badan Penyelidik.

SI GODAM : Tepat, Cul! Sebenarnya tak perlu saya uraikan lagi apa tindakan sesudah mengadakan Badan itu yang mesti diambil. Semuanya itu sudah terkandung dalam pasal rencana ekonomi sosialis tadi. Cukuplah di sini kalau disebutkan bahwa sesudah Badan Kekuasaan tadi dibentuk, maka hendaklah diadakan penaksiran itu selekas mungkin.

SI TOKE : Sebenarnyalah mesti dicocokan semua hasil makanan, pakaian dan perkakas perumahan (di luar kota) serta keperluan buat Jawa seluruhnya dengan keperluan dan permintaan. Kalau ada kekurangan cobalah cari akal buat menambahnya. Barangkali kebun ini mesti ditanami ini dan pabrik ini mesti ditukar dengan pabrik itu. Sesudahnya adakanlah pendaftaran buat semua jenis pekerjaan, seperti pekerja besi, kain, kereta, tambang dll. Tiap-tiap jenis pekerja itu mesti dibagi pula menurut kepandaiannya. Di antara pekerja besi umpamanya berapa banyak tukang lebur, tukang las dsb. Baru kita mendapat pandangan tentang banyak dan kesanggupannya kaum pekerja kita. Apabila kita sudah mempunyai daftar yang sempurna, baru pula kita bisa mengerahkan prajurit pekerja kita yang perlu, kalau kita sudah mempunyai pendaftaran yang sempurna itu.

SI GODAM : Kalau tindakan tersebut di atas sudah dijalankan di Jawa, sudah tentu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara akan mengikut. Sebab itu semua tindakan di Jawa itu mestinya tepat cepat.

SI TOKE : Memang begitu, Dam! Indonesia ini bukan Jawa saja. Memang hubungan kita dengan seberang kini amat terganggu. Tetapi kalau maksud dan tujuan itu sama, persatuan dalam mengambil tindakan bisa didapat. Seberang seperti biasa siap setia akan mengikuti Jawa.

DENMAS : Kalau kita dari awal Republik didirikan bisa sedikit saja memandang ke depan dan memegang teguh makna dan akibat kemerdekaan itu, maka kita tentu sudah mempunyai Rencana Ekonomi Berjuang itu. Dengan itu kita akan jaya menangkis serangan Inggris-Nica yang mesti datang menyerang kita. Saya bilang mesti, karena mengingat kebutuhan imperialisme Inggris-Belanda sesudah Perang Dunia ini dan mengingat pula sejarah imperialisme Inggris-Belanda dalam 350 tahun di belakang ini, di seluruh pelosok dunia..

SI PACUL : Memang pengharapan kosong itu terlampau banyak terselit dalam hati sanubari para pemimpin kita. Tak perlulah nama si pemimpin itu kita sebut. Kita cukup mengerti artinya persatuan di masa perang ini. Tetapi ingatlah saja perjanjian Inggris dengan para pemimpin kita di Surabaya dan Magelang. Berapa banyak korban mesti diberikan sesudah perjanjian itu, karena kita percaya pada suara merdu dan janji muluk para pejabat yang terdesak itu.

MR. APAL : Memang aku setuju penuh dengan perkataanmu. Tetapi engkau sedikit sesat kepada simpang diplomasi. Baiklah kita kembali ke bagian ekonomi Rencana Ekonomi Berjuang itu. Tiadalah akan begitu besar penderitaan mereka yang mesti meninggalkan rumahnya di kota-kota dan lari tergesa-gesa ke desa-desa. Mereka akan bisa disambut dengan persediaan makanan dan pomondokan, walaupun amat sederhana sekali. Rakyat tak akan begitu kacau, kalut, dan prajurit kita tak akan begitu terganggu hatinya melihat rakyat dalam kesusahan itu. Lagipula jika ada persiapan di luar kota, maka rakyat dalam kota tak akan begitu berat hatinya meninggalkan rumah tangganya, tempatnya bernaung berbulan-bulan barangkali sudah bertahun-tahun.

DENMAS : Tak pula kurang pentingnya perkara rencana pakaian. Aku menyaksikan sendiri seorang pemuda remaja yang mendesak mengikut rombongan pergi menyerang. Pertama kusaksikan di Banten. Di sana kulihat seorang pemuda pergi menyerang ke Kebayoran. Kedua, pemuda lain yang “menyerbu” ke Surabaya. Mereka berangkat dengan tombak bambu dan golok saja. Tak pula mereka tadi memakai pakaian militer. Bahkan bajupun tak ada dipakainya. Tetapi mereka kembali ke desanya membawa beberapa pistol di pinggangnya dan tommy-gun di bahunya!

SI PACUL : Bagaimana perasaan Denmas melihat pemuda semacam itu? Mereka itu satria unggul, bukan?

DENMAS : Tetapi aku suka dan sedih! Suka karena belum pernah aku seumur hidup menyaksikan bakti kesatriaan bangsa Indonesia seperti sekarang. Sedih, melihat prajurit muda, gagah perkasa itu cuma memakai celana buntung tak bersepatu dan berbaju. Alangkah baiknya kalau diberi uniform, pakaian militer. Alangkah senang dan girang hatinya sendiri. Alangkah pula besarnya minat dan keinginan bertarung di antara teman sedesanya mereka itu, apalagi sesudah melihat temannya pulang membawa oleh-oleh perang, tanda kemenangan. Rasanya brosur ini sudah terlampau jauh melebihi brosur yang lain-lain.

SI PACUL : Sebagai penutup ucapkanlah beberapa kalimat, Dam, sebagai simpulan yang penting.

SI GODAM : Kita di masa penyerangan musuh sekarang dan di hari depan perlu mengadakan rencana. Bukan buat mengadakan perekonomian yang kuat-kokoh. Buat ini kita tak diberi kesempatan. Rencana Ekonomi kita ialah buat berjuang semata-mata. Berjuang mati-matian, karena maksud musuh sudah terang seperti cahaya matahari. Hendaknyalah dengan cepat tangkas kita mengadakan badan buat mengatur penghasilan dan pemakaian buat berjuang. Hasil itu mesti dicocokan dengan permintaan. Dalam pembagian hasil itu, sekarang uang Jepang itu masih dipakai. Tetapi cetakan uang itu sudah direbut Nica. Uang Jepang itu sangat mengalutkan perekonomian rakyat. Sudah sampai temponya sekarang buat Pemerintah Republik mengambil tindakan mencegah merosotnya uang Jepang yang menaikkan harga barang itu dan memutusasakan Rakyat Jelata. Ada beberapa tindakan yang bisa diambil. Pertama Pemerintah Republik bisa mencetak uang baru. Kedua, prajurit pekerja dan perang bisa dikasih karcis sesudah menjalankan kewajibannya. Karcis itu dibolehkan dipakai di pasar dan di toko. Ketiga, pakai sistem rakyat jelata di zaman Jepang. Karena uang Jepang amat merosot, maka banyak rakyat di desa yang tak mau lagi menerima uang. Mereka tukarkan telur, ayam, atau kerbaunya dengan kain. Salah satu, dua, atau ketiganya sistem itu boleh dipakai. Tetapi boleh atau tidaknya dipakai, perkara sepenting itu, karena mengenai seluruh rakyat tak bisa diputuskan begitu saja. Lebih dahulu mesti diadakan perundingan yang masak di antara para wakil rakyat jelata. Di sini cuma bisa dimajukan dasar tindakan itu saja seperti di atas. Tetapi tindakan keuangan itu mesti lekas diambil supaya semua penceroboh itu mati kutu. Perlulah pula selekas mungkin diadakan hubungan dengan luar negeri! Maklumlah saudara artinya tindakan ini, andaikan kita sudah siap dengan rencana ekonomi berjuang. Makanan cukup buat rakyat dan prajurit, pakaian pun sudah mulai ditenun.Wanita sudah ikhlas mengerahkan tenaganya buat mengurus dapur umum dan palang merah. Perkakas tenun dengan tak berhentinya berputar oleh tangan wanita yang ingin menang, ingin merdeka. Pembagian makanan dan pakaian berlaku dengan tetap teratur diselenggarakan oleh laki-laki/perempuan tua dan muda dalam negeri. Di kaki dan pinggang gunung, ratusan malah ribuan pondok siap sedia buat menerima penduduk kota yang terpaksa menyingkirkan diri. Biarlah kaum imperialis membabi buta. Di udara dan laut mereka bisa menang. Semua kota besar mungkin mereka bisa duduki. Tetapi selama lembah, dataran, dan lereng gunung terus ditanami menurut rencana ekonomi yang teratur rapi, selama semangat rakyat seluruhnya masih bulat percaya pada Hak Kemerdekaannya, selama Tentara Rakyat masih pegang semangatnya yang menyala-nyala itu, Saudara sekalian, akhirnya musuh mesti akan bertekuk lutut dengan tiada perjanjian suatu apa. Sebelum imperialis itu meninggalkan pesisir kita belumlah akan kita sarungkan belati kita ke sarungnya. Kembali kita ke alam kita, ke penghidupan yang sederhana. Kita bisa dan kita terpaksa berlaku begitu! Dengan hidup sederhana dan senjata sederhana kita bisa bertahan bertahuntahun. Camkanlah bahwa kekayaan Indonesia yang istimewa itu mengizinkan kita bertarung lama dengan hidup miskin. Semua kekayaan dan kemegahan Indonesia itu kelak akan jatuh kembali ke tangan kita apabila kita sudah menang! Semboyan kita: RENCANA EKONOMI BERJUANG! KEMERDEKAAN 100%! RENCANA EKONOMI SOSIALISTIS!